Ujian usai dan kembali di pusingkan dengan tujuan kuliah. Mama sibuk menyiapkan dan mengaturku untuk masuk kuliah di universitas pilihannya. Sungguh aku bosan, aku tak ingin melanjutkan kuliah. Aku sudah merasa bahagia dengan hidupku tanpa harus pusing mikirin soal-soal dan pelajaran yang membuat otakku serasa mau meledak.Akhirnya aku putuskan untuk membohongi mama, aku mengatakan bahwa aku akan kuliah di kampus A dekat dengan tempat tinggal tante Arini. Mama menolak keras, jelas saja sebab kampus itu berada di pinggiran kota, gak keren sama sekali.Tapi dengan berbagai alasan akhirnya mama luluh juga dan mengijinkanku untuk kuliah disana. Bohong, sudah tentu sebab tujuanku hanyalah om Wahyu. Jika aku tinggal satu wilayah dengannya, maka intensitas hubungan kami semakin sering.Hari yang aku nantikan tiba, om Wahyu menjemputku seorang diri di terminal. Sengaja aku gak bawa motor karena aku akan tinggal untuk waktu yang lama di rumah tante Arini. Sebelum pulang kami menghabiskan waktu
"Alasan apa yang akan kau pakai untuk menyangkal, Salwa?" hardik Arini pelan namun tajam.Salwa bersimpuh di kakinya sembari terisak."Maafin Salwa, Tante! Salwa terlanjur mencintai om Wahyu. Relakan om Wahyu buat Salwa, Tante!""Tak tahu malu! Apa kau pikir suamiku akan memilihmu? Naif sekali kamu!""Tante! Aku tahu aku salah, tapi tolong! Aku gak bisa hidup tanpa om Wahyu!" ucapnya sembari terisak. Arini dan Erna yang ada di sana geleng-geleng kepala melihat Salwa."Apa yang kamu lihat dari suamiku? Hingga kau rela bergumul dengan iblis untuk menjerat suamiku. Uang? Kurasa kau tak butuh uang bukan? Kau bisa menjerat laki-laki yang lebih tampan dan kaya-raya jika hanya mau uang.""Tante, aku benar-benar mencintai om Wahyu tanpa embel-embel apapun. Aku tak butuh hartanya, aku hanya mau dia, Tante!""Cinta? Belajar dari mana kau apa itu cinta? Bahkan kau menyusut ingusmu sendiri saja masih belum bersih sudah bicara cinta, itu konyol Salwa!" Sambar Erna sembari terus mengarahkan ponsel
"Salwa sekarang tengah hamil anak Wahyu!"Arini dan Erna saling beradu pandang."Iya kan, kemarin Ibuk sudah bilang ke kita." potong Erna."Bukan itu yang Ibuk maksud,""Lantas?""Salwa hamil anak Wahyu, dan ini sudah pasti akan dia gunakan untuk menuntut pertanggung jawaban Wahyu. Tapi Ibuk rasa Salwa belum mengetahui soal kehamilannya dan kalau bisa, jangan sampai dia tahu soal kehamilannya."Erna dan Arini manggut-mangut tanda mengerti kemana arah pembicaraan ibunya."Dua bulan adalah waktu yang cukup panjang, jangan sampai Wahyu kembali masuk kedalam perangkap iblis betina itu.""Itulah sebabnya, Arini meminta mbak Murni sendiri yang mengambil tindakan untuk Salwa, Buk.""Baguslah, kapan Murni akan datang?""Ini sudah dalam perjalanan, jika tidak ada halangan sebelum subuh sudah sampai.""Baiklah, kalau begitu kamu istirahatlah dulu! Biar ibu yang berjaga, nanti kita gantian saja, Ibuk tak mau kita kecolongan lagi!" usul Hasnah.Arini dan Erna tak setuju dengan usulan ibunya. Akhi
"Asal kamu tahu, Salwa bukan anak kandung Mbak, Arini!"Semua yang berada di sana terperangah dengan kenyataan yang Murni ungkapkan."Mbak ini mandul, Arini. Itulah mengapa mas Damar pergi meninggalkan Mbak dan menikah lagi dengan wanita lain." Mata Murni terlihat mengembun mengakui kenyataan bahwa ia tidak sempurna sebagai seorang wanita."Ya Allah! Kenapa mbak Murni gak pernah cerita sama kami?" Arini mengusap punggung kakaknya itu untuk memberi kekuatan sesama wanita."Kala itu, Mbak terpuruk dengan keadaan. Mas Damar pergi tanpa kabar berita, dan setelah Mbak tahu rupanya dia telah menikahi wanita lain hanya karena Mbak gak bisa kasih anak untuknya. Mbak marah, kecewa dan sedih bersamaan. Mbak berencana pulang ke kampung, tapi rupanya Fita juga tengah bersedih sebab kehilangan suaminya. Fita memberitahu Mbak, jika dia akan kembali ke kampung dan akan tinggal disana bersama putranya.Mbak, tak ingin membuat kesedihan kalian bertambah dengan cerita hidup Mbak. Makanya, Mbak tak jadi
Sepeninggal Salwa dari rumah Arini, Murni tergugu dalam penyesalan yang teramat dalam. Ia menangis sesenggukan di pelukan Arini."Mbak pikir bisa merubah serigala menjadi domba, Arini! Tapi, rupanya serigala tetaplah serigala walau berbulu domba!" Arini mengusap lembut bahu sang kakak. Ia memilih diam karena tak tahu harus bagaimana menanggapinya."Terimakasih, Mbak!" ucap Arini setelah sekian menit terdiam."Untuk?" Murni mendongak menatap adiknya."Untuk semua pengorbanan yang mbak Murni berikan selama ini, bahkan kini Mbak rela memulangkan Salwa demi kami!" ungkap Arini tulus."Hey, itu sudah jadi kewajiban seorang kakak untuk adiknya! Kamu adik kandungku, darah yang memgalir di tubuhmu sama dengan darahku. Kalian adalah amanah dari Ayah dan Ibu untukku. Sedangkan Salwa, hanyalah orang lain yang kebetulan mendapatkan kasih sayangku." Murni kembali merengkuh Arini kedalam pelukannya. Sedari kecil mereka di ajarkan oleh orang tua mereka untuk saling menyayangi satu sama lain, meski
Hari ini adalah hari terpanjang dan tersial yang pernah hadir dalam hidupku. Untuk pertama kalinya hatiku merasa hancur berkeping-keping.Menyesal? Ada sedikit rasa itu dalam sudut lain hati ini. Mama, dengan segala luka dan lelehan air matanya terus menghantui pikiranku selama perjalanan menuju kampung Nenek di Kuala Tungkal.Bukan kali pertama Mama murka dengan kelakuanku, hanya saja hari ini adalah puncaknya. Aku tak pernah menyangka jika aku tak terlahir dari rahimnya.Air mata masih enggan berhenti mengalir sepanjang jalan yang terasa melelahkan dan membosankan. Terbayang setiap kenangan yang pernah aku lalui bersama Mama. Meski tak setiap waktu, namun cukup membekas dalam ingatanku.Mama bekerja siang malam demi mencukupi segala kebutuhan hidupku, demi sekolahku yang mahal, demi bisa melihatku berpenampilan sama seperti teman-temanku.Mama selalu memberiku apa saja yang aku minta, tak pernah sekalipun menolaknya meski harganya diluar kewajaran untuk usiaku. "Ma, Salwa mau gant
Hari menjelang sore kala urusan tentang Mursan dan Wati berakhir. Meski belum mendapat titik terang untuk menyelesaikan masalah Mursan setidaknya untuk sementara ada keputusannya, yaitu dengan memasung Mursan supaya tidak berkeliaran dan membahayakan para gadis di kampung ini.Arini mengusulkan supaya nanti Mursan di bawa kerumah saat adanya pengajian, siapa tahu haji Nurman bisa membantu menyembuhkan Mursan. Aku setuju, sebab aku juga berpikir hal yang sama dengan Arini.Aku dan Arini memutuskan pulang lebih dulu, sementara di rumah pak RT masih terlihat banyak sekali para warga yang penasaran dengan keadaan Mursan.Bisik-bisik masih terdengar sepanjang aku dan Arini melangkah meninggalkan halaman rumah pak RT. Sejujurnya aku bergidik ngeri, aku pernah menyentuh Salwa yang nyatanya telah mengumbar tubuhnya untuk banyak pria. Aku merasa jijik dengan tubuhku sendiri, setelah ini aku berencana memeriksakan diri ke rumah sakit. Biar bagaimanapun aku harus memastikan aku tak membawa pen
"Astaghfirullah!" Kami semua terperanjat, terkejut bukan kepalang melihat mas Wahyu memuntahkan sesuatu. Tak lama setelahnya jatuh tak sadarkan diri di hadapan pak Haji Nurman.Pak Haji memperlihatkan apa yang mas Wahyu muntahkan tadi pada kami. Sesuatu seperti batu akik berwarna merah kehitaman dan berbagai ukuran, ada yang sebesar biji salak, ada yang sebesar kepalan tangan bayi dan masih banyak lagi hingga membuat air dalam baskom yang tadinya setengah menjadi hampir tumpah. Satu diantaranya di keluarkan pak haji dari dalam air dan bentuknya lebih seperti jantung atau hati ayam dengan tekstur yang lembek tapi tidak larut dalam air, dengan guratan halus persis seperti urat."Apa ini Pak Haji?" tanyaku penasaran."Pedhot Sukmo!" gumam Ibuk yang terdengar jelas diantara kami."Betul sekali. Ini merupakan hasil dari air B*l*h p*r*nd* yang masuk kedalam tubuh suami kamu. Awalnya benda ini tidak berbahaya jika raga yang ia singgahi terus dalam pengaruh ilmu hitam, tapi akan sangat berb