Cita-cita Prudence Diaz adalah menikah dengan Erhan Tudor tapi semua itu buyar saat dirinya berusia 12 tahun, Erhan menikah dengan gadis pujaannya. Akibatnya, Pru memilih tidak menikah. Gara-gara pernikahan ayahnya, Pru harus menjadi sepupu dengan Xander Horance, teman masa kecilnya di Semarang yang selalu meledeknya setiap ketemu saat kumpul keluarga karena gagal nikah dengan Erhan. Endingnya, Pru tidak mau datang kalau ada Xander. Namun semuanya berubah total saat Xander dan Pru yang berusia 25 tahun, kedapatan tidur bersama saat sama-sama berlibur ke Mallorca. Akibatnya Xander menghadap Rodrigo bersedia bertanggung jawab karena tidak mau kalau Pru hamil diluar nikah. Bagaimana kehidupan rumah tangga Xander yang seorang programmer IT dan Pru yang seorang pelukis? Apakah mereka akan terus bersama atau berpisah karena keduanya selalu menjadi Tom and Jerry?
View More“Bangun Prudence!”
Prudence pun terbangun dengan kepala pusing dan matanya dipaksakan untuk terbuka hingga akhirnya dia bisa melihat bayangan besar di hadapannya. “Xander?” bisiknya. “Ya! Dan kamu cepat bangun!” Prudence pun bangun dan betapa terkejutnya dia saat tahu tidak ada satu helai benang pun menutupi tubuhnya. Dia telanjang … sangat telanjang. Prudence reflek menutup tubuhnya dengan selimut dan menatap bingung ke arah Xander. “A … apa yang terjadi?” tanya Prudence bingung. “Menurutmu? Kamu tidak bodoh kan situasinya?” Cebik Xander yang langsung mengambil kimono dan masuk ke dalam kamar mandi. Sementara dengan tangan bergetar, Prudence membuka selimut dan melihat ada bercak merah di atas seprai putih dan gadis itu terkesiap. Ya Tuhan! Apa yang terjadi semalam? Keringat dingin mulai terbit di kening dan leher serta punggung Prudence. “Heh! Bangun! Kita kembali ke New York hari ini juga!” hardik Xander dengan galak. “Xander … apa semalam … Kita …?” Mata hijau Prudence menatap panik ke Xander. “Bukankah sudah jelas?” Ketus Xander sembari mengambil ponselnya untuk memesan tiket, “Cepat mandi! Akan aku pesankan tiket ke New York hari ini! Cepat Pru!” hardik Xander sembari mengambil ponselnya untuk memesan tiket. Prudence pun bangun dan merasa bagian intimnya terasa sakit. Perlahan, gadis itu berjalan menggunakan selimut menuju kamar mandi usai mengambil bajunya yang berserakan. Di bawah pancuran air hangat, Prudence menangis dalam diam karena semakin yakin kalau mereka berhubungan seks semalam. Kenapa harus dengan dia? Kenapa harus bersama Xander Horance? Prudence tidak bisa berpikir lagi karena Xander sudah menggedor pintu kamar mandi agar dia cepat. Prudence membilas tubuhnya dan bergegas mengeringkan dengan handuk yang ada di sana. Dia memakai bajunya cepat-cepat dan keluar dari kamar mandi. “Bereskan kopermu! Kita pulang ke New York malam ini!” perintah Xander, “Kita berangkat setengah jam lagi!” Prudence hanya mengangguk. Gadis itu mengambil tasnya dan keluar dari kamar Xander untuk ke kamarnya yang berada di sebelah kamar Xander. Prudence bergegas membereskan semua barang-barangnya dan setengah jam kemudian mereka pun check out dari hotel mereka di Mallorca dan menuju bandara. Sepanjang perjalanan menuju bandara Palma de Mallorca airport, tidak ada percakapan di antara mereka berdua. Prudence malah tidak peduli mereka akan duduk di kelas ekonomi atau kelas bisnis karena dirinya masih merasa syok tentang apa yang dia alami. Xander dan Prudence pun tiba di bandara dan pria itu menarik tangan bebas sang gadis yang masih linglung untuk bergegas ke bagian boarding dan imigrasi. Setelah menyelesaikan semua pemeriksaan, Prudence dan Xander menunggu di ruang tunggu VIP karena bantuan nama keluarga mereka. “Apa … rencana kamu setiba … di New York?” tanya Prudence dengan nada takut-takut dan gugup. “Menghadapi ayah kamu dan menikahi kamu.” Mata Prudence terbelalak, “Apa?” “Iya. Akan aku bilang, aku jatuh cinta padamu dan tidur denganmu dan daripada hamil diluar nikah, aku nikahi saja kamu,” jawab Xander dingin. Mulut Prudence ternganga. “Ba … bagaimana bisa kamu bicara seperti itu Xander?” “Lalu aku harus bilang apa? Kita mabuk lalu bercinta? Sadarlah Pru! Ayahmu pasti lebih tidak terima yang kedua!” balas Xander. Prudence tergagap, “Aku tidak … tidak bisa menikah denganmu, anak Viking!” “Lalu? Kamu mau menikah dengan siapa? Oom Erhan Tudor?” ucap Xander sinis, “Dia sudah menikah, Pru! Apa kamu mau jadi pelakor?” Rasanya Prudence ingin menampar Xander tapi jika begitu, mereka akan ditangkap polisi bandara dan bisa lama lagi pulang ke New York. Lebih parah lagi, mereka ketinggalan pesawat! “Ka … kamu … Kamu jahat!” bentak Prudence. “Tidak, kamu yang sengaja mendekati aku! Kenapa kamu menemui aku di sini?” “Aku ada urusan di Mallorca dan papa tahu kamu di sini. Wajar kan jika kita bertemu karena kita sepupu?” balas Prudence, “Dan juga, papa meminta aku ketemu kamu!” Xander mendengus. “Kalau saja kamu tidak menemui aku, keperawanan kamu masih terjaga.” Mata Prudence tampak berkaca-kaca, “Ini bukan kamu! Kemana Xander yang dulu?” “Xander yang dulu sudah mati!” Prudence terkesiap bertepatan dengan panggilan dari petugas yang memberitahukan pesawat sudah siap dan para penumpang dipersilahkan masuk. Pembicaraan tadi seketika terhentikan karena keduanya segera masuk ke dalam garbarata atau boarding bridge. Prudence bersyukur mereka di kelas bisnis dan dirinya memilih untuk tidur di sepanjang perjalanan menuju JFK Airport. Hanya saja, otaknya masih berusaha mencerna ucapan Xander. Apa maksudnya Xander yang dulu sudah mati? *** bersambung ***"Mau kemana kamu?" Prudence hanya memejamkan matanya sebelum berbalik dan dia memasang wajah tegar ke Xander yang berdiri di area makan sambil membawa gelas berisikan air putih. "Kembali ke studio aku," jawab Prudence. "Malam-malam begini? Kamu gila!" hardik Xander "Ya! Memang!" balas Prudence dengan dagu terangkat. Xander meletakkan gelasnya diatas meja dan berjalan menghampiri Prudence. "Aku melarangmu!" "Daripada disini! Aku tidak bisa tidur!" Xander menatap tajam ke arah Prudence. "Kembali ke kamarmu atau ... kamu mau tidur bersamaku?" Prudence menatap sengit ke Xander. "Aku hanya ingin tidur dengan tenang tanpa harus bangun melihat kamu disini!" Xander tidak menjawab apapun tapi mengambil alih koper Prudence dan menyeret tangan gadis itu ke dalam kamarnya. Prudence berusaha untuk melepaskan cengkraman Xander tapi pria itu lebih kuat. Prudence sedikit terhuyung saat Xander mendorongnya masuk ke dalam kamarnya dan pria itu langsung menutup pintu serta meng
Erhan Tudor tersenyum ke arah Prudence. Pria berusia 40 tahun itu memeluk gadis itu erat. "Selamat ya, Pru. Oom senang kamu akhirnya menikah dengan Xander. Kalian kan sudah kenal dari kecil bukan?" ucap Erhan. "Sama-sama Oom ... Meskipun ini termasuk mendadak," bisik Prudence. "Oom harap kamu bahagia dengan pernikahan kamu." Prudence melepaskan pelukannya. "Aku tidak yakin Oom ...." Erhan menatap wajah sedih Prudence. "Oom tahu apa yang terjadi." Mata hijau Prudence terbelalak. "Oom tahu?" Erhan mengangguk. "Itu bukan kesalahan kamu. Itu kecelakaan dan diluar ekspektasi kalian kan? Apa kamu minum alkohol? Oom tahu kamu tidak bisa mentolerir alkohol." Prudence menggelengkan kepalanya. "Aku sama sekali tidak minum alkohol. Hanya club soda." Erhan mengangguk. "Pasti ada sesuatu yang membuat kalian jadi korban seperti ini." Prudence mengangguk. "Dimana Tante Amber?" Erhan hanya terdiam. "Di London. Oom disini karena ada urusan dengan Burberry dan malah dapat
Pagi ini, keluarga Diaz dan Horance, menghadiri pernikahan sederhana di kantor catatan sipil. Prudence mengenakan gaun pengantin sederhana dari rumah butik Morr sementara Xander mengenakan tuxedo. Para anggota keluarga lainnya yang ada di New York menunggu di sebuah restoran yang sudah dipesan oleh Xavier Horance untuk berkumpul usai pernikahan. Setidaknya sesuai dengan acara pernikahan pada umumnya.Pernikahan Prudence dan Xander hanya sekadar tanda tangan berkas setelah hakim menyatakan mereka sah menjadi suami istri. Xander hanya mencium pipi Prudence saat mereka boleh berciuman. Sama sekali tidak ada mesra di antara mereka berdua, yang ada rasa tertekan di diri Prudence. Setelah resmi menjadi suami istri pun, Xander tidak menggandeng Prudence saat mereka keluar dari gedung kantor catatan sipil di balai kota Manhattan, meskipun ayahnya sudah menegurnya.“Boy, kamu gandeng dong istri kamu,” pinta Xavier gemas dengan putra sulungnya.“Prunya juga tidak mau digandeng sama aku!” bala
Xander dan Prudence membuat surat perjanjian di depan Shana Park Diaz yang masih tidak setuju dengan keputusan gegabah putrinya.Surat perjanjian itu berisikan banyak hal, termasuk memberikan nama belakang Xander jika Prudence hamil dan melahirkan anak itu. Xander juga wajib memberikan biaya bulanan ke Prudence yang sudah disepakati nominalnya. Satu hal yang membedakan, mereka tidak akan tinggal bersama karena Prudence masih mempersiapkan lukisan yang akan dia pamerkan tahun depan. Prudence tidak mau pindah ke Oslo karena studionya di New York dekat dengan lokasi pameran dan dia tidak mau repot-repot memindahkan semua.Xander tidak masalah karena dia jadi tidak perlu melihat Prudence setiap hari. Usai menyelesaikan urusan kontrak pernikahan, Xander pun kembali ke apartemen milik keluarganya dan mereka pun mempersiapkan semua berkas untuk pernikahan di kantor catatan sipil di balaikota Manhattan. Prudence sendiri memilih untuk menyendiri di studionya yang berada beda dua blok dari p
“Tunggu Xander, kamu tetap akan menikahi Prudence? Dengar, ini bukan main-main! Kamu jangan seenaknya!” hardik Rodrigo.“Oom. aku yang merenggut kesucian Prudence!” balas Xander.Prudence yang melihat ayahnya hendak memukul Xander lagi langsung menahan tangan pria paruh baya itu.“Papa, Tenanglah! Biarkan … biarkan aku berpikir …,” pinta Prudence ke Rodrigo.“Sayang, papa hanya ingin yang terbaik untukmu,” ucap Rodrigo sedih. “Papa merasa menyesal tidak bisa melindungi kamu dan ini kesalahan papa yang meminta kamu menemui Xander. Papa kira karena kalian bersaudara sepupu dan di tempat yang sama jadi kenapa tidak. Tidak disangka … Justru papa yang membuat celaka kamu ….”Prudence memeluk ayahnya, “Bukan salah Papa … tidak ada yang salah disini. Bukan papa, bukan aku, tapi memang sudah seperti ini takdir aku.”Rodrigo memeluk erat putrinya dan Prudence merasakan tubuh ayahnya gemetar menahan emosinya. Prudence semakin merasa semakin bersalah karena sudah mengecewakan ayahnya, pria yang
Xander dan Prudence keluar dari pintu kedatangan di bandara JFK New York lalu naik ke dalam taksi setelah menempuh perjalanan panjang di New York. Prudence masih tidak tahu harus bersikap bagaimana karena bagian intimnya masih sakit tapi yang paling sakit adalah hatinya. Prudence tidak menyangka harta yang dia jaga selama 25 tahun ini, akhirnya direnggut oleh pria yang dibencinya dari kecil. Prudence menatap pemandangan dari jendela kaca taksi dan tanpa sadar air matanya mengalir.“Nggak usah mewek! Sudah kejadian juga!” desis Xander ke arah Prudence yang menangis.“Kamu itu tidak mikir apa! Kamu tidak ada bekasnya! Aku ada bekasnya!” balas Prudence.“Tapi kalau kamu tidak datang, kamu aman!”Prudence menatap Xander dengan tatapan terluka dan air mata. “Aku juga tidak mau bertemu denganmu! Papa yang – ““-- kan kamu bisa tolak permintaan Oom Rodrigo!” potong Xander.“Xander, Papa tahu kita berada di lokasi yang sama! Jadi jangan salahkan Papa!” balas Prudence.“Jadi semua itu salahm
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments