Sudah 10 tahun sejak aku terlahir di dunia asing yang disebut Telluris ini. Selama 10 tahun ini, aku mempelajari banyak hal baru yang tidak ada di kehidpanku sebelumnya, terutama tentang sihir, monster dan Bangsa Iblis yang sudah ratusan tahun mencoba menguasai Telluris. Karena itu, ada seseorang yang disebut Historian.s
Sesuai artinya, Historian adalah orang yang mencatat sejarah. Namun, Historian di Telluris ini adalah sebutan untuk orang yang dipilih oleh Tuhan untuk menerima perlindungan dan berkat dari Dewa atau Dewi yang ditunjuk-Nya agar manusia terpilih itu dapat menyelamatkan Telluris dan seluruh isinya dari Bangsa Iblis. Dan, Historian ini akan didampingi dan dibantu oleh orang-orang pilihan yang disebut Pilar Historian yang juga akan mendapatkan berkat dari Dewa-Dewi sesuai perintah Tuhan."Jadi, Ayah dan Ibu benar-benar harus pergi membantu Historian dan Pilar ke Leymar?""Maaf, Nak." Ayah merendahkan tubuhnya di hadapanku, lalu tangannya yang besar dan kasar itu membelai wajahku dengan lembut. "Kami janji akan kembali secepatnya." Dan, ia pun menarik tubuhku untuk mengecup keningku dan memelukku setelahnya.Tangan kecil dan hangat yang mendarat di atas kepalaku adalah tangan Ibu, sangat khas. "Ini permintaan Historian, dan kami pun masih berstatus petualang. Permintaan Historian tidak bisa ditolak. Kamu tahu, bukan, kalau itu sama saja seperti menolak perintah Tuhan?" tutur Ibu dengan lembut. "Kami janji tidak akan lama."Aku mengangguk dengan kepala menunduk. "Hati-hati." Lalu, perlahan aku mengangkat kepala dan tersenyum pada mereka. Semalam, aku sudah bertekad untuk mengantar mereka dengan senyum. Tapi, itu benar-benar sulit. "Cepatlah kembali.""Iya." Ayah mengusap kepalaku, lantas berbalik sambil merangkul pinggang Ibu dan masuk ke dalam kereta kuda yang datang menjemput Ayah dan Ibu yang turut membawa rombongan petualang lainnya menuju Leymar.Jujur, firasatku buruk.Langit begitu mendung sore ini, tampak semakin meresahkan, apalagi dengan kilat-kilat di balik awan mendung itu yang seakan saling berkejaran. Perasaanku semakin tidak tenang. Nafsu makanku pun menurun, padahal Bibi Rona sudah mebawakan gratin jamur kebanggaannya yang jauh lebih enak dibanding buatan Ibu. Tapi, satu suap pun tidak bisa kutelan. Aku benar-benar cemas dan ketakutan, gelisah tanpa sebab.Hingga akhirnya, aku tertidur tanpa aku inginkan.***Seperti berada di dalam mimpi, tapi anehnya aku sadar ini adalah mimpi, namun aku tidak bisa bangun dari tidurku.Ruangannya gelap gulita, tak terlihat jelas di mana ujung ruangan ini berada. Aku hanya berputar di tempat untuk mengamati, tapi tak menemukan petunjuk apapun tentang hal yang terjadi padaku ini. Namun, aku ingat ketika Ibu mengajarkanku tentang sihir. Bahwa, Penyihir yang memiliki Sihir Ramalan akan melihat ramalan itu dalam berbagai bentuk, entah itu mimpi atau adegan yang muncul sekilas di depan mata.Jadi, aku rasa ini adalah Ruang Ramalan-ku.Tapi, tentu ini aneh. Sebab, Ibu maupun Ayah selalu menegaskan bahwa tidak ada satu orang Penyihir-pun yang bisa memiliki lebih dari dua sihir. Ibu dan Ayah pun sudah sangat terkejut ketika tahu aku bisa menggunakan Sihir Bayangan dan Sihir Kutukan.Aku tidak tahu apa yang akan Ibu dan Ayah katakan jika aku memiliki sihir ketiga."Tom!"Itu suara Ibu, aku yakin. Aku langsung memutar badan mengarah ke arah suara itu datang. Lalu, seperti layar bioskop, aku melihat Ibu tengah berlutut di tepi jurang sambil mengulurkan tangannya dan terus-menerut meneriakkan nama Ayah, "Tooom!!"Pilu sekali mendengar Ibu meneriakkan nama Ayah seperti itu. Aku pun turut merasakan perasaan itu dan bercampur takut. Rasanya ingin cepat-cepat keluar dari ruangan ini dan pergi menyusul Ibu dan Ayah untuk mencegah kejadian di masa depan.Tapi, aku tidak bisa. Aku masih terjebak, karena aku masih harus menonton adegan masa depan."Tuan Gavril, awas!"Seperti waktu telah berlalu, tiba-tiba Ibu menyerukan nama Historian III sambil berlari dan melompat ke arah pria yang tampa sedikit lebih tua dari Ayah. Namun, meski Ibu mencoba melindungi Tuan Gavril, pada akhirnya mereka berdua tewas begitu saja akibat serangan api biru yang menyembur bak air pemadam kebakaran. Tak ada sisa tubuh mereka.Dan, akhirnya semua rombongan untuk penaklukan Dungeon Beelzebub itu pun tak ada yang selamat.***"Sial!"Aku bergegas berlari ke dalam kamar untuk mengemas barang-barang berharga. Sudah tidak ada waktu, meski aku tak tahu kapan bencana itu akan terjadi. Namun, aku harus bergegas.Sudah 5 jam sejak Ibu dan Ayah meninggalkan Elsira menuju Leymar. Itu artinya, sebentar lagi mereka akan tiba dan langsung bersiap-siap masuk ke dalam dungeon. Mereka akan mendirikan tenda di sekitar dungeon tanpa mereka ketahui bahwa tepat mereka mendirikan tenda itu sudah berada di dalam dungeon. Dan, pintu sebenarnya dari dugeon itu adalah pohon besar tak berdaun yang ada di ujung Leymar.Tidak ada waktu untuk meminta izin, apalagi berpamitan. Jadi, setelah meninggalkan secarik surat permintaan maaf pada Bibi Angela yang memiliki tiga ekor kuda, aku pun bergegas meninggalkan Elsira dengan berkuda, bertepatan dengan hujan yang akhirnya turun dengan amat sangat deras bersama kilat yang menyambar ke tanah. Meski aku takut, tapi aku tidak boleh lemah. Aku sudah bukan Aisha yang dulu.Sejak hidup sebagai Aisha di Telluris ini, aku merasa bahwa ini adalah 'aku' yang sebenarnya, membuatku semakin bersemangat dalam menikmati hidup. Aku pun tak sungkan-sungkan menggunakan pengetahuanku di masa lalu untuk bisa hidup lebih nyaman bersama warna Elsira, hingga aku sampai disebut jenius. Aku benar-benar merasa hidup pada akhirnya."Hiyah!" Aku menghentakkan tali kendali dengan kuat, kuda coklat ini pun menambah keceptannya berlari.Sejujurnya, aku takut kami terperosok karena tanah yang licin akibat hujan, juga jarak pandang yang dekat akibat hujan deras dan kabut yang mulai turun. Dan, ketakutanku terjadi ...SRAKKKK!"Akh!" Aku terpental karena terlepas dari pelana kuda. Kuda pinjaman ini pun terguling-guling setelah menyandung batu. "Aduh ..." Keluhku sambil berusah untuk berdiri. "Kamu baik-baik saja, Kuda?" Aku pun berjalan pincang ke arah kuda yang hanya berposisi duduk setelah menyerah berusaha berdiri. "Ah, maafkan aku." Ternyata, kaki depannya patah."Hei!"Aku tersentak kaget mendengar seruan seorang laki-laki dari lereng atas. Aku pun mendongak, lalu melihat sebuah bola cahaya bergerak naik dan membuatku dapat melihat siapa yang memanggilku."Kau tidak apa-apa?" tanya lelaki berambut hijau yang duduk di atas kuda abu-abu. "Astagah! Apa kau kabur dari rumah?"Aku pun berdiri menghadap mereka yang ada di atas sana. "Tolong bantu saya. Saya harus pergi ke Leymar. Orang tua saya, juga Tuan Gavril dan rombongannya aka dalam bahaya. Saya mohon!""Kau bilang apa?!" seru seorang wanita dengan rambut merah dan mata sekuning madu. Dia melompat turun dari kuda coklatnya, lalu dengan lincah menuruni lereng dengan merosot dan melompat. Dia langsung mencengkram pundakku. "Apa maksudmu, hah?"Aku menatap matanya yang indah itu. "Saya bisa meramal masa depan. Baru saja saya melihatnya ... melihat semua orang yang pergi ke dungeon di Leymar akan lenyap oleh Iblis Beelzebub," jelasku cepat. "Kita tidak punya waktu lagi. Begiti mereka melewati pohon tua tidak berdaun di ujung Leymar, mereka akan masuk ke dungeon itu."GREP!"Kyaa!" spontan aku berseru kaget, karena perempuan itu tiba-tiba mengangkat tubuhku dan menggendongku seperti menggendong karung. "Ba-Bagaimana dengan kuda saya?" tanyaku, ketika perempuan ini memanjat lincah lereng itu untuk kembali ke rombonganya."Kaladin!" seru perempuan itu ketika kami berhasil sampai ke atas lereng.Laki-laki dengan rambut dan mata perak pun turun dari atas kuda putihnya. Dia merosot turun tanpa takut terjerebab. Setelah sampai di bawah, ada cahaya yang berpendar di dekat Kuda. Dan, tiba-tiba saja Kuda pun berdiri dan berbalik, kemudian berlari pergi."Kuda itu akan kembali ke rumahnya. Sekarang, kita harus ke Leymar," kata lelaki berambut hijau tadi begitu lelaki bernama Kaladin tiba di dekat kudanya. "Jadi, siapa namamu, Nona Kecil?" tanyanya sambil menunduk untuk menatap wajahku.Aku yang duduk di depannya di atas kuda abu-abu ini pun tersenyum. "Aisha."Aku tidak bisa berkomentar apapun. Bahkan, tubuhku membeku begitu mendengar jawaban lelaki berambut hijau ini. "Kami Calon Pilar Historian."Kalau boleh aku memaki, aku akan melakukannya. Tapi, rasanya sungguh tidak sopan jika aku melakukannya di hadapan orang-orang calon pahlawan di masa depan.Mereka berempat sedang melakukan pelatihan di bawah bimbingan dua Pilar Historian saat ini, yaitu Joanne dan Cedric. Lalu, Saintess Serena yang melayani Historian III Gavril meberitahu bahwa ia diberitahu oleh Dewi yang memberkatinya tentang musibah akan menimpa pasukan yang pergi ke dungeon di Leymar. Karena itulah, mereka berempat memutuskan untuk pergi memberikan bantuan.Keempat Calon Pilar Historian ini adalah orang-orang terpilih yang datang dari berbagai daerah. Alaric yang betambut hijau ini adalah Pangeran III Kerajaan Sevelstan. Lalu, lelaki berambut perak adalah Kaladin dari Kerajaan Beslama yang merupakan Penyihir Agung dari Menara Cahaya Amulael. Sementara itu, perempuan satu-sat
Wajah keempat Pilar terlihat sangat buruk ketika mereka kembali ke penginapan. Bukan hanya karena kelelahan melakukan penyelidikan, tapi juga kesedihan karena ditinggal oleh kedua Pilar sebelumnya yang telah mengajar dan mendidik mereka. Mereka yang mengenal sosok Historian III pun pasti juga sedih.Padahal, aku yakin mereka belum siap mengemban tugas berat sebagai Pilar Historian. Mereka bahkan hany berbeda 5-7 tahun denganku, masih muda. Mereka pun pasti belum sepenuhnya mempelajari tugas Pilar Historian.Namun, yang lebih menyedihkan adalah posisi Historian IV yang entah akan jatuh ke tangan siapa. Buku catatan sejarah yang dimiliki Historian secara turun-temurun pun menghilang, tidak ada jejaknya. Tapi, kata Kaladin, buku itu pasti masih berkondisi baik. Buku yang disihir oleh Historian I dan Pilar satu-satunya miliknya itu kabarnya tidak bisa dihancurkan oleh sihir apapun, tidak akan rusak meski terendam air, bahkan dijamin masih utuh dan baik-baik saja meski telah melewati hal b
Ketika aku membuka mata, ternyata aku berada di dalam kamar yang asing, terbaring di atas kasur yang tentu saja tidak seperti kasur yang aku kenal. Aroma ruangan ini pun sangat berbeda. Aku tahu bahwa aku masih ada di rumah Paman Jaden saat itu. Jadi, setelah merasa lebih baik, aku pun berpamitan pergi meski Paman Jaden dan Bibi Juvia tidak mengizinkanku. Aku ingin pulang ke rumah meski tidak ada Ayah dan Ibu di sana.Sampai di rumah, tentu saja rasanya sangat hampa, sampai rasanya tidak berani menginjakkan kaki untuk masuk ke dalam rumah. Tapi, berkat menangis kemarin, aku sudah merasa lebih baik dan sudah bisa menerima kenyataan bahwa aku telah menjadi anak yatim piatu. Lagipula, aku juga tetap harus kembali ke rumah ini. Aku harus merapikan barang-barang Ayah dan Ibu, lalu bersiap-siap untuk pergi.Pergi? Benar.Ketika berjalan pulang dari rumah Paman Jaden, banyak penduduk yang menyapaku dan berusaha untuk menghiburku. Tentu saja aku sangat berterima kasih, karena berkat kebiakan
Gunung Corova adaah gunung salju yang cukup berbahaya. Selain karena cuaca yang sering tak tentu, juga monster-monster yang hidup di sana. Monster-monster itu pun kerap turun ke Elsira untuk mencari makan, tak aneh jika ada satu-dua orang yang tewas. Meski begitu, kata Ayah dan Ibu, sejak mereka tinggal di sana, monster-monster tidak lagi datang ke desa. Itu karena mereka rutin melakukan pembasmian untuk menekan jumlah populasi monster. Hal inilah yang membuatku tak takut meski bertemu monster, seperti saat ini.Monster yang ada di gunung ini mayoritas adalah monster-monster yang hidup berkelompok, mulai dari furian goblin alias goblin berbulu, rubah salju eisbergh, hingga fenrir. Tapi, biasanya fenrir tidak suka manusia, sehingga mereka memilih hidup jauh di puncah gunung atau di sisi lain gunung yang jauh dari pemukiman. Goblin berbulu adalah monster yang wajar ditemui dan dihadapi di gunung ini. Tapi, bisa-bisanya aku malah bertemu seekor fenrir putih bermata merah.
Kami -- aku, Ash, dan kudaku -- pun berhasil turun dari Gunung Corava tepat sebelum badai salju ekstrem terjadi. Bukan hanya aku, tapi Ash dan kudaku juga terliht tegang ketika kami bergegas menuruni gunung dengan badai mengejar kami dari belakang.Dua tahun lalu, Ayah pernah mengajakku untuk berkemah di Hutan Neathy ini selama tiga malam. Ayah mengajarkanku cara untuk bertaha hidup di alam. Ayah juga mengajarkanku tentang banyak hal, seperti monster apa saja yang hidup di hutan ini, kelemahan mereka, dan lainnya. Karena itu, aku tidak begitu cemas. Aku yakin aku akan mampu keluar dari hutan ini, meski harus ditempuh bermalam-malam lamanya.Kata Ayah, hutan ini sering dipakai oleh tentara-tentara Kerajaan Zatadia untuk berlatih sekaligus melakukan pembasmian di panas ketika populasi monster sedang meningkat. Tapi, tak kusangka bahwa aku akan berkemah dengan mereka seperti ini. "Wah, Nona pasti akan menjadi Beast Tamer yang hebat!" sanjung seorang perwira bernama Theodhore.Ya, aku me
Segerombol lelaki berwajah mengerikan itu anehnya tidak membuatku takut. Mereka memang berwajah mengerikan, tapi entah kenapa mereka malah terlihat menyedihkan di mataku. Dan, hal itu terbukti benar.Mereka menarikku tiba-tiba, bahkan kudaku dan Ash sampai diambil alih oleh lainnya. Mereka membawaku pergi, bukan ke jalan sempit dan gelap yang merupakan tempat paling cocok untuk melakukan kejahatan, melainkan ke jalan utama dan jalan besar yang ramai oleh orang-orang. Anehnya, tidak ada yang curiga ataupun menghentikan mereka. Dan, kami pun tiba di depan sebuah bangunan besar dan tinggi dengan papan nama bertuliskan 'Silver Flagon Guild, Inn & Tavern'. "Mohon bantuannya!!"Tiba-tiba saja mereka membungkuk dalam setelah menyuruhku duduk di sebuah kursi di restoran bangunan guild itu. Jujur, aku merasa sangat tidak nyaman dengan sikap mereka yang memperlakukanku seperti ini. Orang-orang di restoran ini pun memperhatikanku. Jujur, aku tidak mau mencari perhatian. Karena, jika orang-orang
Selama aku hidup 10 tahun sebaai Aisha di dunia bernama Telluris ini, sudah dua kali aku jatuh pingsan. Pertama, saat aku kembali dari Leymar. Aku pingsan karena kelelahan di rumah Paman Jaden. Sekarang yang kedua, aku pingsan pasti karena kelelahan perjalanan dari Elsira untuk mengejar keempat Pilar Historian. Sepertinya, aku tidak bisa kelelahan dan memaksakan diri ketika otakku terus dipakai untuk berpikir keras. Sejak ramaan itu, aku merasa aku tidak memiliki waktu untuk beristirahat, baik mengistirahatkan fisik maupun pikiranku.Tapi, memang harapan tidak seindah kenyataan."Sebagai bayaran atas sihir yang besar, kamu pun mendapatkan efek samping dari sihir yang kamu miliki. Bisa dikatakan, jantungmu rusak," jelas Kaladin.Aku tertawa hambar. "Ternyata, tidak ada bedanya," gumamku lirih sambil menggaruk tengkuk karena canggung. "Yah, mau bagaimana lagi.""Kamu baik-baik saja, Aisha?" tanya Nymeria. Aku yakin pertanyaannya bukan untuk keadaan fisikku. Bukan hanya dia, yang lain pu
Selama dua malam perjalanan laut, aku pun mengenal keempat Pilar dengan sangat baik. Entah kenapa, aku yang di kehidupan sebelumnya sulit sekali berteman, kali ini aku merasa bahwa hubunganku dengan mereka akan baik, terlepas status kami adalah Historian dan Pilar-nya. Alaric ternyata adalah Pangeran I dari Kerjaan Sevelstan. Kalau saja dia tidak terpilih menjadi Pilar Historian, dia akan dinobatkan sebagai Putra Mahkota dan nantinya akan menjadi raja kerjaan itu. Meski begitu, Al -- begitu aku memanggilnya -- mengaku bahwa dia bersyukur tidak harus melakukan perebutan takhta yang mengerikan. Katanya, perebutan takhta keluarganya secara turun-temurun sangatlah kejam dan mengerikan. Tapi, aku sangat yakin bahwa dia akan menjai raja yang bijak dan baik yang bisa mengubah tradisi perebutan takhta yang kejam itu. Jika aku mati nanti, statusnya sebagai Mantan Pilar Hisotorian Mahkota yang melambangkan kebijakan akan memperkuat posisinya. Para bangsawan akan mendukungnya. Apalagi dia adala