Share

7: DIBAWA PULANG

Penulis: Yantie Wahazz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-27 10:33:50

Sejenak Remy tersenyum mendengar pertanyaan dokter Ilham.

“Mau tak mau, saya harus membawanya pulang ke rumah saya, Om. Untuk menjaga reputasi saya di mata relasi saya dan juga untuk membungkam mulut perempuan itu. Siapa tahu di balik penampilannya yang polos dan sok galak itu dia akan mengumbar berita bahwa dia hanya pengantin pengganti kemudian memerasku,” ujar Remy.

Dokter Ilham tersenyum.

“Kalau dilihat dari anaknya sepertinya dia tidak seperti itu,” ujar dokter Ilham.

“Kita tidak bisa menyimpulkan dengan sembarangan, Om. Karena Dona yang kukenal selama ini juga ternyata tidak bisa ditebak isi hatinya, kan? Apalagi ini yang baru kutemui hari ini. Sepertinya aku tetap harus waspada dengan makhluk berjenis perempuan,” ujar Remy sedikit defensif.

Dokter Ilham hanya tersenyum kemudian menepuk bahu Remy yang jauh lebih tinggi.

“Baiklah. Aku percaya dengan langkah yang akan kamu ambil selanjutnya, Kamu itu persis seperti mendiang papamu, selalu mengambil langkah yang sistematis,” ujar dokter Ilham.

“Kecuali langkahnya saat bertemu dengan ibunya si tengil Lukas itu!” sahut Remy dengan wajah muram tiba-tiba.

“Bagaimanapun, Lukas itu adalah adikmu meski kalian berbeda ibu, Remy. Kalian memiliki darah yang sama,” ujar dokter Ilham dengan bijak.

“Itu pula yang membuat saya hilang respect sama papa saya, Om,” ujar Remy dengan suara rendah.

“Tidak ada manusia yang sempurna, Remy. Setepat apapun papamu dalam merencanakan hidupnya, nyatanya dia masih manusia biasa yang hatinya mudah tersentuh oleh sebuah cinta,” kata dokter Ilham mengenai William, ayah Remy.

Remy terdiam.

“Baiklah. Kalau membawa Nesia pulang ke rumahmu adalah langkah terbaik yang harus kamu ambil saat ini. Tapi pesenku satu, Remy. Perlakukan dengan baik. Bagaimanapun dia juga manusia, terlebih perempuan.” Dokter Ilham memberinya nasihat.

“Om Ilham tak perlu khawatir untuk soal ini. Meskipun aku sama sekali tak mengenal perempuan ini, tapi aku juga tak ingin membuatnya menderita karena terseret dalam masalah saya.” Remy berkata bijak.

Dokter Ilham mengangguk kemudian berlalu meninggalkan Remy setelah suster yang mengurus Nesia tadi selesai dengan pekerjaannya.

“Aku harus kembali bertugas, Remy. Jangan lupa hati-hati,” pesan dokter Ilham dengan senyumnya yang selalu bijak dan menyejukkan.

“Tagihan rumah sakit kirim saja ke email kantor, Om. Saya sedang tidak membawa kartu apapun,” kata Remy dengan senyum malu.

Dokter Ilham tertawa mendengar kejujuran Remy. Dokter Ilham mengenal laki-laki tampan ini semenjak dia kecil, sehingga hafal betul dengan perangai Remy.

“Baiklah. Mungkin akan berlipat ganda,” kelakar dokter Ilham.

“Om nggak perlu khawatir, saya akan tetap membayarnya berapapun lipatannya,: jawab Remy dengan senyum lalu mengangguk dan kembali masuk ke ruang rawat inap Nesia.

Sampai di sana yang dilihatnya adalah Nesia yang sudah lepas dari semua alat medis yang tadi menempel. Namun wajahnya masih terlihat muram dan galak.

“Kita pulang sekarang!” perintah Remy dengan tegas dan wajah yang tanpa ekspresi.

Lukas mengangguk patuh, namun tidak demikian dengan Nesia. Gadis itu menatap Remy dengan tatapan menyalak.

“Kalau saya tidak mau?” tantang Nesia.

Remy tidak bereaksi apalagi menjawab. Dia hanya mengedikkan dagunya ke arah Lukas sebagai kode bahwa Lukas sebaiknya menghandle perempuan keras kepala ini. Lukas mengangguk dan Remy berjalan keluar ruangan, mendahului kedua orang itu. Tak peduli apakah nanti Lukas bisa menangani perempuan ini atau tidak.

Ketika Remy menutup pintu ruangan itu, Lukas mencoba membujuk Nesia untuk mau ikut bersamanya tanpa banyak protes.

“Maaf, Nona. Saya hanya asisten tuan Remy. Jadi saya minta kerjasamanya untuk kali ini agar Anda bersedia ikut dengan kami ke rumah beliau,” pinta Lukas dengan sopan.

“Memangnya mengapa aku harus ikut dengan kalian? Aku punya tujuan untuk pulang meskipun hanya sebuah kontrakan kecil. Setidaknya itu lebih baik karena aku bisa menjadi diriku sendiri,” ujar Nesia galak setelah Lukas mengatakan bujukannya.

“Sekali lagi, maaf, Nona Nesia. Saya jamin Anda tidak akan diperlakukan dengan buruk. Meskipun memang tuan Remy sedikit ketus namun pada dasarnya dia berhati baik. Di rumah beliau, saya akan memberikan draft yang saya yakin tidak akan merugikan Anda yang telah menggantikan nona Dona hari ini,” urai Lukas dengan sabar.

“Saya baru mengenal kalian hari ini. Memangnya aku tak boleh curiga dengan kalian?” tanya Nesia lagi.

Lukas tersenyum penuh pemakluman. Bagaimanapun Nesia benar, dia berhak curiga dengan semua hal mendadak yang dialaminya ini.

“Anda bisa menolaknya nanti jika memang tidak cocok dengan hati nurani Anda,” jawab Lukas lagi.

“Apa jaminan yang bisa dijadikan pegangan jika kalian tidak akan mencelakai saya?” tanya Nesia.

Sejenak Lukas bingung, kemudian mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah dompet Lukas ambil, kemudian mengambil sebuah kartu identitas dan memberikannya pada Nesia.

“Ini identitas saya. Resmi dikeluarkan oleh negara. Silahkan Anda pegang jika memang masih belum mempercayai bahwa kami tidak memiliki maksud buruk apapun terhadap Anda,” ujar Lukas sambil memberikan kartu identitas itu pada Nesia.

Dengan ragu Nesia menerima dan membacanya sekilas.

‘Lukas Smith?’ batin Nesia setelah membacanya.

Gadis itu kemudian menyimpan kartu identitas itu di saku bajunya dan mengangguk, mencoba mengabaikan rasa takut dan ragu di hatinya.

“Baiklah. Saya akan ikut dengan kalian. Tetapi kalau kalian melakukan sesuatu yang tidak baik, maka saya saya akan pulang ke kontrakan saya,” kata Nesia kemudian berjalan mendahului  Lukas, membuat laki-laki rupawan itu tersenyum sekaligus geli melihat perangai Nesia yang menurutnya unik.

Lukas menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya mengikuti langkah Nesia.

***

“Apakah masih lama, Tuan Lukas?” tanya Nesia di tengah perjalanan ketika setengah jam berkendara namun belum ada tanda-tanda akan tiba di rumah.

Gadis itu mulai menatap Lukas yang menyetir di sebelahnya, sementara Remy memilih untuk duduk tenang di jok tengah mobil mewah itu.

“Sebentar lagi, Nona,” jawab Lukas masih dengan sikap sabarnya yang keterlaluan.

Nesia mendengus sementara perjalanan terus berlanjut.

“Apakah kalian diciptakan untuk tidak merasa lapar?” tanya Nesia kembali menatap Lukas.

Lukas terkejut mendapat pertanyaan seperti itu.

“Mengapa Anda bertanya seperti itu, Nona?” tanya Lukas sembari melirik ke arah Remy yang duduk tenang di belakang mereka tanpa ekspresi.

“Karena saya sudah merasa lapar tapi Anda masih saja berkendara,” kata Nesia dengan sengaja untuk membuat kedua orang itu jengah kemudian menurunkan dirinya di jalan agar dia bisa pulang dengan tenang.

Sejujurnya Lukas ingin tertawa mendengar keluhan tak berkelas seperti ini, sehingga tanpa sengaja dia menatap ke arah Remy yang juga sama terkejutnya dengan dirinya.

‘Gara-gara makanan?’ batin Remy kesal.

“Mungkin kamu perlu menghubungi bu Maryam agar dia menyediakan makanan untuk perempuan ini, Lukas,” uar Remy tiba-tiba.

“Baik, Tuan. Saya sudah menghubungi bu Maryam tadi ketika keluar dari ruangan rawat inap,” jawab Lukas.

Tentu saja untuk ketangkasan bertindak dan berpikir, Lukas tak diragukan lagi. Ada gen ayahnya yang menurun pada Lukas sepertinya. Selalu berpikir dan bersikap praktis dan tepat.

Remy mengangguk.

Tak berapa lama mobil itu memasuki gerbang sebuah rumah besar dengan dindingnya yang dicat warna putih. Rumah tingkat tiga itu terlihat demikian anggun meski dibangun di pinggiran kota. Nesia melihat dengan ekspresi takjub, bahkan ketika mobil itu akhirnya berhenti barulah Nesia tersadar dari pikirannya yang dipenuhi kekaguman.

“Tidakkah kamu ingin turun dan makan? Atau kamu ingin tetap berada di sini seperti orang bodoh begini?” tanya Remy dengan suara datar dan dingin sebelum turun lebih dahulu dari dalam mobil itu.

“Ha? Tak adakah kalimat yang lebih enak didengar?” tanya Nesia.

Namun seperti yang sudah-sudah, Remy tak ingin menjawab apapun. Sementara Lukas bingung harus berbuat apa.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • FROM THE WEDDING HALL   117: LUKAS KASMARAN

    Nesia memang sudah pulang dari rumah sakit dan sepertinya keadaan baik-baik saja. Lukas yang melihatnya kini berubah ikut senang meski untuk hal ini dia harus menjadi sasaran pukulan Remy yang salah memahami dirinya. Sejujurnya Lukas maklum jika Remy marah padanya. Kalau saja Remy tahu bahwa dia juga menyukai Nesia, mungkin laki-laki itu akan menghajarnya dengan lebih gila lagi.Karenanya, demi menghindari kegilaan Remy, Lukas memilih menghindar. Setelah jam kantor usai, Lukas tak segera pulang melainkan mengekor Edo kemana pun dia pergi. Edo yang bujang kadaluwarsaitu merasa aneh dengan kelakuan Lukas yang tak biasa.“Hei? Ada apa rupanya kamu mengekor kemanapun aku pergi? Jangan sampai karyawan mengira kamu kasmaran sama aku, Luke.”“Cuih!!! Kasmaran sama kamu? Aku masih cukup normal untuk tidak jatuh cinta sama lelaki tak mutu sepertimu!” Lukas membalas tak kalah pedas.“Jadi mengapa kamu mengekor terus?”Lukas menghela napas berat.“Aku enggan pulang.” Akhirnya Lukas bicara jujur.

  • FROM THE WEDDING HALL   116: REMY MEMUTUSKAN

    Pintu kamar tertutup dan Remy meletakkan Nesia ke atas ranjang dengan gerakan yang lembut dan sebisa mungkin membuat Nesia nyaman di ranjang mereka. Sejujurnya Remy sangat merindukan perempuan muda yang sudah membuat hidup dan hatinya porak poranda dan kehilangan jati diri itu. Dia ingin memeluknya seerat mungkin dan memastikan bahwa perempuan itu tak akan kemana-mana, tak akan jauh darinya dan tak akan meninggalkannya meski perjanjian mereka jelas mengatakan bahwa mereka memiliki keterbatasan waktu bersama.Lelaki yang kini berubah jauh lebih ramah itu sibuk membetulkan letak selimut untuk menutupi tubuh Nesia yang sebenarnya tak lagi kedinginan karena efek obat pagi ini membuatnya sedikit gerah.Nesia menatapnya dengan senyum keheranan.“Mengapa menatapku seperti itu? Apakah aku aneh?” tanya Remy yang berhenti sejenak untuk menatap Nesia yang semenjak hamil terlihat jauh lebih cantik dari biasanya. Meskipun jelas biasanya juga dia selalu cantik di mata Remy.Nesia menggeleng. Tangan

  • FROM THE WEDDING HALL   115: TATAPAN PENUH DENDAM

    Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d

  • FROM THE WEDDING HALL   114: AROMA CEMBURU

    Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa

  • FROM THE WEDDING HALL   113: SI MANIS

    Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s

  • FROM THE WEDDING HALL   112: TERSISIH

    Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status