Lukas tersenyum mendengar pertanyaan Nesia yang dibarengi dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu yang tajam. Lukas diam sejenak, memilih kata yang paling tepat untuk menjelaskan apa yang telah mereka lakukan untuk Nesia, tanpa sepengetahuan perempuan ini.
“Sebelumnya, atas nama Tuan Remy saya meminta maaf jika telah melakukan hal yang mungkin tidak Nona sukai.” Lukas memulai kalimatnya dengan hati-hati agar tidak ada kesalahpahaman.
“Tuan Lukas, bisakah Anda sedikit singkat menjelaskannya?” tukas Nesia kesal.
“Oke. Jadi memang tuan Remy sudah memerintahkan kepada kami, para staf beliau, untuk mengurus surat pengunduran diri Anda dari Martha Hall.” Lukas menjelaskan.
“Apa?! Kalian benar-benar melakukan hal gila ini? Eh, Tuan Lukas. Apa yang sudah kalian lakukan hari ini dengan pernikahan pura-pura itu sudah merampas hak makan siang saya. Lalu kalian kembali merenggut saya dari pekerjaan saya? Anda tahu tidak, hidup saya bergantung sepenuhnya pada pekerjaan ini?” tanya Nesia dengan tandas dan amarah yang mulai tak bisa dibendung.
“Tenang, Nona Nesia. Kami melakukannya karena memang hal ini sudah tidak bisa kita hindari. Kita tak bisa mundur,” jawab Lukas.
“Eh, Tuan Lukas. Ini bukan tentang kita tidak bisa mundur! Tetapi kalian yang maju tanpa perhitungan. Dan sialnya saya yang terseret dalam langkah tanpa perhitungan bos kalian yang aneh itu!” ujar Nesia kesal.
“Maaf, Nona. Tetapi tuan Remy tidak mungkin mengeluarkan Anda dari sana tanpa kompensasi. Saya akan menjelaskan semuanya nanti, setelah kita tiba di rumah tuan Remy.” Lukas akhirnya memutuskan untuk menghentikan pembicaraan. Tak bagus melanjutkan jika nanti Nesia akan emosi karena ini di rumah sakit.
“Tiba di rumah tuan Remy?” tanya Nesia melebarkan matanya.
“Ya.” Lukas mengangguk yakin.
“Tuan Lukas yang terhormat, tidak bisakah Anda menjelaskannya di sini dengan gamblang sehingga setelah semuanya selesai, saya bisa pulang ke kontrakan saya dan sandiwara ini akan saya anggap end sampai di sini!” Nesia menawarkan solusi terakhir.
Lukas tersenyum karena dia tahu, Remy tidak akan melakukan proses sesederhana itu. Ada banyak hal yang sudah Remy rencanakan dengan praktis dan sistematis. Hanya saja tetap harus menunggu Nesia bersikap kooperatif.
“Mungkin tidak akan sesederhana itu, Nona Nesia.” Lukas berkata santun, sebagaimana dia selalu bersikap santun pada Remy.
Meski ini hanya sebuah pernikahan sandiwara, namun secara hukum Nesia adalah istri Remy yang sah. Jadi Lukas memutuskan untuk tetap menghargai dan memperlakukan Nesia sebagaimana dia memperlakukan Remy.
“Tidak bisa sederhana bagaimana, Tuan Lukas? Kalian yang membuat semuanya begitu berbelit-belit!” tukas Nesia.
Belum lagi Lukas menjawab, pintu ruangan itu terbuka dan Remy masuk dengan seorang dokter dan seorang suster perempuan. Dokter setengah baya itu tersenyum lembut saat menatap Nesia yang berwajah jutek. Namun, melihat dokter itu sepertinya ramah, maka Nesia juga akhirnya membalas dengan tersenyum juga.
“Selamat malam, Nona Nesia,” sapa dokter dengan name tag dr. Ilham itu.
“Selamat malam, Dokter,” balas Nesia dengan lembut dan santun.
Seketika Remy dan Lukas saling berpandangan dengan tatapan heran. Bagaimana bisa dia begitu lembut dan ramah, padahal ketika berbicara dengan mereka berdua Nesia terlihat sangat pedas.
“Maaf, saya harus memeriksa Anda. Bagaimana keadaan Nona Nesia? Apakah ada yang dikeluhkan?” tanya dokter Ilham sambil menempelkan stetoskop di dada atas Nesia.
Nesia menggeleng.
“Sepertinya sudah lebih baik, Dok. Saya tidak sudah apa-apa. Saya sudah bisa pulang, kan, Dok? Tadi … tadi hanya karena saya tidak sempat makan siang karena ada huru-hara yang membuat jam makan siang saya terbengkalai, Dok,” ujar Nesia sambil tersenyum malu.
Nesia sengaja mengatakan itu untuk menyindir Remy dan Lukas yang terbelalak terkejut dengan sindiran tajam itu.
“Ya … saya tahu bahwa Anda sepertinya memang terlambat makan sehingga menyebabkan Anda harus berakhir di sini,” jawab dokter Ilham dengan santai.
“Berarti saya sudah bisa pulang, kan, Dok?” tanya Nesia penuh harap.
Dokter Ilham mengangguk.
“Tentu saja sangan bisa. Tetapi ini sudah malam, Nona. Bagaimana kalau menunggu hingga besok pagi?” tawar dokter Ilham.
“Tidak, Dok. Kalau memang sudah bisa, dia akan saya bawa pulang sekarang,” ujar Remy dengan tegas.
“Tuan Remy? Kita akan pulang ke arah yang berbeda dan Anda tidak perlu membawa saya pulang karena saya bukan barang dan saya bisa pulang sendiri!” tegas Nesia menatap Remy dengan tatapan tajam.
Sesaat, Lukas dan dokter Ilham terkejut mendengar keberanian Nesia melawan Remy, bahkan tidak ada tanda-tanda terpesona dengan keelokan wajah lelaki itu. Padahal jika itu perempuan lain, maka dia akan menganggukkan kepala tanpa pikir panjang. Tapi perempuan satu ini berbeda. Dia tidak terpesona.
Remy tak menghiraukan apapun yang Nesia katakan. Dia hanya mengangguk pada dokter Ilham. Dan entah bagaimana, dokter itu juga mengangguk seakan setuju dengan permintaan Remy.
“Baiklah, Nona Nesia. Anda bisa pulang sekarang. Mengenai pulangnya bagaimana dan kemana, silahkan dibicarakan berdua. Suster, lepas infus Nona Nesia. Beliau sudah bisa pulang.” Dokter Ilham memerintah pada suster yang mengawalnya tadi.
“Baik, Dok,” si suster mengangguk patuh.
Dokter Ilham kemudian keluar, memberikan waktu pada suster untuk melakukan pekerjaannya melepas infus Nesia.
Remy mengikuti langkah dokter Ilham setelah dokter itu memberi kode padanya untuk ikut keluar. Sepertinya ada yang akan dokter Ilham sampaikan.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Remy? Mengapa perempuan ini yang berpakaian pengantin? Dan bukannya Dona?” tanya dokter Ilham dengan sorot mata ingin tahu. Sebenarnya memang dokter Ilham diundang dalam perhelatan hari ini. Namun, karena ada operasi mendadak maka dokter tidak bisa hadir sehingga tidak tahu apa yang terjadi pada hari bersejarah Remy kali ini.
Remy menghela napas panjang.
“Ini sedikit rumit, Om. Dona mengatakan bahwa dia tidak bisa menikah dengan saya tepat satu jam sebelum prosesi dilaksanakan,” kata Remy dengan suara rendah,
“Astaga?! Bagaimana bisa begitu?” tanya dokter Ilham yang juga dokter pribadi mendiang ayah Remy.
Remy hanya tersenyum masam.
“Nyatanya dia memilih pergi dengan laki-laki yang merupakan cinta pertamanya,” jawab Remy datar. Meski ada rasa sakit di hatinya karena merasa diabaikan, tetapi Remy tetap berusaha tegar. Perempuan seperti Dona jelas tak bisa dipertahankan, tak pantas untuk ditangisi.
“Dan kamu membiarkan Dona pergi begitu saja tanpa berusaha mencarinya?” tanya dokter Ilham.
“Aku tak mungkin memaksa seseorang untuk menikah denganku sementara hatinya untuk laki-laki lain,” jawab Remy dengan jelas.
“Padahal kalian menjalin hubungan bukan sebentar, bukan? Bagaimana mungkin kalian kejadian seperti ini?” tanya dokter Ilham tak habis pikir.
“Aku tak pernah menyangka bahwa selama ini dia tidak mencintai aku, Om. Jadi, ya sudahlah. Aku tak bisa memutar waktu untuk mundur lagi, kan?” Remy pasrah.
“Lalu gadis itu?” tanya dokter Ilham merujuk pada Nesia yang masih ada di dalam ruangan.
Remy tersenyum masam.
“Hanya salah satu karyawan yang ada di Martha Hall. Aku mengambilnya hanya untuk mengelabui tamu undangan yang sudah terlanjur hadir,” terang Remy.
“Tapi sepertinya dia tidak senang dinikahi oleh lelaki setampan dirimu?” tanya dokter Ilham dengan senyum geli.
“Saya juga tak suka menikah dengannya. Hanya saja terpaksa, saya tak punya pilihan,” jawab Remy.
“Ya, aku tahu. Seleramu bukan perempuan seperti itu. Lalu apa rencanamu selanjutnya?” tanya dokter Ilham.
Remy mengerutkan keningnya.
“Rencana apa, Om?” tanya Remy spontan.
Dokter Ilham berdecak.
“Ya, rencana apa yang akan kamu lakukan terhadap gadis yang di dalam itu.” Dokter Ilham menjawab.
“Aku terlanjur maju. Aku harus menyiapkan rencana untuk membuat semua tampak alami dan wajar,” jawab Remy.
“Apa maksudmu, Remy?”
***
Sejenak Remy tersenyum mendengar pertanyaan dokter Ilham.“Mau tak mau, saya harus membawanya pulang ke rumah saya, Om. Untuk menjaga reputasi saya di mata relasi saya dan juga untuk membungkam mulut perempuan itu. Siapa tahu di balik penampilannya yang polos dan sok galak itu dia akan mengumbar berita bahwa dia hanya pengantin pengganti kemudian memerasku,” ujar Remy.Dokter Ilham tersenyum.“Kalau dilihat dari anaknya sepertinya dia tidak seperti itu,” ujar dokter Ilham.“Kita tidak bisa menyimpulkan dengan sembarangan, Om. Karena Dona yang kukenal selama ini juga ternyata tidak bisa ditebak isi hatinya, kan? Apalagi ini yang baru kutemui hari ini. Sepertinya aku tetap harus waspada dengan makhluk berjenis perempuan,” ujar Remy sedikit defensif.Dokter Ilham hanya tersenyum kemudian menepuk bahu Remy yang jauh lebih tinggi.“Baiklah. Aku percaya dengan langkah yang akan kamu ambil selanjutnya, Kamu itu persis seperti mendiang papamu, selalu mengambil langkah yang sistematis,” ujar d
Memasuki rumah ini dalam bimbingan Lukas membuat Nesia tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada kemewahan minimalis yang terpampang jelas di rumah ini. Matanya mendongak dan mengedar ke seluruh ruangan dengan rasa takjub yang luar biasa.“Mari ikut dengan saya, Nona,” ajak Lukas ketika dilihatnya Nesia masih saja terpukau melihat rumah mewah dan elegan milik Remy ini. Sementara si empunya rumah sepertinya sudah menghilang entah kemana. Mungkin sudah di kamarnya.“Eh, iya. Maaf,” jawab Nesia yang kemudian mengikuti langkah Lukas.Laki-laki itu membawanya ke sebuah kamar yang ada di lantai atas. Selama menaiki tangganya, mata Nesia mengamati beberapa potret yang terpampang di dinding sisi tangga. Sebagian Nesia mengenalinya sebagai Remy ketika masih muda sepertinya. Meskipun sekarang belum terlihat tua, namun suami bohongannya itu jelas terlihat sedikit dewasa.Di depan sebuah kamar, Lukas berhenti dan berbalik menatap Nesia.“Maaf, ini kamar Anda, Nona. Anda bisa mandi dan berganti p
Mendengar pertanyaan sarat rasa ingin tahu seperti itu membuat Remy spontan tersenyum meski jelas terlihat sinis. ‘Benar-benar perempuan yang kebanyakan mulut!’ batin Remy kesal.“Saya rasa kamu tidak sebodoh itu untuk memahami apa yang tertulis di dalamnya,” jawab Remy dengan penuh penghinaan. “Kamu bisa membaca, kan?”Nesia geram mendengar kalimat yang tidak ramah itu.“Ya, Tuan Remy. Mungkin saya yang bodoh sehingga tidak bisa memahami apa maksud dari tata bahasa orang-orang terhormat seperti Anda!” jawab Nesia dengan berani.“Dalam surat perjanjian itu, saya menawarkan sebuah hubungan pernikahan yang akan berakhir dalam jangka waktu tertentu. Tentu tidak cuma-cuma karena saya dan tim advokasi saya sudah mempertimbangkan segala sesuatunya. Saya akan memberikan kompensasi yang cukup selama kamu berperan sebagai istri saya,” jawab Remy kemudian.“Lalu Anda berpikir saya akan menerimanya dengan senang hati?” tanya Nesia begitu mengejutkan. Nada mengejeknya membuat Lukas heran, terlebi
Mendengar kesimpulan Nesia yang diucapkan dengan penuh emosi itu, Lukas tersenyum. Dalam hati dia benar-benar menilai bahwa Nesia bukan perempuan biasa karena begitu berani menilai Remy sebagai laki-laki yang arogan, bahkan di depan Remy langsung. Namun, sejujurnya Lukas juga mengakui bahwa memang seperti itulah Remy adanya. “Mengapa Anda tersenyum, Tuan Lukas? Anda mentertawakan saya? Bukankah yang saya katakan ini benar?” tanya Nesia masih dengan hati yang kesal. Mendapat semprotan seperti itu, Lukas segera memperbaiki ekspresi senyumnya yang sebenarnya tidak bertujuan mentertawakan atau mengejek gadis di depannya yang sedang emosi itu. Namun, Lukas tersenyum karena merasa bahwa Nesia benar-benar unik dengan keberaniannya. “Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud mentertawakan Anda. Hanya saja, mungkin Anda belum mengenal dengan baik siapa dan bagaimana tuan Remy. Kalau Anda mengenalnya lebih jauh, mudah-mudahan penilaian Anda kepada beliau akan berubah,” kata Lukas memberikan sedikit g
Jika tadi Nesia yang bingung dengan maksud dari kata-kata selayaknya suami istri yang tercantum dalam perjanjian pernikahan itu, kini giliran Lukas dan Remy yang bingung dan bahkan saling berpandangan dengan muka sama-sama memerah karena malu sendiri dengan kalimat itu. ‘Bagaimana bisa ada gadis sepolos dan terus terang seperti ini? Tidakkah ini pertanyaan tabu bagi seorang gadis?’“Mengapa Anda berdua bingung? Adakah maksud lain yang Anda sembunyikan?” tanya Nesia menuntut karena dia mencurigai sesuatu.“Tenang, Nona Nesia. Ini tidak seperti yang Anda pikirkan,” Lukas buru-buru menetralkan ketegangan yang mendadak muncul.“Kalau ini tidak seperti yang saya pikirkan, tolong beri saya penjelasan, Tuan Lukas,” ujar Nesia tegas.“Sepertinya kamu berpikir terlalu jauh sehingga merasa ketakutan seperti itu, Nona Nesia. Kalau yang kamu pikirkan adalah tentang hubungan suami istri dalam artian seks, mungkin kamu bisa tenang karena ini bukan mengacu pada sebuah hubungan seks. Karena saya tida
Mendengar Lukas bertanya dengan wajah sok bodoh itu membuat Remy berdecak.“Perempuan itu,” jawab Remy dengan wajah kesal. Dia minum kembali minuman beralkohol berharga mahal itu untuk sedikit meredam kegundahan hatinya karena kerumitan yang terjadi hari ini.“Nona Nesia? Atau mungkin saya harus menyebutnya dengan Nyonya Nesia karena dia adalah istri sah Anda?” tanya Lukas dengan senyum kecil. Dalam keadaan berdua seperti ini barulah Lukas bisa bersikap sedikit santai, meski tidak bisa dekat selayaknya hubungan saudara sedarah, bukan sekandung.Remy kembali berdecak kesal karena Lukas sepertinya mengejeknya. Kalau saja Lukas bukan satu-satunya saudara yang dimilikinya —meski hanya saudara tiri yang tak diinginkannya— ingin rasanya Remy meninju laki-laki muda di depannya itu.“Jangan memanggilnya dengan sebutan Nyonya Nesia, apalagi sampai memanggilnya dengan sebutan Nyonya Remy. Aku tak suka. Karena perempuan tengil itu akan besar kepala dan ngelunjak tak karuan. Tahu, kan, bagaimana
Hari masih terang tanah ketika Nesia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak sama sekali itu. Entahlah, tidur di tempat yang sangat baik ini tidak membuatnya nyenyak. Padahal malam sudah bergulir menuju dini hari ketika Nesia baru merasa mengantuk. Namun nyatanya hari masih begitu dini, dia sudah terbangun.Usai berurusan dengan panggilan alamnya, gadis itu keluar dari kamarnya. Dilihatnya ruangan lebar yang ada di depan kamarnya itu juga masih sepi. Padahal semalam dia mendengar pintu yang ditutup.Mungkinkah Tuan Remy yang semalam membuka dan menutup pintu ini?Tak mau berpikir yang lain-lain, karena apapun aktivitas Remy, toh itu bukan urusannya. Juga tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Gadis itu kemudian menuju ke dapur yang semalam dilihatnya ada di sisi ruang makan. Di dapur itu ternyata ada dua perempuan yang sedang berbenah dan menyiapkan aktivitas pagi ini.“Selamat pagi, Bu,” sapa Nesia pada kedua perempuan itu dengan senyum.Spontan, kedua perempuan itu menoleh ke a
Setelah Remy pergi dengan langkahnya yang lebar dibalut amarah, Lukas melangkah mendekati Nesia dengan senyum kecil penuh kekaguman. Nesia heran melihat senyum Lukas yang tidak gentar sama sekali dengan ancaman Remy.“Selamat pagi, Nona Nesia. Sepertinya, mulai hari ini akan ada drama setiap pagi,” ujar Lukas yang sudah rapi itu mendekat ke arah Nesia.Lukas memandang Nesia yang masih tenang setelah melakukan perlawanan terhadap Remy. Namun Lukas tahu, gadis di depannya itu juga melakukan hal yang sama dengan Remy, menahan amarahnya.Hei, mengapa mereka berdua seakan memiliki aura yang sama, selalu berinteraksi aktif meskipun dengan emosi?Apakah mereka ….Kemudian berbagai kemungkinan muncul di kepala Lukas.“Apa yang Anda tertawakan, Tuan Lukas? Apakah Anda sedang bahagia melihat bos Anda itu emosi sepagi ini?” tanya Nesia.Lukas menggeleng masih dengan senyumnya yang melembut.“Maaf, Nona Nesia. Kemarahan Tuan Lukas sudah setiap hari saya lihat dan dengar. Mungkin akan terasa aneh j