Share

Dua

Penulis: Catish13
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-17 19:06:24

Aku tidak bisa berkomentar apapun. Bahkan, tubuhku membeku begitu mendengar jawaban lelaki berambut hijau ini.

"Kami Calon Pilar Historian."

Kalau boleh aku memaki, aku akan melakukannya. Tapi, rasanya sungguh tidak sopan jika aku melakukannya di hadapan orang-orang calon pahlawan di masa depan.

Mereka berempat sedang melakukan pelatihan di bawah bimbingan dua Pilar Historian saat ini, yaitu Joanne dan Cedric. Lalu, Saintess Serena yang melayani Historian III Gavril meberitahu bahwa ia diberitahu oleh Dewi yang memberkatinya tentang musibah akan menimpa pasukan yang pergi ke dungeon di Leymar. Karena itulah, mereka berempat memutuskan untuk pergi memberikan bantuan.

Keempat Calon Pilar Historian ini adalah orang-orang terpilih yang datang dari berbagai daerah. Alaric yang betambut hijau ini adalah Pangeran III Kerajaan Sevelstan. Lalu, lelaki berambut perak adalah Kaladin dari Kerajaan Beslama yang merupakan Penyihir Agung dari Menara Cahaya Amulael. Sementara itu, perempuan satu-satunya yang ada di kelompok ini adalah Nymeria dari Kerajaan Alinzan yang sama denganku, namun ia lahir dan besar di Ibu Kota Ishlunande dan memiliki pekerjaan sebagai mata-mata dan pembunuh bayaran dari Guild Swords & Wands, guild yang sama dengan Ibu dan Ayah bekerja. Terakhir, lelaki berbadan besar bak beruang yang bernaa Hadeon adalah mantan Ketua Pasukan Singa Gurun dari Kerajaan Balantia.

Intinya, mereka berempat adalah orang-orang kuat.

"Jadi, kamu Penyihir Kegelapan? Kapan sihirmu bangkit? Kamu masih 10 tahun. Rata-rata, sihir bangkit mulai umur 12 tahun," tanya Alaric.

Kuda-kuda kami berpacu dengan sangat cepat sampai suara hujan dan angin seperti menutupi seluruh telingaku. Tapi, untunglah Alaric berbicara dengan cukup keras. "Dari kecil. Kata Ibu, sudah dari umur 3 atau 4 tahun. Ibu saya Penyihir Kegelapan dari Guild Swords & Wands. Ayah saya petualang di sana juga."

"Wah!" seru Nymeria yang berkuda di belakang kami. Hebat sekali ia bisa mendengar ucapanku, padahal suaraku tak keras seperti Alaric. "Berarti dia seniorku. Siapa nama mereka?"

"Tommy dan Marianne Nevrione."

"Hah?! Kamu serius?! Mereka adalah Petualang Kelas SS. Mereka kebanggaan kami!" tanggap Nymeria dengan sangat antusias.

Aku tahu kehebatan Ayah dan Ibu saat mereka masih muda. Bahkan, aku tahu bahwa Ayah adalah anak bungsu dari seorang bangsawan yang memilih untuk melepas nama keluarganya dan mendapatkan nama keluarga sendiri karena prestasinya sebagai petualang dan diakui di kerajaan ini. Karena itu, tidak aneh jika Nymeria mengenal mereka.

Ayah dikenal sebagai ahli pedang besar di guild itu, sementara Ibu dikenal sebagai Penyihir Kegelapan yang sikapnya sangat dingin sehingga dipanggil Ratu Es. Lalu, kisah cinta mereka begitu terkenal dan bahkan dijadikan sebagai cerita pertunjukan boneka di jalanan. Meski orang-orang tahu nama dan prestasi mereka, tapi tidak semua tahu bagaimana wajah mereka.

Kehebatan mereka inilah yang membuat mereka dipanggil untuk membantu Historian III.

"Lalu, bagaimana kalau ramalan itu menjadi kenyataan? Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Alaric dengan suara yang lembut, tapi tetap terdengar sangat jelas. Aku tidak tahu bagaimana ekspresinya, karena terlalu gelap. Tapi, sepertinya dia mengkhawatirkanku.

Pertanyaan Alaric tentu sudah berkali-kali terlintas di kepalaku. Namun, sulit sekali untuk menemuka jawabannya. Padahal, aku yang dulu bisa hidup sendiri meski sakit-sakitan. Seharusnya, kali ini pun aku bisa baik-baik saja. Tapi, ini adalah pertama kalinya aku merasakan hidup bahagia bersama orang tua. Tak kusangka, itu hanya berlangsung selama 10 tahun. Sampai aku berpikir, mungkin aku memang ditakdirkan untuk tidak bisa berbahagia bersama kedua orang tuaku.

Meski begitu, ada satu jawaban yang sudah pasti. "Saya hanya perlu melanjutkan hidup tanpa mereka. Saya yakin, itu yang mereka inginkan."

***

Aku memang berbicara seperti itu dengan amat sangat tenang, seakan sudah yakin. Tapi, begitu dihadapi kenyataan, aku merasa seperti dipukuli habis-habisan dengan tangan kosong. Otakku langsung berhenti bekerja saat itu. Bahkan, rasanya aku seperti tak bernyawa lagi.

"Aisha?"

Pundakku digoyangkan dengan pelan. Mataku berkedip cepat dan aku pun segera tersadar. "Ternyata, saya tidak bisa mengubah masa depan." Aku pun medongak, menatap Kaladin yang perlahan merendahkan tubuhnya untuk mensejajarkan tinggi kami. "Lalu, untuk apa saya harus meramalkannya? Saya tidak bia menyelamatkan Ayah dan Ibu, Tuan Historian, dan kedua Pilar-nya."

Kaladin mengelus-elus kepalaku. "Tidak ada kematian yang bisa dihindari. Kematian adalah takdir."

Memang semua hal yang terjadi di dalam hidup adalah takdir, namun dari semua itu hanya takdir kematian yang tidak bisa dihindari maupun dicegah. Jika sudah waktunya, maka sesuatu yang bernyawa pun akan mati. Baik di kehidupanku yang sekarang, maupun yang lalu, peraturan hidup ini tetaplah sama.

Anehnya, meski Ayah dan Ibu telah meninggal dalam tugasnya bersama seluruh pasukan Historian III, sama sekali tak tertinggal jejak keberadaan mereka di hutan itu. Suasana tetap terlihat tenang, bahkan seperti hutan pad umumnya. Sepertinya, kekuatan Iblis Belzeebub benar-benar mengerikan. Aku tak bisa membayangkan, bagaimana Kaladin, Alaric, Nymeria, dan Hadeon harus menaklukkannya nanti. Kini, mereka sudah menjadi Pilar Historian. Mereka hanya perlu mencari siapa yang terpilih menjadi Historian IV yang harus mereka layani.

"Lalu, apa yang mau kamu lakukan sekarang?" tanya Kaladin.

"Saya akan kembali ke desa untuk menyampaikan kabar ini. Setelah itu, saya mungkin akan melanjutkan usaha Ibu yang mejual obat-obat herbal. Atau, mungkin ... entahlah. Saya belum bisa menentukan. Ini semua terlalu mendadak." Aku terkekeh-kekeh usai menjawabnya. "Lalu, apa kalian akan tetap di sini untuk beberapa hari?" Aku harus mengalihkan topik, karena ekspresi Kaladin terlihat seperti ia akan menangis.

Kaladin tak langsung menjawab, seakan ia sedang memantapkan hati. "Bagaimana kalau kamu ikut kami ke Pulau Tolava. Di sana, kamu bisa bekerja di biara sambil belajar. Kamu juga bisa membantu tabib, kalau kau sudah terbiasa membuat obat-obatan herbal. Bagaimana?"

Tentu saja tawarannya sangat menggiurkan. Tapi, aku yang tidak punya apa-apa ini pasti hanya akan menyusakannya dan yang lainnya. Aku pun masih 10 tahun, meski aku sudah hidup 27 tahun jika ditambah dengan lama aku hidup di kehidupan sebelumnya. Karena itu, alangkah baiknya jika aku tidak menyusahkan siapapun untuk saat ini. Aku pun masih membutuhkan waktu untuk memantapkan hati dan menata kembali pikiranku.

"Terima kasih, Tuan. Tapi, saya harus kembali ke Elsira. Ada banyak hal yang masih harus saya lakukan." Aku pun tersenyum padanya, berharap senyumku bisa menenangkannya yang mengkhawatirkan dan memikirkan nasibku ke depannya.

Kaladin mengangguk. "Kami akan mengantarmu. Karena itu, maukah kamu menunggu dengan bermalam di Leymar satu malam?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Baik. Terima kasih, Tuan."

Selagi keempat Pilar itu memeriksa dan menyelidiki kejadian yang menimpa Historian III dan seluruh pasukannya, aku menginap di sebuah penginapan kecil milik sebuah keluarga yang juga membuka usaha restoran. Memang ini bisa disebut kota, karena lebih maju dibanding Elsira. Namun, kota terpencil seperti ini tentu tidak bisa menarik orng-orang untuk berkunjung, sehingga hanya ada satu penginapan di sini. Namun, aku yakin, begitu kabar tentang Dungeon Belzeebub ini telah membunuh Historian III dan seluruh pasukannya, Leymar pasti akan menjadi salah satu destinasi di Alinzan yang akan didatangi setiap petualang dan penyihir.

Bahkan, aku pun sudah bertekad bahwa aku akan mejadi petualang dan menaklukkan dungeon ini untuk membalaskan dendam kematian Ayah dan Ibu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Dua Puluh Satu

    Pangeran III Aleoth de Alinzan adalah orang yang diam namun meghasilkan segudang prestasi dalam membantu pekerjaan negara Raja Alinzan. Orang yang terkenal ramah dan disukai semua bangsawa wanita se-Alinzan. Banyak rakyat jelata yang mendukungnya dengan sifat dan keloyalitasnya itu. Aku yakin, dia memang menginginkan takhta raja, karena itu dia sengaja membuat dirinya terkenal di sana-sini.Pangera Aleoth tidak pergi sendiri, melainkan ditemani tangan kanannya sekaligus pemimpin pasukan kesatria miliknya, Hildo. Namun, Hildo inilah yang sebenarnya menjadi target perhatianku, karena meski dia tampak seperti manusia, tapi di mataku dia terlihat seperti Bangsa Iblis, mirip dengan salah satu pelayan di kastel ini. Menurut penjelasan Historia III, ciri-ciri Bangsa Iblis sangat khas, seperti telinga runcing, mata merah, dan mayoritas berkulit pucat."Suatu kehormatan bagi Alinzan, saya bisa berbicara spesial seperti ini dengan Anda, Nona Historian," tutur Aleoth dengan manis dan senyum bisn

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Dua puluh

    Strategi untuk mendapatkan simpatu sekaligus lepercayaan pun berhasil. Orang-orang memang akan menilaiku sangat tinggi, karena aku seorang Peramal da anak dari seorang Penyihir Kegelapan berdarah Zoferine dan Swordmaster berdarah Chervenlott. Meski entah aku bisa memenuhi ekspektasi mereka atau tidak, tapi untuk saat ini aku sudah mendapat sedikit kepercayaan mereka. Aku hanya harus berusaha maksimal dan membuktikan kemampuanku.Tapi, ada satu masalah baru lagi yang harus dihadapi oleh seorang Historian. Dan, itu sudah diperingatkan oleh Historian-Historian sebelumnya."Yang Mulia, ini anak sulung saya. Umurnya suda 18 tahun. Kami akan mengirimkan undangan resmi untuk Yang Mulia agar bisa minum teh bersama dengan anak saya."Yah, kurang lebih, kalimat-kalimat itulah yang aku dengar hampir di setiap keluarga tamu kehormatan yang aku datangi untuk berkenalan. Ya, itu adalah cara untuk mencari jodoh. Entah sejak kaapan, tapi Historian III Gavril menganggap bahwa pesta-pesta yang akan di

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Sembilan belas

    Satu per satu orang-orang dari berbagai kerajaan datang menghampiri untuk memberi salam. Aku merasa seperti kaisar yang paling berkuasa, padahal hanya orang yang diutus Tuhan sebagai pencatat sejarah dunia dan membawa perubahan. Apalagi, aku hanya perempuan yang lahir dan besar selama 15 tahun tanpa tahu etika bangsawan. Meski di total dengan kehidupanku sebelumnya, umurku memang sudah 32 tahun. Tapi, tetap saja, pebampilanku yang seperti ini tak ada apa-apanya dibanding orang-orang hebat penguasa negara di hadapanku.Selaa hampir dua jam aku merasakan ketegangan setiap para penguasa kerajaan menghampiri dan mempersembahkan upeti sebagai bentuk penghormatan dan permohonan perlindungan dan kebijaksanaan. Bangku kebesaran yang aku duduki ini terasa berduri, menyiksa sekali. Kalau aku seorang pembuat onar, aku pasti sudah berdiri dan kabur begitu saja.Dan, akhirnya aku pun bisa berdiri. "Terima kasih, kepada seluruh tamu kehormatan yang telah hadir pada hari ini. Saya, mewakili keempat

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Delapan belas

    Malam keempat perjalanan kami, Lory pingsan dan demam tinggi. Inginnya kami beristirahat, tapi kami dikejar waktu. Terpaksa, kami tetap melanjutkan perjalanan meski kondisi Lory sangat mengkhawatirkan. Namun, aku tahu alasan Lory seperti ini. Semua karena Kekuatan Suci miliknya akan bangkit.Tepat malan sebelum kami tiba di Talova, Lory sadar dan kondisnya amat sangat baik-baik saja. Aura emas miliknya sudah padat dan pekat, alirannya pun stabil. Namun, satu hal yang membuat kami tidak bisa berhenti cemas."Pada malam penobatan, akan datang sesosok Iblis untuk menemui Aisha," kata Lory begitu ia bangun. Sepertinya, ia diperingatkan oleh Tuhan dan Dewa-Dewi. Layaknya ramalan, pesan dari Tuhan dan Dewa-Dewi biasanya datang di luar keinginan.Dan, saat ini aku sedang bersiap-siap untuk penobatan. Aku bahkan dibangunkan subuh saat langit masih segelap lanngit ketika kami tiba di kastel. Para pelayan begitu bersemangat untuk mendandaniku, sampai aku terkantuk-kantuk karena proses mereka men

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Tujuh belas

    Kalau diperhatikan, Lory bukanlah orang kaku yang sangat teguh pada sesuatu. Pada kenyataannya, dalam perjalanan kami meninggalkan desa dengan kereta kuda pemberian warga Amaya, Lory terlihat sangat tak nyaman dan canggung. Daripada elang, dia mirip kakatua yang menggemaskan."Kamu bisa bersikap lebih santai, Lory. Keempat Pilar saja tidak sekaku kamu. Yah, jangan lihat Kala. Dia seperti itu karena bayara atas sihir besar miliknya," ujarku tenang dan mencoba untuk membuat Lory sedikit lebih santai, disusul kekehan.Lory menatapku agak lama, lalu ia menunduk dan tampak ragu. "Apakah benar saya saintess? Saya ... bukan orang baik."Aku terdiam sejenak sambil menatapnya. Padahal, aura emasnya menguar-nguar dengan kuat, lebih kuat daripada milik Saintess Elanora. "Kalau sepenglihatanku, kamu memiliki Kekuatan Suci yang lebih kuat dari Saintess Elanora. Entah apa masa lalumu, tapi masa kini juga penting. Kalau kamu sadar bahwa kamu bukan orang baik di masa lalu, itu artinya kamu sudah menj

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Enam belas

    Aku berseru bukan karena aku mengenal Ratu Lebah yang mereka sebut. Aku berseru karena aku yakin dengan ingatanku, bahwa Ayah dan Ibu pernah menyebut nama itu ketika menceritakan salah satu pengalaman mereka. Aku tidak benar-benar tahu sosoknya, tapi aku yakin itu adalah iblis yang sama dengan yang pernah Ayah dan Ibu hadapi sebelum aku lahir."Kamu mengenalnya, Sha?" tanya Deon.Aku menggeleng. "Tidak, tapi sepertinya itu iblis yang sama dengan yang pernah Ayah dan Ibu hadapi sebelum aku lahir," jawabku. "Lalu, apakah kalian memang diperintahkan untuk menyerang kami?" tanyaku, kini kembali menatap kedua perampok babak belur itu.Mereka mengangguk. "Kami berani bersumpah, kami hanya disuruh menyerang ketika kau melewati jalan ini. Begitu kami mendapatkanmu, kami disuruh membawamu ke Ulzcak.""Hm? Aku?" tanyaku heran. Kedua lelaki itu saling bertatapan, lalu mengangguk. "Kami disuruh menangkap perempuan bernama Aisha yang memiliki rambut merah keemasan dan mata berwarna hijau kekuning

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Lima belas

    "Standznel!" Rasanya seperti jiwaku turut tersedot keluar melalui telapak tangan yang kuarahkan ke kuda-rusa yang terus-menerus menyerang seakan tak kenal lelah. Padahal, tubuhnya sudah terluka di sana-sini. Kaki kanan belakangnya pun telah putus hingga dia berdiri dengan tiga kaki. Satu tanduknya pun telah hancur. Dia benar-benar meyedihkan, harus hidup dalam kendali orang yang sama sekali tidak menyayanginya. Karena itulah, aku merapal mantera pengambilalihan. Dengan begitu, aku bisa menggunakan sihir 'Sumnumoir' untuk menidurkannya selamanya.Ini pertama kalinya aku menggunakan Sihir Pengambilalihan. Aku tidak tahu bahwa akan setersiksa dan semenyakitkan ini. Saking sakitnya, aku hanya bisa menggertakkan gigi sekuat-kuatnya. Dan, sepertinya sesuatu telah mengalir dari hidungku. Sudah pasti itu darah. Aku sampai sememaksa ini."Sha, hentikan. Kamu sudah mencapai batasmu," ujar Kala dengan berseru, sebab jarak bertarung kami agak berjauhan.Aku menggeleng, tak sanggup menanggapi uca

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Empat belas

    Siapapun itu tahu. Ketika seorang saintess baru telah muncul, maka saintess sebelumnya akan menghadapi kematiannya. Meski tidak aneh dan memang sudah sewajarnya hal seperti itu terjadi. Namun, tentu saja, kesedihan tidak bisa disembunyikan. Bagiku yang baru mengenal Saintess Elanora, tentu tidak akan merasakan kesedihan yang sama seperti yang dirasakan keempat Pilar yang telah mengenal Saintess Elanora lebih lama.Sejak aku mengatakannya, suasana menjadi terasa berat dan sangat menyesakkan. Aku mungkin seperti orang yang tidak berperasaan, tapi aku melakukannya sesuai permintaan Nona Elanora. Aku hanya bisa diam, menunggu dengan sabar sampai keempat Pilar ini dapat menerima kenyataan, seperti mereka menerima kenyataan kematian Historian III Gavril dan kedua Pilarnya yang tewas di Dungeon Belzeebub."Apa tidak ada pesan dari Nona Elanora?"Aku yang sedang melamun menatap ke luar jendela kereta kuda untuk menghalau kebosanan pun menoleh menatap Nym, Pilar yang menemaniku kali ini. "Tida

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Tiga belas

    Dari Pulau Talova, kami harus menyeberangi lautan selama setengah hari untuk tiba di Kerajaan Baslama, sebelum kami harus berkuda berhari-hari ke Kerajaa Tatvan. Sungguh, ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Aku hanya bisa berharap tak akan ada hambatan dalam perjalanan kami, karena waktu yang kami miliki benar-benar terbaras.Perjalanan dengan berkuda sepertinya akan memakan enam hari jika kami mempersempit waktu istirahat. Entah bagaimana kami bisa membawa saintess itu, tapi kami harus bergegas kembali ke Talova dalam waktu kurang dari sehari setelah tiba di Amaya. Rasanya gemas karena terburu-buru seperti ini. Tapi, aku harus terbiasa. Historian dan Pilar bisa saja secara tiba-tiba harus melakukan perjalanan berhari-hari.Sebagai kota terujung di Dartan Barat, Kota Abuka menjadi kota perdagangan terbesar di Daratan Barat. Kerajaan Baslama adalah kerajaan terbesar yg menguasai perdagangan di Telluris ini. Selain karena wilayah mereka yang subur dan bagus u

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status