"Permisi, kak. Ini pesanannya." kata pelayan wanita yang tersenyum menghampiri meja, sambil membawa nampan besar berisi pesanan kami.
Satu-persatu diletakkannya di atas meja makanan yang dibawanya tadi.
Dengan wajah sumringah, Janice menyambut makanannya dengan penuh sukacita. "Wah, sudah bisa ku prediksi, ini pasti enak sekali."
"Memangnya kau pesan apa?" tanya Andrew penasaran.
"Ini namanya Dubu Jorim."
"Hah? Subuh harim! Makanan macam apa itu?" celetuk Andrew.
Seketika, Janice yang geram dengan perkataan Andrew pun langsung mengambil su
Hari sudah petang ketika aku sampai di apartemenku. Aku menggantung ransel kecil di gantungan jaket di dekat pintu. Sambil melepas seragam yang masih menempel di tubuhku, aku berjalan menuju kamar mandi. Untuk suatu alasan, aku ingin segera menyelesaikan urusan di kamar mandi dengan cepat, karena hanya ada sejenak untuk beristirahat dan kemudian aku harus kembali mengerjakan artikelku yang tak kunjung selesai. Aku berpikir banyak hal saat sedang menggosok punggungku. Seperti, kenapa Virgie sakit namun tak mau untuk ku besuk dan rasa yang muncul saat aku bertemu Abby. Itu semacam sesuatu yang patut dicurigai, atau mungkin tidak. Ku putuskan untuk segera mengguyur badanku dan secepatnya membalut tubuhku dengan handuk, karena sekarang sudah mulai terasa dingin. Saat keluar kamar mandi, aku sudah memakai
Keesokan harinya aku terbangun dengan keadaan malas dan tepat pada jam dua belas siang. Sudah bisa ku pastikan waktu tidurku bisa dihitung dengan jari, karena aku baru bisa memejamkan mata saat burung-burung sudah mulai berkicau saling menyapa. Aku masih malas beranjak dari tempat tidurku. Rasanya gravitas terasa lebih besar disini. Ya, gravitas yang membuat kemalasanku bertambah lima puluh persen. Aku tidak pernah mengaktifkan alarm pada hari liburku, itu akan sangat mengganggu. Aku masih berguling ke sana kemari sambil menggosok-gosok mataku yang terasa buram. Aku kembali terpejam selama beberapa menit sebelum tersadar saat getaran dari ponsel yang berada tepat di samping telinga. Sambil berdengus kesal, kucoba meraih mengumpulkan semua kesadaran untuk menjawab panggilan telepon itu. "Ya, halo …." "Astaga! Lihat betapa malasnya dir
Dari kejauhan terlihat seorang pelayan sedang menuju ke arahku sambil membawa buku daftar menu. "Selamat sore, mau pesan apa, Pak?" ujar Si pelayan dengan sopannya. Sambil tersenyum kaku, aku menjawab, "ehmm, aku masih menunggu teman-temanku. Jadi aku pesan air mineral saja dulu." "Oke. Jadi air mineral satu, ya? Mau yang dingin atau yang biasa?" "Yang biasa saja," jawabku sembari kembali tersenyum. "Oke, terimakasih, Pak. Jika ada tambahan lain, jangan ragu untuk memanggil kami. Permisi," tuturnya yang kemudian membalikkan badan dan berlalu. Sementara itu, terdengar suara gaduh dari lantai pertama. Sepertinya ada cekcok antara seorang tamu dengan security. Karena kaget dan merasa penasaran, aku pun menonton kejadian itu dari balik balkon lanta
Setelah kembali dari kamar mandi, Athena pun langsung duduk. Dengan nada bicara yang sedikit dibuat-buat dan terkesan sombong, sambil mengangkat setengah kakinya, ia berkata, "jadi sampai dimana kita tadi wahai fans-fans beratku?" "Gayamu itu, sok sekali!" ujar Damon sambil mengunci leher Athena dan menjitak kepalanya. "Aduh! Iya, ampun …, ampun!" pintanya lantas tertawa geli. Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka. Tak heran selama ini kami selalu merasa nyaman saat berada dekat satu sama lain, karena kami tak harus pura-pura menjadi seseorang yang bukan diri kami sendiri. Sambil merapikan rambutnya yang tadi diacak-acak oleh Damon, Athena meraih gelas berisi air jeruk yang ada di depannya kemudian meminumnya secara perlahan. "Jadi begini …, eh sampai di mana ceritaku waktu itu?
Keesokan harinya di Genuine Cafe. "Hoaaamm! Man, mataku seperti sedang digantungi benda seberat tiga kilogram. Kalau tidak rame begini, pasti aku sudah tidur di ruangan loker. Lagipula, sekarang shiftnya pak Daniel. Dia itu sudah seperti malaikat bagi karyawan di Cafe ini." ujar Andrew yang menguap dengan lebarnya sambil menunggu cairan espresso menetes hingga habis. "Yeah, kenapa tidak membuka mulutmu lebih lebar lagi? Agar semua pelanggan kita kabur melihat tingkahmu yang bodoh itu," sindirku pada Andrew yang tidak sadar kalau di depannya mas
Tinggal lima belas menit tersisa sebelum jam pergantian shift. Aku dan Andrew sudah selesai membersihkan meja dan menyediakan stok untuk shift kedua. Pak Daniel keluar dari ruangannya yang terletak di belakang lemari loker, sambil membawa secarik kertas kecil. "Oke, tiga menit lagi semua berkumpul di depan loker. Kita akan segera memulai briefing!" ujarnya kepada bergiliran dari area dapur hingga ke area depan. Kami pun langsung bergegas berkumpul di lorong loker yang bisa dibilang sedikit luas itu. Kebetulan suasana cafe sedang sepi, jadi waktu ini dimanfaatkan oleh pak Daniel untuk mengadakan briefing. Aku menatap Abby dari kejauhan, sepertinya aku harus memberitahunya dulu. Sambil mengendap-endap aku berjalan ke arah Abby yang sedang mencari sesuatu dari dalam tas, berniat untuk mengagetkannya. "Dorrr!" seruku tiba-
Kepala kami hampir berbenturan sesaat setelah secara bersamaan mencoba meraih ponsel yang jatuh tersebut. Karena sadar telah melakukan hal yang sama, kami pun menoleh, saling bertatapan. Wajah kami terlalu dekat sampai hidung kami bersentuhan. Terjadi keheningan selama beberapa saat. Keheningan yang terasa canggung sekaligus mendebarkan dada. Aku yang sudah menggenggam ponsel tersebut pun mencoba mencairkan suasana dengan langsung menyerahkannya kepada Abby. Sambil merapikan rambutnya yang basah, Abby meraih ponselnya dari tanganku. Kebisuan masih menyelimuti kami berdua. Hanya terdengar suara gemuruh hujan yang terus menghantam atap mobil serta alunan melodi dari channel radio yang saat ini baru saja berganti lagu. Lagu yang sudah sering ku dengarkan karena akhir-akhir ini memang sering dimainkan di radio. Samar-samar terdengar dari jok depan, sang sopir sedang bersenandung dengan penuh pengh
Kenapa bisa ada yang bilang 'Jatuh cinta dengan orang yang salah'? Menurutku bukan orangnya yang salah tapi keputusan untuk jatuh cinta dengan orang yang bersangkutanlah yang salah. Itu sebuah sindiran agar lebih selektif lagi untuk jatuh cinta dengan seseorang. Kurasa itu adalah pertanyaan bodoh yang terus menerus berputar di kepalaku sejak malam. Semacam sebuah masalah yang kuciptakan sendiri dan aku pulalah yang memecahkan masalah tersebut. Aku baru bisa tidur kira-kira tiga jam sebelum alarm berbunyi. Mataku masih terasa berat walaupun sudah mandi. Aku bisa saja bolos kerja hari ini, tapi itu sudah di luar 'jatah' bolos yang hanya kusediakan sebulan sekali. Secangkir kopi pun memang tak bisa mendongkrak mataku. Aku harus segera berangkat kerja! ***** Sepuluh menit sebelum jam istirahat makan siang, tiba-tiba saja Andrew menyerangku dengan pertanyaan yang kudapati sangat sul