Prudence menatap Xander dengan gemas. "Aku tidak cemburu!" jawab Prudence. "Setidaknya kalau mau selingkuh tidak di depan aku!" "Macam kamu? Selingkuh saat aku tidak ada di New York?" balas Xander. "Siapa? Aku dan Asha? Itu bukan selingkuh, Xander! Aku tidak ada perasaan apapun dengan Asha! Begitu juga sebaliknya! Beda kamu dan Amelie!" "Oom Erhan telepon kamu juga aku tidak tahu kan? Dengar Pru, kalau kamu cemburu, ya bilang saja! Aku juga tidak suka kamu pergi dengan Asha! Sekarang siapa yang tidak menghormati pernikahan? Aku atau kamu?" balas Xander. Prudence menggelengkan kepalanya. "I hate you!" "I'm not!" balas Xander. "Up to you anak Viking!" Prudence lalu menuju tempat tidur dan naik ke atasnya. Wanita itu menarik selimutnya dan memberikan punggung ke Xander. "Sangat khas cewek! Kalau kalah debat langsung kabur!" ucap Xander. Diam-diam pria itu tersenyum karena Prudence seperti dulu saat mereka masih baik-baik saja. Sebelum dirinya mengejek Prudence soal
Prudence masuk ke dalam kamar hotel dengan tubuh lelah. Dirinya benar-benar merasa ingin mengistirahatkan otaknya apalagi Prudence mendapatkan banyak pengetahuan baru karena dia berusaha memahami semua isi perusahaan Xander. "Kamu capek ya?" tanya Xander saat melihat Prudence mengambil sebotol air mineral dingin. "Otakku adalah otak seniman bukan otak programer," jawab Prudence sambil minum air mineralnya. Xander tersenyum. "Ternyata kita bisa juga tidak ribut ya sehari." Prudence menyipitkan matanya. "Aku capek jadi aku malas menanggapi ucapan kamu." Wanita itu pun berjalan ke kamar mandi. "Kamu mau kemana?" tanya Xander. "Mandi!" Xander tertawa kecil. Pria itu menoleh saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia merasa bingung karena tiba-tiba Amelie menghubungi dirinya. "Ya Ammie?" "Xander. Aku sudah selesaikan semua sesi syuting dan pemotretan untuk komersial kamu," ucap Amelie. "Bagus. Sesuai dengan waktu yang diprediksi.""Bagaimana dengan acara di Stockholm?" tany
"Kan wajar Pru jika kita tidur bersama bukan. Lagipula leher aku bisa tengeng kalau tidur di sofa. Kamu tega?" senyum Xander. Prudence tidak bisa bilang apa-apa karena memang sebenarnya Xander berhak tidur bersamanya karena sudah menikah secara resmi. "Aku mandi dulu, terus kita sarapan, lalu kamu temani aku di acara IT. Biar kamu tahu bagaimana sebenarnya pekerjaan aku." Xander meletakan cangkir kopinya dan berjalan melewati Prudence. Tanpa diduga, pria itu mencium pipi istrinya dan Prudence memekik kaget namun Xander sudah masuk ke dalam kamar mandi. "Anak Viking Sialaaaaannnn!" teriak Prudence kesal. *** Prudence sarapan sambil cemberut karena Xander mencuri ciuman di pipinya. Tapi entah kenapa, dia merasa ini seperti Xander yang dulu. Xander yang usil. Meskipun begitu, Prudence masih tetap tidak percaya ... belum percaya seratus persen dengan Xander. Bisa saja kan dia begitu karena kena sambet arwah kamar hotel mereka. "Kamu marah?" tanya Xander ke Prudence yang makan d
"Aku benci kamu, Xander! Aku sangat membenci kamu! Kamu sudah merebut Sasa!" gumam Prudence sambil terlelap membuat Xander tertawa kecil. "Rupanya kamu sedang mimpi saat masa kita kecil ya? Segitunya kamu membenciku karena Sasa memilih bersama aku dan papa. Rupanya rasa benci kamu ke aku sudah mengakar ya?" gumam Xander sambil terus memandangi wajah cantik Prudence. "Kamu tahu, aku berharap kamu hamil sih sebenarnya karena dengan begitu, aku semakin menolak berpisah dengan kamu," ucap Xander. Pria itu mengulurkan tangannya dan menyingkirkan rambut dari wajah Prudence. Xander masih terus memandangi istrinya. "Aku senang kamu datang ke Stockholm meskipun dengan tujuan berbeda tapi setidaknya kamu disini, bersamaku." Xander lalu berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Xander melihat Prudence masih terlelap dan pria itu pun naik ke atas tempat tidur sambil memandangi wajah Prudence. "Bisakah kita menjalani hubungan pernikahan ini lebih baik Pru? Ak
Xander memandang wajah lelah Prudence dan dia tahu, istrinya tidak sabar untuk berpisah dengannya tapi bagi Xander, perjanjian adalah perjanjian. Xander melihat air mata Prudence membasahi pipinya dan tangannya terulur ke wajah istrinya. "Pru ...." Prudence menepiskan tangan Xander. "Tidak usah ... Aku bisa melakukannya sendiri!" ucapnya dingin. "Tolonglah Pru. Aku besok harus ada pertemuan penting, jadi aku minta jangan berikan aku beban masalah dulu. Aku harus fokus dan ini berhubungan dengan bisnis perusahaan Papa. Aku mohon Pru," pinta Xander. "Kalau begitu, aku akan memesan kamar hotel untuk menginap. Aku tidak mau perusahaan Oom Xavier amburadul." Prudence pun hendak berjalan menuju pintu kamar namun ditahan oleh Xander. Pria itu memegang tangan Prudence. "Buat apa kamu memilih tidur terpisah. Tidur disini saja bersamaku ...." Prudence mendelik. "Maaf, aku akan tidur di sofa," ralat Xander yang tahu istrinya masih trauma. Prudence mengangguk. "Kamu berapa
"Ada apa Pru?" tanya Asha saat melihat Prudence memasukkan ponselnya ke dalam tas pinggangnya. "Xander mau pergi ke Stockholm." "Stockholm? Swedia?" Asha menatap Prudence. "Memangnya ada Stockholm yang lain?" balas Prudence ke sahabatnya. Mereka menyebrangi jalan menuju Central Park yang ikonik sambil bergandengan tangan. Sebelum Prudence menikah dengan Xander, dia terbiasa bergandengan tangan dengan Asha. Kedua orangtuanya pun tahu mereka berdua sangat akrab, baik sebagai sahabat juga seperti kakak adik. "Aku rasa kamu sebaiknya menyusul ke Stockholm, Pru." Prudence menoleh ke Asha sambil memulai acara jalan paginya. "You're kidding." "No, I'm not. Aku tidak bercanda Prudence. Sepatutnya kamu susul kesana. Aku tidak suka dengan kehidupan pernikahan kalian ... Toxic tapi tidak mau menghentikan. Sekarang, apakah kamu hamil?" Asha menatap Prudence serius. "Tidak. Aku sudah test pack." "Kalau tidak, kenapa tidak kamu akhiri saja pernikahan kalian? Perjanjiannya k