“Apa?! Princessa?! Meng jelek itu kau namai Princessa?!" Crystal membentak kesal, menempatkan kedua tangannya di pinggang dan menatap tajam lelaki itu. Bahkan, mata kucing ini biru, gumam Crystal dalam hati.
Crystal terbiasa menjadi trendsetter, bahkan untuk orang-orang kalangan atas. Itu menunjukkan jika dia lebih daripada mereka. Namun, mendapati seekor kucing memplagiat namanya lebih mencuri perhatian, Crystal tidak terima!
Lelaki itu memandangnya sambil mengernyit. "Huh? Meng? Jelek?"
"Ganti namanya! Princessa itu nama tengahku!" Crystal bersikeras, tanpa mau repot menjelaskan jika Meng adalah sebutan neneknya di Indonesia untuk kucing-kucing peliharaannya. Dia hanya mau nama kucing itu diganti, titik.
Lelaki itu mengangkat sebelah alis. "Lalu? Jika kau sudah memakai nama Princessa, orang lain tidak boleh—"
"Dia bukan orang lain! Dia kucing!"
"Apalagi, dia hanya kucing."
"Ganti."
"Memangnya hanya kau yang bernama Princessa?"
"Tetap saja, ganti."
"Astaga. Dasar bocah!”
"Aku Crystal Leonidas! Aku akan mendapatkan apa yang aku mau. Sekarang, ganti nama Meng itu!" bentak Crystal.
"Leonidas?" Lelaki itu mendengus, menggeleng pelan. "Kalau begitu namamu saja yang diganti jadi 'Meng'. Princessa terlalu anggun untukmu yang suka menjerit.” Diakhiri dengan tatapan menggoda dari lelaki itu ke sekujur tubuh Crystal.
"A—apa?!" Crystal gelagapan, entah karena godaan lelaki itu, atau amarahnya yang memuncak. Crystal mengendalikan diri dengan cepat, mendongak angkuh untuk menunjukkan posisinya, tidak lupa juga dengan lirikan meremehkan. "Siapa namamu?"
"Xander Peter Raul William,” jawab Xander dengan nada malas.
Crystal mengepalkan tangan, bersusah payah menahan diri.
"Xander Peter Raul William," ulang Crystal. "Aku mau kau mengganti nama kucing itu. Atau, kau lebih memilih boss besarmu, atau siapa pun itu memecat pelayan kurang ajar sepertimu?"
"Pelayan? Aku? Are you drunk?"
"Apa aku salah?" Crystal melengos, dengan congkak menepuk-nepuk pundak Xander. "Jangan pikir aku tidak tahu. Sekalipun kau berpakaian seperti billionaire kaya raya, aku masih ingat jika kau pelayan rendahan yang melayaniku di restoran Bag O'Shrimp di New York, atau bartender di Casino—" Ucapan Crystal menggantung. Dia tersadar sudah memberi banyak info. Sial. Yang pernah bertemu lelaki ini Amber Kimberly, si cantik berambut merah—bukan Crystal Leonidas. "Pokoknya, kau tetap pelayan rendahan!"
Crystal tanpa sadar menahan napas, apalagi Xander hanya diam dengan tatapan menyelidik.
Jangan bilang dia curiga. Jangan bilang dia ingat. Jika ada orang yang tahu Crystal Leonidas bermain dengan pelayan, itu akan menjadi akhir dunia, gumam Crystal dalam hati.
Crystal menghela napas lega, ketika Xander mengangguk hormat seraya tersenyum menyesal. "Maafkan saya, Nona muda." Tersenyum dibuat-buat, lalu kembali fokus pada kucingnya lagi.
Crystal mengerang, tahu benar apa lelaki ini sengaja mengusik harga dirinya. Namun, belum sempat Crystal memprotes....
"Aku tersanjung, Meng, kau masih mengingat tempatku bekerja." Xander kembali menatap Crystal, senyumnya melebar. "Apa kau juga masih ingat bagaimana kau memintaku membuka bajumu, Meng? Ah, salah. Amber Kimberly?"
Crystal memelotot. Darahnya membeku. Bukan hanya karena lelaki ini berani mengganti namanya, tapi juga karena lelaki ini bisa mengenalinya.
Apa maksudnya dengan membuka baju?! Tidak pernah ada hal seperti itu! Hal terakhir yang Crystal ingat tentang lelaki ini adalah mereka bertemu di kasino, lelaki ini menuangkan minum untuknya—lalu keesokan harinya Crystal terbangun di kamar mansion-nya di Shanghai. Tidak ada yang terjadi, pelayannya sendiri yang mengatakan, mereka menjemput Crystal usai seorang bartender menghubungi mansion."Jaga ucapanmu! Aku tidak pernah memintamu membuka bajuku!"
Xander tergelak. "Ah, ternyata memang benar kau. Hai, Meng, apa kabar?"
"Berhenti mengganti namaku!"
"Bukankah kau yang tidak mau memiliki nama sama dengan Princessaku?" Xander tersenyum makin lebar. "Sekarang semua terkendali.. Princessaku tetap mendapatkan namanya, dan kau juga mendapatkan nama baru."
"Jangan macam-macam...."
Xander mengangkat kedua bahu lalu berbalik, dan menuruni tangga dengan cepat. "Kau yang harusnya jangan macam-macam dengan Princessaku. By the way, apa daddy-mu memiliki riwayat sakit jantung? Aku khawatir dia terkejut mendengar kabar bahwa putri semata wayangnya sangat liar.”
"William!" Crystal berteriak, buru-buru mengejar Xander. "Kau mengancamku?! Hanya karena kucing itu!" sentak Crystal begitu dia berhasil menyambar lengan Xander.
"Miaw!"
Xander berhenti, menatap Crystal bosan. "Dia bukan hanya kucing. Dia kucing yang akan kuberikan pada perempuan yang kusuka."
"Ah, I see ...." Crystal tersenyum paksa, menyembunyikan darahnya yang mendidih. Itu bukan jawaban yang dia mau. Crystal marah tanpa alasan. Tunggu! Dia merasa terhina karena kucing, itu alasannya. Lalu, Crystal melihat sosok Quinn dan Christian di ujung ruangan, tampak mencarinya.
Panik. Tanpa pikir panjang, Crystal menyambar Princessa dan membawanya menaiki tangga, tanpa memedulikan kucing itu yang terus mengeong.
"Hei, Meng! Apa yang kau lakukan?!" Teriak Xander sambil mengejarnya. "Kau punya dendam apa pada Princessaku!"
Crystal mengabaikannya, terus berlari sekalipun kesusahan, menabrak pelayan yang berpapasan dengannya, menjatuhkan vas besar, bahkan nyaris terpeleset beberapa kali. Xander yang hanya beberapa langkah di belakangnya mengumpat, dan terus terhambat karena kekacauan-kekacauan yang dibuat Crystal.
Akhirnya Crystal berhasil sampai di helipad kapal pesiar. Tanpa bersusah payah mencari, secepat itu Crystal menemukan Helicopter Sikorsy S-76 hitam milik Quinn. Crystal sudah berkali-kali melihat Quinn menggunakan helicopter yang sama. Dasar orang miskin.
Namun, Crystal tahu itu juga keberuntungan untuknya. Dengan cepat, Crystal memecahkan kode-kode rumit untuk membuka sekaligus menghidupkan helicopter lewat ponselnya. Detik selanjutnya, Crystal sudah duduk di kursi pengemudi, sementara Princessa ia taruh di kursi sebelahnya.
Hingga...
"Sial! Dari dulu aku sudah tahu Leonidas itu gila. Seenaknya. Tapi bisa-bisanya Leonidas yang ini menculik kucingku!”
***
"Sabuk pengaman!" teriak Crystal setelah Xander naik ke helicopter dan
memindahkan kucing itu ke pangkuannya."What?"
"Cepat! Tidak ada waktu lagi,” lanjut Crystal setengah berteriak.
Xander masih mencerna ucapan Crystal ketika tiba-tiba saja helicopter itu mengudara, tepat setelah Quinn dan Christian hampir mencapai mereka. "Are you insane?!" Xander berteriak, padahal Xander baru berniat turun setelah menyelamatkan kucingnya dari sana.
Crystal tidak mengindahkan, bahkan perempuan itu juga tidak menghiraukan ponselnya yang terus berdering. Seenaknya sendiri, khas Leonidas.
Xander bisa saja mengambil alih Helicopter dan mendaratkannya lagi, tetapi mengingat sifat nekat Xavier Leonidas, bisa jadi Crystal seperti itu juga. Mau tidak mau, Xander pasrah. Bersabar sampai dia merasa kucing yang dia janjikan untuk Axelion itu aman. Sejak awal seharusnya Xander sadar, berurusan dengan Leonidas hanya akan memberinya kesialan.
"Ke mana kau akan membawaku?" tanya Xander akhirnya. Ia memejamkan mata dan menyandarkan diri ke sandaran kursi.
"Kenapa kau ikut?" tanya Crystal dengan angkuh.
"Karena kau membawa kabur Princessa-ku, kau pikir apa lagi, Meng?"
"Berhenti memanggilku Meng!" Xander menahan tawa, lalu suara alarm peringatan membuatnya membuka mata.
"Quinn! Kau menyebalkan sekali!" Crystal berteriak panik.
Xander mengernyit. What’s going on?”
"Bahan bakarnya habis. Sepertinya kita harus mendarat darurat di laut."
"Are you insane?!" Entah sudah berapa kali Xander mengatakan kata-kata yang sama sejak bertemu perempuan sinting ini.
"Kenapa? Kau takut?" ejek Crystal.
"Tentu saja tidak. Tapi, Princessaku
tidak bisa berenang, sialan!"Crystal menoleh dengan wajah memerah tidak suka. Kemenangan sekali lagi untuk Xander William.
“Do you think this is the end? Poor of your delusional heart, Asshole. I’ll be back and show you the real nightmare. I swear!” – Persephone.FALLING for THE BEAST | EPILOGX A N D E R TYGERWELL’s Hidden Quarters, Rome—Italy Hanya butuh beberapa detik bagi Xander melewati sistem keamaan bunker Tygerwell dengan mudah. Membiarkan alat-alat canggih itu menganalisis dan mencocokkan profilnya dengan database secara otomatis.Suara ‘AUTHORIZED’ dan ‘WELCOME ELYSIUM’ dengan aksen robotik bergema di sepanjang lorong—sebelum dinding besi di ujung lorong itu terbuka. Sebuah ruanga
Crystal menggeleng pelan, terkekeh. Tubuhnya membeku. Pandangannya mengarah pada Aiden yang mendekat. Selama ini ternyata dia bekerja sama dengan Lukas.“Pengkhianat!” Lilya menggeram—menatap Rhysand dengan tatapan seganas binatang. “Berengsek kau, Rhysand!” Theodore tidak berbeda jauh, bersama Samuel, ia mengawasi sekitar lewat lirikan mata. Mencoba mencari-cari celah. Sialan. Mereka terjebak, walau bagaimana pun mereka kalah jumlah.Rhysand menyeringai, ia menggeser posisi ke sebelah Lukas, menggantikan posisi Aiden, sementara lelaki itu berhenti sepuluh kaki dari Crystal. Sangat dekat—seakan bisa Crystal raih dengan mudah. Aidennya. Lelaki yang pernah sangat ia cintai dan sekarang ia benci setengah mati.Aiden masih sangat tampan seperti yang terakhir Crystal ingat. Wajahnya memang sedikit lebih cekung, lelah juga membayangi bawah matanya. Namun, tatapan lelaki itu masih sama&mdas
“Aiden....?” Dengan kaki lunglai, Crystal melepaskan diri dari Rhysand. Namun, tidak sedikit pun pandangannya lepas. “What do you mean?” “Sama seperti keterlibatan Mr. Leonidas dengan kecelakaannya. Aku mendapatkan misi dari Mr. Leonidas utuk melakukannya.” Xavier. Tuan Rhysand adalah Xavier. Entah apa yang melatar belakangi kontrak mereka hingga lelaki ini sangat setia—Rhysand bahkan nyaris tidak pernah menyebut nama Kakaknya. Napas Crystal tersekat dalam satu detakan jantung, dia memang pernah menduga Xavier terlibat dengan kecelakaan Aiden, tapi mendengar fakta itu sendiri membuat jantungnya terasa sesak.Angeline benar, mungkin kematian Xander memang karma untuk mereka. Untuknya.Mata Crystal terasa terbakar. “Kau membunuh Aiden?”Rhysand menggeleng. “Setelah mengetahui apa yang sudah Aiden lakukan padamu, Mr.
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 07:15 PM “Aku akan mengumumkan kematian Xander tujuh hari dari sekarang.” Suara dingin Ares Rikkard Leonard memecah suasana makan malam yang hening. Semua orang di meja makan itu; Crystal, Javier, Anggy, Charlotte, Xavier, Aurora, Lilya, Quinn dan Andres—langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Charlotte bahkan terang-terangan menatap Rikkard tidak percaya, sedangkan Crystal hanya diam—menatap piring makannya. “Setelah itu aku akan melakukan pemilihan CEO dan pewaris Leonard.”“What did you say?!” Charlotte mendesis rendah. “Anak kita belum ditemukan, dan yang kau pikirkan hanya—““Kau suka atau tidak, aku butuh pewaris. Leonard butuh pewaris. Karena itu pengumuman kematiannya diperlukan. Apa masalahnya? Bukankah kita juga sudah melarungkan bunga unt
Hari-hari berganti dengan samar.Setelah tertidur hari itu, Crystal mengalami demam tinggi, kondisinya juga tidak kunjung membaik bahkan setelah lewat seminggu. Selama itu pula tidak ada informasi berarti terkait private jet Xander. Hanya ada info rute beserta titik radar terakhir sebelum pesawat itu menghilang. Dari rekaman komunikasi Pilot dengan Air traffic Controller yang terakhir, juga tidak ditemukan tanda-tanda pesawat itu mengalami masalah. Jejaknya bersih, seakan private jet itu menghilang begitu saja.Nyaris semua headline berita dipenuhi kecelakaan pesawat pewaris Leonard, beberapa ahli bahkan memprediksi pesawat itu terjatuh karena turbulance mesin akibat cuaca buruk. Karena itu, pencarian dilakukan dengan menyisir di sekitar titik terakhir keberadaan pesawat di radar, berusaha mencari titik terang.Crystal berharap sebaliknya. Sedikit pun, ia tidak berharap bang
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:55 PM Xander masih belum datang.Crystal melirik jam dinding dan pintu bergantian. Hari ulang tahunnya hanya bersisa beberapa menit lagi, lilin yang Crystal nyalakan di meja makan juga sudah terbakar separuh. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan lelaki itu. Kegelisahan mulai memenuhi Crystal hingga jemarinya berkali-kali gemetar.Where are you?Satu pesan lagi Crystal kirimkan ke ponsel Xander. Namun, tetap tidak ada jawaban. Padahal itu cara komunikasi satu-satunya setelah Xander memutuskan koneksi micro chip mereka. Sialan. Jika lelaki itu berniat muncul di detik-detik terakhir sembari mengatakan ‘Am I late, Princess?’ dengan cengiran khasnya—maka lelaki itu akan mati. Crystal tidak akan me