“Mau apa kau hah! Dasar Lelaki Carut!”
Belum juga menjelaskan, Gelmar sudah mendapatkan tamparan keras. Dicecar di hadapan para pengawalnya. Hal yang sangat dimaklumi mengingat kelakukan Gelmar semalam. Dia juga melihat raut wajah Miranda yang merah padam, antara emosi dan juga menahan malu.
“Miranda, saya minta maaf atas kejadian semalam, tapi tolong beri saya waktu. Ada hal penting yang harus saya bicarakan.”
Gelmar berkata dengan wajah tegang. Walaupun tidak berpengaruh sama sekali dengan wajah garangnya. Tetap saja, dia dicap sebagai lelaki berandal, brutal, mesum. Yang membuat Miranda meluap-luap membencinya.
“Miranda, Miranda! Jangan menyebut-nyebut nama saya seolah kita saling kenal ya! Kamu itu cuma orang rendahan! Pengutit! Atau….”
Miranda menggantung perkataannya. Gelmar memandang lamat-lamat. Dia tahu kalau wanita di hadapannya meledak-ledak. Di sisi lain, Miranda juga sedikit gelagapan. Gelmar melawan pandangan matanya. Berusaha mengambil simpatik wanita berambut merah itu melalui celah matanya yang indah.
“Atau jangan-jangan kamu fans gila yang mau mencelakakan saya, Oh my god!”
Gelmar menghembuskan sedikit nafasnya yang tertahan. Semakin menjadi-jadi Miranda oleh pemikirannya sendiri.
“Bukan, Miranda. Dengarkan dulu! Saya adalah penerus mendiang Sancez, Saya ke sini diutus untuk melindungimu!”
“Hah! Kenapa kamu sampai tahu tentang Ayah Sancez? Kau suruhan musuh ayah yang mau menculikku ya?”
Gelmar mengusap wajahnya. Sedikit frustasi. Seandainya Miranda tahu, kalau Gelmar adalah utusan Sancez. Pemimpin Mafia yang menginginkan dia melindungi putri-putri angkatnya, termasuk Miranda. Maka, dia yakin kalau Mirada pasti luruh arogansinya. Menjadi gadis kecil penurut bagi Gelmar.
“Pengawal! Tangkap penjahat ini! Kalau perlu binasakan! Aku tidak mau melihatnya lagi!”
“Baik, Nona.”
Para pengawal itu dengan sigap mengukung Gelmar. Perawakan mereka tegap ideal. Namun, masih kalah dengan bodi Gelmar. Kekar menjulang. Pundak kokohnya menjuntai lengan besar. Kepalan tangannya yang berbuku. Sangat kuat untuk membogem para pengawal itu sampai pingsan hanya dengan sekali tinju.
“Ayo! Ikut kami!”
"Miranda! Tolong percaya saya! Akan ada orang yang akan menculikmu hari ini! Aku diutus untuk melindungi kalian!
Teriakan Gelmar sayup-sayup terdengar di telinga Miranda yang berjalan cepat menjauhinya. Ia sempat terhenti sebentar seraya memikirkan kata "culik" yang dimaksud.
Tidak mungkin ada orang sembarangan berani menyebut nama 'Sanchez' seenteng pria barusan. Miranda pun melangkahkan kaki. Walaupun begitu, pikirannya awas.
Gelmar terpaksa menurut. Tidak sekalipun mengeluarkan kekuatannya. Semakin runyam nanti. Dia sudah seperti pesakitan yang akan diadili.
Gelmar sempat melihat ke belakang. Miranda kembali melanjutkan langkahnya ke elevator. Berpapasan dengan empat pria berjubah hitam misterius. Radar mafia-nya langsung mendeteksi bahaya.
Sialan! Orang-orang itu sudah mendahuluiku! Gelmar mengumpat kesal. Pikirannya kini berusaha mencari celah untuk keluar dari kekangan para pengawal itu.
Lantas, ketika Gelmar melihat sebuah patung pancuran yang berada tak jauh dari mereka, seketika muncul ide bodoh namun patut dicoba.
“Wow! Patungnya kok jalan sendiri!”
Pandangan para pengawal langsung tertuju ke patung hias yang kebetulan terletak di pintu ballroom. Tanpa mereka sadari, kekangan tangan mereka lepas. Gelmar langsung melesak ke Miranda yang ternyata sudah menghilang.
"Bajingan, lelaki itu kabur. Kejar dia!"
Para pengawal itu seketika sadar dan melihat Gelmar sudah jauh membelakangi mereka.
“Sial! Kemana perginya mereka!”
Gelmar menabrak pintu darurat. Melompat lincah menuruni tangga. Berlomba dengan elevator. Dia sangat yakin kalau para pria berjubah itu sedang bersama Miranda di dalam elevator itu.
Baru kakinya menjejak ruang tangga darurat lobby, dia terhenti oleh pintu yang terkunci. Dia mengumpat kesal. Menggunakan kekuatan kakinya yang kuat selayaknya pelari marathon. Sekali depak, hancur pintu dengan engsel lepas satu.
“Gak sia-sia ngejar musuh begini. Kaki jadi kokoh, hehe.”
Dia berkelakar. Tentu bukan tenaga sembarangan karena yang ditendang adalah pintu besi yang terkunci. Dia jelas mewarisi kekuatan tenaga dalam yang dilatih Sancez bertahun-tahun.
Selain diberikan warisan berupa harta yang begitu banyak serta amanat untuk melanjutkan tahta grup mafia yang telah puluhan tahun dibangunnya, Gelmar juga kerap dilatih oleh guru-guru bela diri, mulai dari fisik maupun spiritual, yang dibawa oleh Sanchez untuk melatihnya menjadi sosok yang tak terkalahkan.
Sanchez pernah berkata padanya jika ia melihat potensi Gelmar sejak pertama kali ia memungutnya saat masih kecil, dari sebuah kampung yang dibumihanguskan oleh seorang pimpinan otoriter. Sanchez berhasil mengalahkan pemimpin itu dan dielu-elukan sebagai penyelamat daerah tersebut.
“Shit!”
Gelmar berhamburan keluar. Dari balik dinding kaca lobby. Dia melihat Miranda yang dibawa oleh empat orang misterius itu ke dalam mobil. Gelmar mengejarnya sambil berteriak. Namun, sia sia belaka.
“Argh! Akan aku lumat orang-orang itu!”
Suara bass mengeram keras. Dia kecolongan. Gagal untuk melindungi saudara ke enam. Para pria berjubah hitam itu sama sekali tidak dia sangka-sangka dan sangat misterius.
Taksi menjadi pilihannya untuk mengejar karena tidak ada transpotasi lain. Gelmar yang kesal menendang sebuah tiang lampu sampai patah, matanya merah menahan emosi dan amarah.
"Jika saja Miranda mau mendengarkanku lebih awal!"
Citttttt!
Sampai tiba-tiba muncul seorang gadis manis berpakaian casual mengendarai sebuah mobil mewah dan berhenti tepat di depan Gelmar.
“Butuh tumpangan?”
Gelmar menyelingar. Pandangannya terkunci ke arah perawakan jangkung, sedikit beberapa centi di bawah Gelmar. Namun sangat kencang sana-sini. Pertanda dia sering melatih otot-ototnya. Melahirkan postur yang sangat aduhai menawan. Tanpa polesan make up. Bahkan rambutnya dikuncir. Agak familiar.
“Woi botak! Ngapain bengong di situ! Ayo kita kejar Miranda!”
Bentakan gadis itu membuat Gelmar tersadar dan segera masuk ke mobil. Ditariknya tuas mobil. Menimbulkan sedikit sentakan yang membuat Gelmar memegang pegangan mobil.
“Badan aja yang gede. Ngebut dikit udah pucet gitu.” Gadis yang sedang mengunyah permen karet itu berkelakar.Gelmar hanya tersenyum kecut mendengar ocehan perempuan itu. Bukan karena tuduhan gadis itu. Mengingat Gelmar sendiri adalah pembalap. Sering taruhan di arena. Juara dalam berkejar-kejaran dengan para musuhnya, sehingga dia dijuluki ‘Si Gundul Secepat Kilat’.
“Sepertinya anda mau membunuh saya, Nona.”
Gadis itu tertawa renyah. Gelmar sengaja membiarkan gadis itu berbangga hati. Terkadang berpura-pura bodoh itu lebih baik untuk merampok hati seorang gadis.
“Ngawur kamu! Penampilanmu saja sudah seperti mafia bengis! Masa takut dibunuh oleh gadis biasa sepertiku!” Dia lanjut terkekeh.
‘Kau bukan gadis biasa, tapi gadis langka yang luar biasa.’
Gelmar membatin sambil tersenyum. Dia suka sekali dengan gadis di sebelahnya. Pembawannya yang apa adanya. Blak-blakan. Caranya menawarkan tumpangan tadi dan juga tak segan menegur Gelmar yang bengong. Santai dan suka berkelakar. Gadis ini sangat asyik untuk sekadar diajak bercengkrama.
“Maka dari itu, aku memberimu tumpangan. Sepertinya kamu mampu untuk melawan para penjahat penculik Miranda…utusan Sancez.”
Gelmar kehabisan kata-kata. Sama sekali tidak menyangka perkataan yang terlontar dari bibir manis yang kini menyeringai.
“Kamu mengenalku?”
“Kamu mengenalku?”Gelmar memeriksa foto-foto yang ada di sakunya. Tidak diragukan lagi. Si Tomboy dengan kemampuan bela diri yang mumpuni. Jawara dalam berbagai turnamen nasional. Istimewanya lagi dia sudah menggunakan sabuk hitam.“Namaku Adelia Putri. Putri angkat ke tiga. Aku tahu kamu lewat pesan telegram Sancez.”Gelmar bisa bernafas lega. Akhirnya ada salah satu putri angkat yang mengenalnya. Memang dari awal perasaannya sangat klop dengan gadis tomboy ini.“Sekarang kita fokus menyelamatkan Miranda. Lawan kali ini bukan main-main. Aku berharap kamu bisa mengerahkan semua kemampuanmu.”Mobil yang mereka ikuti berhenti di sebuah gudang. Adel menaikkan laju kendaraannya tepat ketika pintu gudang itu akan ditutup.“Brak!”Mobil offroad itu berhasil masuk. Menimbulkan efek debu beterbangan. Muncul bayang-bayang Adel dan Gelmar yang turun dari mobil itu.Sosok mereka jelas begitu melangkah ke depan mobil. Baru pada saat itu. Pandangan mulai kentara. Terlihat puluhan orang mengacungk
“Bedebah! Ada lapis keduanya!”Gelmar menatap nanar. Pasukan itu terlihat lebih padu. Pakaian rapi serba hitam dengan dalaman kemeja berwarna putih. Topi datar yang familiar. Lengkap dengan persenjataanya. Gelmar sendiri tentu belum mampu menaklukan mereka.“Tikus got-nya besar juga ternyata.”Pria paling depan berkata sambil memainkan tusuk gigi. Picingan matanya terlihat dari balik kaca mata hitam yang dia pakai. Gaya meledek ala pemimpin sebuah pasukan kacangan.“Rata semua pasukan lapis satu. Pertunjukan sirkus yang bagus.”Yang lain menimpal. Menganggap Gelmar hanyalah binatang sirkus yang hanya bisa menaklukan pasukan remahan mereka.Gelmar tersungut. Namun, sebisa mungkin meredamnya dalam dekapan Miranda yang ketakutan. Agak terpaksa, dia melepas Miranda di sisi tembok bangunan. Berbicara lembut dengan Miranda sejenak.“Jangan terlalu cemas ya, aku akan melawan mereka dulu, setelah itu kita pulang.”Kerlingan mata indah itu tertuju pada sorot mata dalam. Terasa hangat. Penuh ta
“Uh.”Untuk beberapa saat, Gelmar ingin waktu berhenti. Menikmati momen mendaratnya rahang tegas ke sesuatu yang terasa padat dan kenyal. Rasanya ingin mimisan saja.Namun, momen itu tidak bertahan lama saat bentakan keras terasa memekakan telinga.“Ih!”Seketika wanita berambut pendek berkaca mata itu agak menjauhkan wajah Gelmar yang menempel. Tanpa melepaskan cengkramannya. Merasa geli dan jijik. Padahal, dia sendiri yang menarik paksa.Inilah kakak pertama. Putri tertua dari semua putri di sini. Sekar Melani. Seorang dokter bedah yang cukup terkemuka. Kesan auranya lebih galak dari yang lain. Bahkan, Stevani pemimpin pasukan khusus dan Gwen pemimpin Mafia kalah telak. Mungkin karena dia adalah sosok yang paling dituakan.“Ini dibilang utusan Sanchez? Yang benar saja?”Sekar tertuju ke semua saudara angkatnya. Seolah-olah meremehkan pria lusuh yang dipandang tidak memiliki kemampuan apa-apa, selain perawakannya yang macho sekali.“Tapi, Benar Kak. Dia utusan Sanchez.”“Diam kamu Ad
“Ah!”Gelmar terhenyak sesaat menyadari kecerobohannya yang membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk. Alhasil yang ada di hadapannya sosok badan sekal langsing khas atlet. Lengkap dengan keindahannya tanpa tertutup sehelai benang pun.“Gila kamu ya! Main masuk saja!”Pria berkepala pelontos itu serasa tertampar. Wajahnya bersemu merah. Cengiran terlihat antara malu dan bingung.Insiden itu cukup menghentikan waktu beberapa saat sampai Adel yang langsung buru-buru mengenakan handuk. Kedua tangan mulus tapi kencang itu langsung mendorong perawakan Gelmar sampai hamper agak terjengkang keluar dari kamar mandi.Punggung besar Gelmar terhantam di sudut ruangan. Disudutkan oleh wanita tomboy yang kesehariannya selalu terlihat easy going dengan rambut yang terkuncir, Tampak sorot matanya yang tajam menikam seolah ingin menelan Gelmar hidup-hidup.Bukannya tersadar oleh kesalahannya. Malah Gelmar terhipnotis aroma sabun yang menyeruak dari badan wanita tomboy itu. Badan setengah telanjang yan
“Segera keluar dari mobil ini, Adel!” Adel terperanjat ketika mendengar aba-aba dari Gelmar. Begitu melihat Gelmar melompat. Adel pun segera melompat. Dia sempat mendarat ke tanah dan terguling-guling sebelum beberapa saat kemudian mobil meledak.Duar!Adel mematung. Pandangannya terpana ke arah ledakan mobil yang membentuk jamur raksasa sungguh sangat menakutkan. Apa jadinya kalau tadi sedetik saja dia terlambat melompat.“Kamu enggak apa-apa?” Gelmar menghampiri Adel. Mengangkat tubuh gadis itu. Memberi kode kepada sekuriti yang mendekat untuk mengambil air. Meminumkannya ke Adel.Beberapa teguk mengalir di tenggorokan Adel, baru terdengar suara helaan nafas Adel yang berat. Wajahnya yang pucat pasi tampak panik. Dia memegang kedua lengan besar Gelmar.“Gelmar! Kita dalam bahaya Gelmar! Mereka sudah ada di sekitar kita!”Adel tak mampu menyembunyikan ketakutannya. Dia yang selama ini dikenal sebagai sosok yang tegar, periang, dan easy going menjadi menciut gara –gara insiden ini
“Bos, ada orang gila yang ngaku-ngaku keluarga bos.” Juan penuh semangat mengadu kepada Hana. Berharap bos-nya itu akan mencaci Gelmar dan mengusirnya dari depan gedung itu. Namun, reaksi Hana justru mengejutkan. “Siapa yang kamu maksud orang gila?” Mata Juan melotot. Dia benar-benar tidak menyangka reaksi sang bos. Padahal, jelas-jelas Juan menunjuk ke arah Gelmar. Pria berpakaian kumal lusuh. ‘Jangan-jangan benar yang dikatakan Gelmar tadi kalau Hana adalah saudaranya,’ Juan membatin. Peluh mulai membanjiri keningnya. “D-dia, Nyonya. Nyonya enggak mungkin kan punya saudara gembel seperti dia?” Juan mempertegas pertanyaannya. Dia masih yakin kalau Gelmar, lelaki yang dulu dia pandang remeh di masa sekolah mempunyai saudara CEO paling terpandang di negeri ini. Sangat mustahil! “Kalau emang iya, kenapa?” Wajah Juan langsung memucat. Rasanya ingin merobek saja wajahnya. Melempar jauh-jauh. Serasa tertampar sebuah fakta di luar dugaan. “Jadi…” Dengan gerakan slow-motion, Juan
“Tolong, lepaskan aku.”Miranda merintih begitu penutup kepalanya dibuka. Sumpelan kain di mulutnya di lepas.“Kita ketemu lagi nona manis.”Miranda tak mampu menyembunyikan ketakutannya begitu melihat siapa yang ada di hadapannya. Tiga orang bertudung berpakaian misterius yang dulu pernah menculiknya kini hadir di hadapannya. Tidak hanya dia, melainkan banyak anak buah yang mengelilinginya.Miranda meneguk ludah. Dia benar-benar dalam ketakutan luar biasa. Dia masih ingat. Ketika mobil yang mengantarnya melaju tadi. Di tengah jalan dia dihadang oleh beberapa mobil.Dan entah sekejap mata tubuhnya langsung berpindah dan sekarang dia berada di sini.“Kami melakukan penculikan ini karena perintah dari seseorang yang sekarang menjadi saudaramu.”Salah seorang dari mereka mengungkapkan sebuah rahasia. Miranda tampak mengernyit. Saudara yang mana? Apakah saudara-saudara tirinya?“Siapa yang kamu maksud? Mana mungkin saudari-saudari tiriku melakukan penculikan? Aku sangat tahu mereka? Janga
Sudut Pandang Gelmar“Meskipun sekarang, aku menjadi sekretaris kamu, tapi aku enggak mau disuruh-suruh sama kamu. Ingat itu!”Begitulah perkataan Miranda, wanita berambut merah di hadapanku. Aku hanya menghela nafas sambil memandang wanita bertubuh indah itu keluar dari ruangan.“Judes, tapi lama kelamaan pasti akan takluk denganku juga.”Sekarang, aku berada di dalam ruangan khusus presdir. Di dalamnya tertera foto-foto ayah Sanchez dan keenam putri angkatnya.Seketika aku merasakan darahku mendidih. Betapa Ayah Sanchez menyayangiku dari kecil. Dia yang menyelamatkanku dari peristiwa kebakaran di kampung akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Membesarkanku, mendidikku hingga seperti sekarang. Dan ada satu orang yang ternyata adalah adik kandungnya sendiri Robert yang telah membunuh Ayah Sanchez.Aku pun teringat dengan beberapa saudara angkat yang lain. Ayah Sanchez tidak hanya mengangkat anak perempuan. Melainkan dia juga punya beberapa anak angkat lelaki yang notabene la