Share

5. Bertemu Ernest

Gadis cantik itu memasuki toko kain, melihat-lihat dan memilih kain mana yang bagus, sampai akhirnya ia memasukkan kain-kain yang menarik perhatiannya ke dalam keranjang. 

Selina tidak terlalu takut soal uang, Karena ia yakin uang yang ia dapatkan karena membantu pria itu kemarin sudah lebih dari cukup untuk membeli kebutuhan menjahit.

Gadis beriris mata abu itu membayar semua kebutuhan yang dia beli, dan tak lama ia keluar dari toko tersebut. 

Selina berjalan dengan langkah santai, melihat kesekeliling pasar yang cukup ramai, tidak jauh berbeda dengan kehidupan di dunianya dulu. 

Kebetulan dia memiliki ingatan si pemilik asli, jadi dia tidak takut tersesat karena memang dia memiliki ingatan dari si pemilik asli.

Meskipun ini hanya dunia novel, akan tetapi orang-orang di sini nampak benar-benar hidup, seperti orang sungguhan. Dia dulunya adalah seorang genius yang telah menciptakan suatu tekhnologi canggih yang dapat mengubah peradaban dunia bersama teman-teman setimnya. Sebuah tekhnologi yang bisa membuat manusia pergi ke bulan karena saat itu keadaan bumi hampir kacau karena banyaknya bencana alam yang terjadi sehingga membuat keadaan bumi makin lama makin memprihatinkan.

Namun naasnya, dia mati dalam kecelakaan dalam perjalanan menuju ke tempat penghargaan yang diberikan oleh pemerintah. Dia mati diusianya yang baru berusia 28 tahun.

Dan sekarang dia harus terjebak dalam tubuh gadis SMA berusia 17 tahun, terlebih akhir kehidupan si pemilik asli begitu mengerikan. Si pemilik asli ditakdirkan mati dibakar oleh pemeran utama pria.

Selina menggelengkan kepalanya kuat, semakin dia memikirkan alur plot novel ini, dia semakin sakit kepala. 

Saat tengah asik-asik berjalan Selina dikagetkan dengan kedatangan seorang lelaki yang tiba-tiba saja menghadang langkahnya.

"Kau? Sedang apa kau ditempat seperti ini?" tanya Selina pada seorang lelaki yang kini berdiri tepat dihadapannya.

Ernest hanya diam, alisnya terangkat sebelah seakan bertanya, "Kenapa? Bukankah ini tempat umum? Jadi ... apa masalahnya aku di sini?" tanyanya balik.

Selina menghembuskan nafasnya pelan, perkataan lekaki yang ada didepannya ini ada benarnya juga. Namun yang membuat Selina heran, kenapa juga dia begitu cepat sembuh? Bukankah seharusnya saat ini lelaki itu masih harus berada di rumah sakit karena lukanya kemarin? Akan tetapi lelaki itu dengan gagahnya berdiri dihadapannya. 

Selina merasa bingung, sebenarnya siapa Ernest itu? Mengapa juga dia bisa cepat pulih? Orang normal pun rasanya tidak akan secepat Ernest dalam memulihkan luka. Akan tetapi Selina memilih untuk tidak peduli, toh apapun itu bukan urusannya.

"Terserah lah, tapi bukankah saat ini kau harusnya berada di rumah sakit? Kenapa kau cepat sekali sembuh?" 

Selina melirik Ernest dari atas sampai bawah, seakan menilai penampilan Ernest saat ini.

Sementara Ernest yang diperhatikan oleh Selina merasa salah tingkah, sekuat tenaga lelaki yang sangat tampan itu memperlihatkan wajah datarnya agar tidak tersenyum. 

"Kenapa kau memperhatikan aku sampai sebegitunya?" tanya Ernest sekali lagi. 

Selina menggeleng pelan. "Tidak, hanya merasa heran, kenapa kau selalu memakai baju serba hitam? Dan gaya pakaianmu kuno sekali," jawab Selina asal, lalu setelah itu dia berjalan melewati Ernest yang masih terdiam di tempatnya.

Sedangkan Ernest terhenyak tak percaya, seumur hidupnya hanya ada satu orang yang berani berbicara kurang ajar padanya, dan lebih parahnya lagi orang itu adalah perempuan. 

Ernest segera pulih, dengan langkah cepat, dia menyusul Selina dan menggenggam tangan mungil milik gadis cantik itu.

Selina berbalik, tanpa aba-aba dia langsung menghempaskan tangan Ernest begitu saja. Lalu kemudian dia menatap Ernest dengan pandangan bertanya.

"Apa maksudmu mengatai gaya pakaianku kuno?" tanya Ernest tak terima. Tentu saja lelaki itu tak terima, dia telah membeli set pakaian ini di salah satu desainer ternama dan gadis kecil di hadapannya ini dengan seenak jidat mengatakan bahwa gaya berpakaiannya ini kuno? Luar biasa sekali.

Selina hanya mendengkus malas. "Ya ... itu hanya pendapatku saja? Mengapa apa kau tak terima?" tanya Selina balik, mata abu Selina bertemu dengan mata hitam sehitam malam milik Ernest. Sesaat, Selina nampak tenggelam di keindahan sang pemilik mata itu. 

"Ya aku tidak terima dan merasa dirugikan, sebagai gantinya kau harus mau aku antar pulang," balas Ernest yang membuat Selina bingung.

Selina mengernyitkan dahinya heran, kenapa juga balasan lelaki itu aneh sekali. "Tidak," jawab Selina singkat, lalu kemudian ia kembali berbalik dan melangkah meninggalkan Ernest. 

"Tunggu, kau harus mau!" kata Ernest tak mau kalah. 

"Ini sebagai biaya kompensasi karena menolongku kemarin," lanjutnya sekali lagi. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status