“Dari mana saja kau? Kenapa kau membuat mama khawatir?” tanya Anna ketika Flowie baru saja tiba di rumah. “Maafkan aku, ma. Semalam hujan sangat lebat. Jadi aku tidak bisa pulang, dan menginap di rumah Erica.” jelas Flowie berbohong. Ia tidak mungkin menceritakan bahwa dia jatuh sakit, karena ibunya pasti akan langsung khawatir. Apalagi menceritakan dia menginap di sebuah apartemen mewah bersam bosnya, sudah bisa diyakini ibunya akan terkena serangan jantung setelahnya atau paling tidak dia akan diusir dari rumah. Oh tidak. Membayangkannya membuat Flowie bergidik ngeri. Ia ingin ibunya tenang-tenang saja tanpa beban pikiran apapun. Itulah sebabnya dia selalu marah terhadap adik-adiknya, jika mereka berulah dan menjadi beban pikiran ibu mereka. Anna menghela nafas mendengar jawaban Flowie. “Maafkan aku ma,” ucap Flowie sambil memelukan Anna. “Yasudah, mandilah! Ini hampir siang hari. Apa kau sudah makan?” tanya Anna. “Sudah,” Flowie sekali lagi berbohong. Dia juga baru ingat kalau
“Aku baru tahu kalau gadis sepertimu bisa melakukan pembelaan harga diri. Apa itu salah satu trikmu supaya tidak ketahuan?” tanya Luke santai sambil memasukan tangan ke saku celananya. “Apa maksudmu?” tanya Flowie kesal. Dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Luke. Luke tertawa kecil. Sama sekali tidak ada yang lucu, tapi entah mengapa ia merasa lucu melihat ekspresi wajah Flowie. Ekspresi yang menunjukan kalau dia memang sama sekali tidak mengerti maksud Luke. Luke menyadari bahwa sebenarnya Flowie memang tidak tahu apa-apa, namun egonya memaksanya tetap melanjutkan aksinya. Ia masih penasaran dengan respon selanjutnya yang akan diberikan Flowie. “Apa yang sedang kau lakukan disini?” tanya Luke. “Itu bukan urusanmu,” jawab Flowie kesal sambil berjalan melewati Luke. “Apa kau sudah ada janji dengan pria yang menginap di lantai dua? Menemaninya sepanjang malam, seperti yang kau lakukan dengan Alvian?” tanya Luke lagi yang sukses menghentikan langkah Flowie dan memb
“A-alvian? Tidak. Aku hanya sedang duduk-duduk saja. Kau di sini?” tanya Flowie ketika sadar dari ketegunannya. “Hm. Kebetulan aku lewat dan melihatmu duduk di sini.” Jawab Alvian seadanya sambil mengambil posisi duduk di sebelah Flowie. “Oh,” gumam Flowie singkat tampak bingung harus berkata apa. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Alvian lagi menolehkan padangannya kepada Flowie. “Sudah membaik,” jawab Flowie sambil tersenyum simpul. Alvian kembali menatap lurus ke depan dan tampak mengangguk. “Terima kasih Alv,” ujar Flowie yang membuat Alvian kembali menatap Flowie. Pandangan mereka bertemu cukup lama, sampai akhirnya Flowie membuang muka menatap lurus ke depan. “Terima kasih karena sudah menjadi penolongku berkali-kali,” lanjut Flowie lagi dengan tersenyum masih memandang lurus ke depan. Alvian kembali menatap lurus ke depan, dan dengan suara rendah ia berkata, “Tidak masalah. Aku akan selalu ada jika kau membutuhkanku,” Kata-kata yang membuat Flowie sedikit terkejut sekaligus
“Ini pesananmu,” kata Flowie sambil meletakan 2 buket bunga di atas meja. Luke memperhatikan bunga-bunga itu dan tersenyum puas. “Bisakah kau membantuku, nona Hillebrandt?” tanya Luke menatap Flowie. “Apa?” tanya Flowie bingung. Ia benar-benar jengah melihat Luke masih berada di sekitarnya. “Buket ini terlalu cantik. Aku takut akan menghancurkannya, jika membawanya sekaligus ke mobilku,” jelas Luke. “Jadi? Apa urusannya denganku?” tanya Flowie ketus. “Bisakah kau bantu membawakannya ke mobilku?” tanya Luke sedikit ragu kalau-kalau gadis di hadapannya ini akan mengamuk padanya. Flowie menatap tajam ke arah Luke. Sungguh rasanya ia ingin sekali mencampakan pria ini dengan buket bunganya ke mobil sialannya. “Please,” mohon Luke dengan wajah memelas. Tanpa sepata katapun, Flowie mengangkat salah satu buket bunga dan membawanya ke luar. Luke melakukan hal yang sama. Ia Mengikuti Flowie dari belakang. == “Letakan disini saja,” pinta Luke sambil membuka pintu penumpang mobilnya.
Flowie menghentikan langkahnya ketika menyadari bahwa ia mengenal pengunjung yang satu ini. Ia duduk menyenderkan badannya pada kursi dan pandangannya menembus kaca bening yang berada di sebelahnya. Ia tampak sedang tenggelam dalam pikirannya. Ada apa dengannya? Pakaiannya begitu formal meskipun tampak kusut. Flowie menarik nafas dan kemudian berjalan mendekat ke meja tersebut. “Permisi,” sapa Flowie memecah lamunan Luke. Luke menoleh ke arah Flowie. Tidak ada ekspresi apapun di wajahnya, ia bahkan tidak terkejut sama sekali berjumpa dengan Flowie. Di balik ekspresi datarnya, Flowie menyadari bahwa pria ini memiliki tatapan yang begitu sendu. Luke memperhatikan wajah Flowie dengan lamat-lamat, wajah yang entah mengapa sangat menenangkan hatinya. Pandangannya membuat Flowie sedikit salah tingkah. “Eh. Anda mau pesan sesuatu, pak?” tanya Flowie dengan sopan memberikan buku menu kepada Luke. Luke menghela nafas lelah. Baru saja ia merasa tentram memandang wajah Flowie, namun menga
‘Aku penasaran karena sepertinya aku menyukaimu.’ Flowie menggeleng kuat kepalanya. Ia pasti salah dengar. Luke tidak mungkin menyukainya. Ia hanya penasaran karena Flowie bisa menjatuhkan harga dirinya. Ya, hanya itu. Bagaimanapun Flowie tidak pernah berharap Luke menyukainya. Ia sedang tidak ingin memikirkan tentang mencintai dan dicintai. Ia hanya memikirkan bagaimana mendapatkan pekerjaan tambahan supaya ia bisa membantu ibu dan adik-adiknya. Flowie membasuh wajahnya setelah selesai menyikat giginya. Ia kemudian kembali berjalan menuju kamarnya sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil. Langkah Flowie terhenti saat melihat lampu dapur yang masih menyala. Flowie berjalan perlahan menuju dapur dan ia mendapatkan Anna sedang duduk sambil menulis-nulis. “Mama belum tidur?” tanya Flowie yang mengagetkan Anna. “Hm,” gumam Anna sambil melepas kacamata bacanya. “Mama sedang apa?” tanya Flowie. “Mama sedang menghitung pemasukan dan pengeluaran bulan ini,” jawab Anna. Flowie t
Flowie membelalakan matanya terkejut sekaligus panik melihat nama Luke tertera di layar ponselnya. Panggilan Luke telah berlalu dan Flowie sama sekali tidak mengangkatnya. Bagaimana bisa ia melupakan janjinya pada Luke? Flowie menepuk dahinya. “Kenapa Flow?” Tanya Alvian mengagetkan Flowie. Kini mereka tengah berada di dalam restoran mewah. Setelah mengajak Flowie ke cabang perusahaannya, Alvian mengajaknya makan siang dan entah mengapa, seperti terhipnotis, Flowie menyetujuinya. “Bukan apa-apa,” ucap Flowie berusaha tersenyum. Ia kemudian kembali fokus pada ponselnya. Ia segera mengetik pesan singkat untuk Luke. ‘Luke, maafkan aku. Aku tidak bisa makan siang denganmu. Aku harus bertemu bosku.’ Luke mengangkat sebelah alisnya membaca pesan Flowie. “Alvian?” tanya Luke dalam hati. Ia tampak berpikir. Kemudian ia meraih kunci mobilnya dan melangkah meninggalkan ruangan kerjanya. === Alvian melirik ke arah Flowie yang tampak gusar dan tidak nyaman. “Apa makanannya tidak enak?”
Jam sudah menunjukan pukul 00.00 malam. Hari ini Flowie pulang sungguh larut, karena ia harus membantu karyawan lain untuk membersihkan salah satu ballroom yang dipakai untuk pesta ulang tahun salah satu putri orang penting di kota ini. “Apa kau yakin akan pulang, Flow? Ini sudah sangat larut. Menginaplah di rumahku,” tawar Erica saat mereka berjalan keluar dari Rosseta. “Tidak apa-apa Erica. Aku harus mengurus sesuatu besok pagi,” tolak Flowie dengan lembut. “Baiklah kalau begitu. Hati-hati Flow. Hubungi aku jika terjadi sesuatu,” kata Erica yang di sambut anggukan dan senyuman Flowie dan merekapun berpisah di pintu depan. Flowie berjalan mengitari Rosseta menuju halaman belakang. Ia bermaksud untuk mengambil jalan pintas menuju halte bus, namun tiba-tiba saja sorotan lampu mobil yang sepertinya sedari tadi berada di parkiran belakang menyoroti Flowie. Mobil itu melaju dengan kencang menuju Flowie, seakan ia akan menabraknya. Flowie yang merasa silau, berhenti berjalan dan mengh