Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Ramon selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasan akan hari esok yang buruk.
Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Ramon lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Ramon dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Tawa terpancar ketika mereka bersama.
Setelah insiden buruk tadi pagi, Diah menjadi lebih kalem malam ini. Menjadi sangat lembut dan tidak banyak ngomel serta mengeluh padanya. Mencoba bersikap baik dengan Ramon karena melihat kondisinya yang kurang sehat dari biasanya. Wajah Ramon masih lebam dan di ujung bibirnya pun masih tampak memerah, bekas pukulan dari Bondan.
Dengan telaten Diah menyiapkan hidangan makan malamnya di meja makan. Hari ini, menu makan malamnya lumayan banyak jika dibandingkan dari malam sebelumnya. Ia sengaja memasak lebih banyak untuk menyenangkan hati suaminya. Berharap makanan yang enak bisa sedikit menghilangkan rasa sakit yang dirasakannya pasca dipukuli pagi tadi.
Rachel yang menyaksikan ibunya tengah sibuk, malah hanya melihat ibunya dan tidak ikut membantu. Dengan malasnya Rachel langsung duduk di kursi dan mengamati satu demi satu makanan yang tersedia di atas meja.
Ketika ibunya muncul dari dapur dengan membawa nasi , Rachel lantas memandangnya dengan bingung. Seolah bertanya-tanya tentang apa gerangan yang terjadi sehingga makanan begitu banyak tersedia di atas meja makan.
“Ibu mau pesta yah, makanannya kok banyak sekali?”
Diah tidak langsung menjawab. Hanya dengan seutas senyum lalu berlalu lagi menuju dapur untuk mengambil sambel yang tersisa di sana.
“Ibu masak banyak biar ayahmu itu senang. Kasian kan dia, dari tadi siang Ibu lihat meringis kesakitan terus. Siapa tahu saja jika sudah makan yang enak-enak begini rasa sakitnya bisa sedikit hilang. Paling tidak perutnya bisa senang. Biar makin rajin lagi cari uangnya buat bayar hutang-hutang kita yang sudah menumpuk itu.”
Ramon tersenyum lebar mendengar celotehan istrinya yang nyaris membuatnya serasa ingin terbang saking bahagianya. Ramon benar-benar bersyukur memiliki istri yang seperti Diah. Diah benar-benar bisa mengerti kapan harus berlaku lembut dan kapan harus berlaku tegas. Meskipun tetap saja Diah hampir setiap saat memarahi dirinya, namun ia pun sadar jika hal itu real karena Diah sangat amat sayang kepadanya.
“Rangga!” teriak Diah, memanggil Rangga yang masih ada di dalam kamarnya.
Mendengar namanya disebut, Rangga segera meninggalkan game yang sedang ia mainkan di komputernya. Dengan setengah berlari Rangga menuju arah suara yang memanggilnya.
“Iya bu, ada apa manggil-manggil Rangga.” Dengan wajah kusut Rangga berjalan menuju kursi meja makan. Memperbaiki celananya yang kedodoran, menggeser kursi keluar dari posisinya yang semula lalu beranjak duduk.
“Tumben bu masak banyak gini. Ada angin apa?”
“Biasa, gerakan sayang suami Ga,” jawab Rachel.
“Bukannya dimakan aja malah banyak tanya. Syukur-syukur udah dimasakin banyak begini, enak-enak lagi,” sahut Diah, mengambil nasi lalu menyendokkan ke piring suaminya.
“Udah kalian makan aja dulu. Nggak baik ribut-ribut di tempat makan,” pinta Ramon kepada anaknya.
Suasana menjadi hening. hanya ada gesekan sendok dan piring yang berbunyi. Ramon, Diah, Rangga serta Rachel benar-benar menikmati makanannya sekarang. Makan malam bersama adalah makan malam paling mahal menurut versi Ramon. Sebab bersama adalah kebahagiaan buatnya.
Rachel bergegas untuk membereskan meja makan setelah selesai menyantap semua makanan yang telah dimasak oleh ibunya. Dengan rajin Rachel mengangkutnya ke dapur lalu lanjut untuk mencuci piring. Dari arah ruang makan Ibu dan ayahnya terlihat masih asyik duduk di sana. Dan juga di temani Rangga yang sedang membuka jeruk untuk dimakannya.
Tidak lama setelahnya, Rachel muncul dan kembali untuk ikut bergabung bersama keluarganya di ruang makan. Melihat Rangga yang sedang membuka sebuah jeruk membuat jiwa kejailannya mendadak muncul. Dengan mengendap-endap Rachel berjalan menuju kursi tempat duduk Rangga. Berdiri tepat dibelakangnya. Dan sudah bersiap-siap mengambil posisi untuk merebut jeruk milik Rangga.
Hanya perlu satu tangan Rachel berhasil merebut jeruk milik Rangga. Dengan cepat-cepat Rachel mengambil satu irisan dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Membuat Rangga emosi dibuatnya.
Tidak mau kalah dengan Rachel, Rangga akhirnya berdiri dari tempat duduknya dan merebut jeruk yang dipegang Rachel. Menariknya secara paksa, sehingga membuat Rachel berteriak. Keduanya saling tarik menarik satu sama lain. Mencoba memperebutkan jeruk yang telah dikupas itu. Tidak ada yang mau mengalah diantara mereka. Ayah dan Ibunya hanya bisa melongo melihat tingkah kedua anaknya yang masih saja kekanak-kanakan di usianya yang sudah terbilang remaja.
“Apa kalian mendengarnya.” tanya Ramon berusaha menghentikan keributan yang di sebabkan oleh kedua anaknya.”
“Tidak,” jawab Rachel.
“Sepertinya ada orang di luar.”
“Kau yang pergi, aku tidak mau pergi melihatnya,” Rangga mendorong Rachel agar melihat ke depan.
“Bagaimana kau bisa melakukan ini,” balasnya sambil mendorong kembali. “Harusnya kau yang pergi. Kaukan laki-laki.”
“Pergii..”
Bambang muncul di depan mereka, membuat Rangga tidak jadi melanjutkan kalimatnya. Ramon yang melihat kehadiran Bambang yang secara tiba-tiba itu sontak membuat jeruk yang sedang dimakannya tanpa sengaja dimuntahkan keluar dari mulutnya lagi. Dengan cepat Ramon dan Diah berdiri dari duduknya.
“Eh pak asisten, ada apa pak? bagaimana bisa malam-malam begini datang kemari?” tanya Ramon penasaran.
“Tadi aku telah lama berteriak di depan namun tidak ada jawaban, tetapi aku mendengar suara ribut di luar jadi aku langsung masuk ke sini untuk memastikan apakah tidak terjadi hal buruk pada kalian. Oh iya maafkan aku yang datang tanpa minta ijin terlebih dahulu kepada kalian. Jadi aku rasa ini akan sama seperti saat terakhir kali aku datang ke sini. Ketika anda sedang diserang oleh orang bertato. Makanya saya buru-buru masuk saja tanpa ijin.”
“Apa yang bapak akan lakukan di sini?” tanya Rachel dengan sopan. “Ohhh aku tahu. Angkasa pasti ingin membatalkan pernikahannya denganku kan,” ucapnya semangat.
“Ohohoh justru tidak sama sekali. Tuan muda Angkasa tidak pernah mengatakan bahwa dia tidak ingin menikah denganmu. Tapi sebenarnya aku datang kemari untuk pijat.”
“Ha, pijat?”
“Iya.”
“Tidak masalah Pak Bambang. Aku akan segera menyiapkan peralatannya,” jelas Ramon sambil tersenyum paksa. “Tapi lain kali kalau bisa jika ingin ke sini untuk urusan pijat datanglah ketika kami sedang buka,” bisiknya lagi sambil berjalan maju menuju ruang kerjanya.
“Eits, tunggu sebentar. Aku juga ingin memberitahumu bahwa Mama dari Angkasa ingin bertemu dengan tunangan dari anaknya. Dia ingin bertemu dengan Rachel. Besok bisakah kamu datang ke rumah mereka bersama dengan Angkasa?”
Rachel balas memandang Bambang, mencoba mencerna ucapannya barusan. “Apa, besok?”
“Iya.”
Dengan sangat kebingungan, Rachel mencoba menatap wajah Bambang. Setengah memelas. Mencoba memberi kode kepada lelaki itu agar membatalkan permintaannya tadi. Rachel benar-benar tidak sanggup untuk menghadapi pernikahan yang harus ia lakukan dengan Angkasa. Apalagi Rachel sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa dengan Angkasa.
Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Ramon selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasan akan hari esok yang buruk. Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Ramon lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Ramon dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Tawa terpancar ketika mereka bersama. Setelah insiden buruk tadi pagi, Diah menjadi lebih kalem m
Pagi memompakan udara segar. Sinar matahari menampar dedaunan dan rumput yang lembab karena embun. Rachel sedang menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan di dalam kamar. Di atas kasur, Rachel sibuk bermain dengan ponselnya. Di luar kamar Rachel ada Diah yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawalnya datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Ramon terbilang cukup kejam juga. Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Memakai setelan baju yang berwarna hitam. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Kali ini ada dua orang pengawal yang Bondan bawa. Pengawal dengan tubuh kekar dan penuh tato. Ramon sedang sibuk dengan minyak
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Yah. Ini adalah berita tentang penerus dari perusahaan Ains-Soft. Angkasa, seseorang yang sangat populer di kalangan perempuan. Tua maupun muda, aku juga termasuk pengagumnya. Tapi menurutku ini menjadi berita menyedihkan untuk para penggemarnya, bukanlah sebuah berita bahagia. Karena kali ini alasan dia tiba-tiba kembali ke negeri ini bukan untuk alasan pendidikannya semata tetapi juga karena alasan pesta pernikahan. Masalah ini mendadak di bicarakan oleh berbagai pengguna sosial media dan menjadi tranding saat ini. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba un
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga