Share

FANS
FANS
Penulis: Noviares

1. Ember Air

"Sayang ..."

Suara itu terdengar lirih di telinga Dita. Gadis itu masih terbuai mimpi dan enggan membuka kedua matanya. Sesekali ia menggerakkan kepala, memposisikannya agar tetap nyaman bersandar di atas bantal lembut miliknya.

"Sayang, ayam jantan telah berkokok, matahari sudah tinggi. Bangunlah."

Ucapan itu memaksa Dita kembali dari alam mimpi yang sebenarnya masih enggan ia tinggalkan. Dita mulai membuka matanya, perlahan-lahan namun pasti ia mulai bisa melihat wajah si empunya suara. Pria itu hanya tersenyum sembari membelai lembut rambut panjangnya, sementara Dita masih terpana menatap wajah pria itu yang kilaunya mengalahkan sinar mentari pagi.

"Apa, apa aku sedang bermimpi ?" tanya Dita dengan mata berkaca-kaca, pria itu hanya tersenyum manis padanya.

"Oh, betapa bahagianya aku." Dita tersipu malu.

"Tapi ..." kata Dita lagi.

"Tapi ??"

"Kamu lupa benerin genteng ya ?" tanya Dita sambil menyeka air yang berkali-kali jatuh di wajahnya. Sementara pria itu masih saja tersenyum tanpa memberi jawaban yang pasti.

"Loh Ibuk ... Ibuk ngapain di atas sana, Buk ?"

Dita melihat ibunya duduk bersila di atas genteng sambil menenteng sebuah ember di tangannya, lalu tanpa berkata apapun ibunya langsung menyiramnya dengan seember air yang ia bawa.

"Aaaaaa ..." Dita berteriak sekeras-kerasnya.

Dita terbangun dari mimpi indah bersama idolanya, tapi pemandangan pagi itu benar-benar tidak indah sama sekali. Ibunya sedang berdiri di hadapannya dengan gayung di tangannya, lalu TAAAAK ... gayung itu dengan cepat mendarat di kepala Dita yang sudah basah kuyup.

"Ibuuuuuuk sakit. Basah semua ..." teriak Dita di atas kasur.

"Makanya tidur jangan kayak kebo !!" kata Bu Minah memarahinya.

"Ibuk ngerusak mimpi indah aku aja deh," rengek Dita, kali ini dengan menendang-nendangkan kakinya di atas kasur.

"Cepat mandi sana !!"

"Iya iya ..." jawab Dita kesal.

"Hiiih masih aja di atas kasur. Cepat sana mandi !!"

"Iya sekarang." Dita berjalan sempoyongan ke kamar mandi dengan gayung yang masih menutupi kepalanya.

Setiap pagi selalu ada drama di keluarga ini. Drama yang paling umum ya ini, keributan saat membangunkan Dita. Ini masih di dalam rumah, nanti keluar rumah akan ada drama lain yang tak kalah hebohnya.

Sementara itu di dalam kamarnya, Nara telah bersiap memulai hari. Berbeda dengan Dita, Nara lebih bisa menata hidupnya. Bukan karena ia seorang kakak, tapi memang dari kecil Nara selalu seperti itu. Bu Minah merasa terbantu setidaknya salah satu anaknya ada yang hidup dengan normal. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya Bu Minah jika kedua anaknya sama seperti Dita, bisa mati berdiri. Apalagi Bu Minah seorang ibu tunggal yang merawat kedua putrinya tanpa bantuan siapa pun.

Setelah beberapa kali memeriksa penampilannya di depan cermin, Nara segera keluar. Tak lupa ia bawa tas kanvas berwarna mocca yang telah bertahun-tahun menemaninya dari SMA hingga menjadi mahasiswa. Rambutnya ia ikat rapi ke belakang agar nanti tak berantakan saat tertiup angin di jalan.

"Gak sarapan dulu ?" kata Bu Minah saat melihat Nara buru-buru memasang sepatu di depan pintu.

"Gak sempet, Buk. Kotakin aja deh nanti Nara makan di sana."

"Ya udah ibuk siapin dulu ya."

"Dita mana, Buk ?"

"Masih di kamar mandi."

"Astaga ... jam berapa ini ??"

"Kayak gak tau adik kamu aja."

"Ditaaaa ... telat nih," teriak Nara sambil mengeluarkan motor matic keluaran lama dari pabrikan Jepang yang selalu setia menemaninya selama ini. Tak lupa helm SNI ia pakai juga untuk melindungi kepalanya. Bukan hanya melindungi kepala, helm itu juga akan melindungi dompetnya dari razia yang sering dilakukan di jalan-jalan protokol ibukota.

"Dita ... cepetan !!" teriak Nara berkali-kali sambil sesekali melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Nara ngedumel di atas motor, sudah sering kali ia ditegur oleh manager toko tempatnya bekerja gara-gara menunggu Dita yang selalu ngaret di pagi hari.

"Bentaaaar ... tungguin," balas Dita yang masih menenteng handuk keluar dari kamar mandi.

"Aaah, tahu gitu sarapan dulu tadi." Nara mulai frustasi.

Setiap pagi Dita memang selalu nebeng motor kakaknya untuk menghemat uang jajan. Siang harinya ia menumpang siapa saja yang bisa memberinya tumpangan. Kalau tak ada yang memberinya tumpangan ya terpaksa naik kendaraan umum. Bu Minah belum bisa membelikannya motor sendiri karena cicilan motor Nara baru saja lunas beberapa bulan yang lalu. Bu Minah ingin bernafas sebentar setelah empat tahun merasakan sesaknya tercekik bunga kredit. Lagipula Dita belum boleh mengendarai motor sendiri karena belum memiliki SIM, usianya masih belum genap tujuh belas tahun.

"Tiiin tiiin ..." Nara membunyikan bel motornya berkali-kali karena Dita tak kunjung keluar. Nara terus membunyikan bel hingga membuat tetangganya kesal karena keributan yang ia buat. Lalu Bu Yuyun menyiramnya dengan selang tanaman hingga motor dan sebagian bajunya basah oleh air yang Bu Yuyun arahkan padanya.

"Aaaa ... Tante Yuyun ... basah semua," teriak Nara kesal saat air membasahi bajunya.

Mendengar Nara meneriakkan nama Bu Yuyun, jiwa perang Bu Minah langsung tersulut, segera ia berlari keluar untuk melihat keadaan anaknya. Kebar-baran Bu Minah seketika bangkit setelah melihat Nara basah kuyup disiram oleh Bu Yuyun.

"Eh, Yuyun. Lu apain anak gue ...??" teriak Bu Minah.

"Anak Lu tuh berisik pagi-pagi."

Drama sesungguhnya telah dimulai. Drama yang telah terjadi bertahun-tahun lamanya, selalu berulang dan tak kenal waktu. Drama ini bisa tayang pagi, siang, sore, malam, pokoknya suka-suka dua tokoh utamanya saja. Entah ini sudah episode yang keberapa, yang jelas drama ini masih akan terus berlanjut. Dari masa kepemimpinan RT Sadeli sampai RT Saepudin, belum ada yang berhasil mendamaikan mereka berdua. Semua warga di lingkungan itu pun sudah terbiasa mendengar keributan macam ini. Para tetangga menganggap keributan mereka bagai kicauan burung di pagi hari. Malah aneh rasanya kalau Bu Minah dan Bu Yuyun enggak ribut.

Bu Minah dan Bu Yuyun memang selalu bersaing dari masih muda. Baik di sekolah, RT, Kabupaten, Provinsi, dimana pun itu jika salah satu mendapatkan sesuatu maka satunya lagi tak akan mau kalah. Sampai-sampai masalah percintaan keduanya juga bersaing meski akhirnya lelaki incaran mereka lebih memilih Bu Yuyun yang berdaging tebal. Untuk merayakan kemenangannya, Bu Yuyun sengaja membeli rumah tepat di depan rumah Bu Minah agar bisa pamer kemesraan setiap hari, karena baginya suaminya adalah pencapaian terbesar selama bersaing dengan Bu Minah.

"Kak, Kak, hayuuk cepetan jalan," kata Dita setelah duduk di jog belakang motor Nara.

"Gara-gara kamu sih, ribut kan ..."

"Ah sudah biasa. Ayok jalan keburu telat," jawab Dita santai karena memang sudah biasa menyaksikan keributan macam itu antara ibunya dan Bu Yuyun.

"Besok kalau ngaret lagi kakak tinggal."

"Iya iya ..."

Nara segera memacu kecepatan untuk menghindari keributan itu, sementara mulutnya masih terus mengomeli Dita. Kesabarannya benar-benar telah habis menghadapi Dita yang tak bisa diajak kerjasama. Sedangkan di belakang sana Bu Minah dan Bu Yuyun masih sibuk bertikai tiada ada akhir. Kopyah Pak RT sampai terbang entah kemana saat melerai mereka berdua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status