"Ayo, sekarang waktunya giliran abang yang harus bercerita secara jujur." ucap Dasta mengingatkanku.
Aduh, mampus aku! batinku menjerit.
Tersenyum kikuk ke arah Dasta yang menatapku dengan senyuman manis. Huffftt, aku pun jadi tak tega melihatnya. Ia sudah bercerita jujur padaku mengenai Gee, sedangkan aku masih ragu antara ingin mengatakan yang sebenarnya.
Aku takut Dasta syok ketika mendengar ucapan jujurku, termasuk mengenai Mei yang ikut masuk di dalamnya.
"Dasta,"
"Iya bang?"
"Aku harap kamu tidak terkejut dan marah padaku saat aku bercerita nanti." ucapku mengisyaratkan padanya untuk tak marah.
"Ya, tergantung dengan cerita abang nanti. Bakalan bikin aku marah atau tidak."
"Nah, kan." rungutku dengan muka memberengut kesal.
"Haha, jangan pikirkan marahku bang, ayo cerita saja dulu."
Jujur, sebenarnya aku masih syok dan tak menyangka dengan apa yang aku dengar langsung dari mulut bang Shaka. Kalau di pikir-pikir lagi memang terasa janggal mengingat awal mula pertemuan dan perkenalanku dengan Gee yang secara mendadak.Di tambah lagi Gee yang langsung mengajukan sebuah hubungan pertemanan padaku. Memberi kartu namanya untukku, Gee juga sudah memprediksi jika kami akan bertemu lagi.Berlanjut dengan kebaikannya yang mau dan repot-repot memberikanku sebuah hadiah berupa ponsel keluaran terbaru jika tidak ada maksud tertentu. Entahlah, apa hanya perasaanku saja atau gimana?Memang kita tidak boleh juga langsung menuduh atau berburuk sangka pada seseorang, bisa saja mungkin Gee memang berniat baik memberiku sebuah ponsel.Tapi, obat itu....Aku teringat kembali pada kotak obat yang tadi di banting kuat bang Shaka sehingga berserakan di lantai. Sebelum bangkit berdiri ke arah dim
Sesuai keinginanku, siang hari saat di jam istirahat kerja bang Shaka. Kami langsung pergi menemui psikiater yang waktu lalu bang Shaka temui untuk pertama kalinya. Kami berdua saling menjabat tangan psikiater itu yang baru ku ketahui namanya Selva, dengan sopan aku memanggilnya dengan sebutan bu.Bu Selva mengingat bang Shaka dari wajahnya yang tak asing, bang Shaka mengangguk membenarkannya dan langsung mengutarakan maksud dan kedatangannya disini bersamakuBang Shaka mengeluarkan dua butir obat pemberian Gee yang kemarin berhamburan ke lantai akibat bantingan kuatnya. Sengaja kami membawa obat itu sebagai sample untuk di periksa bu Selva.Aku bertanya mengenai obat apa itu dan apa efeknya, baik atau buruknya? Walau aku sangat yakin jika tak ada kandungan yang baik pada obat itu.Dan segala dugaanku dibenarkan oleh bu Selva yang langsung tahu obat itu, dari situlah aku dan bang Shaka mendengarkan dengan seri
Aku memacu kecepatan mobilku seperti kesetanan, rasanya sudah tidak sabar untuk segera sampai ke tempat tujuan yang di usulkan Dasta. Istriku tadi menolak untuk melakukan itu di hotel, lalu dengan sangat menggodanya membisikan sesuatu yang membuatku langsung setuju. Tanpa pikir panjang lagi langsung saja aku bergegas pergi menuju tempat yang akan membawa kami berdua melayang.Sangking senang dan tak sabarannya pun aku melupakan segala kesedihanku, Dasta mengerti dan mampu membuatku kembali ceria. Terlebih lagi Dasta mampu membangkitkan gairahku yang sangat tinggi, hanya butuh sedikit sentilan maka aku pun langsung terpancing dan menginginkannya. Menginginkan dirinya berada di dalam diriku dalam penyatuan yang indah.Katakanlah mulutku jorok, kotor penuh perkataan mesum dan vulgar. Haha, percayalah betapa indahnya menikah itu. Sehingga membuatku selalu kehilangan kendali diri, dan menjadi semakin tidak waras akibat pusaran cinta untuk Dasta.
"Ya Tuhan, ini seks ternikmat dalam hidupku. Eh ralat, bercinta paling enak bersama istriku, bersama Dasta." gumamku menggeram seraya tersenyum mengamati wajah lelah Dasta.Setelah tubuhku kembali normal dari badai yang mengantarkan kenikmatan, aku pun bergegas melepas penyatuan kami dan menegakkan tubuhku. Aku mengangkat tubuh Dasta ke dalam gendonganku, membawa tubuh lelahnya kembali masuk ke dalam ranjang.Setelah selesai aku menyelimuti tubuh telanjangnya dengan selimut aku pun bergegas keluar, aku teringat dengan kekacauan yang tadi kami berdua buat, jadi untuk itu aku ingin membersihkannya. Tanpa memperdulikan ketelanjanganku, aku pun langsung saja keluar dan seketika terkejut saat melihat sosok papaku yang berdiri di depan pintu yang tertutup dengan ekspresi luar biasa terkejut.Dari mana papa bisa masuk ke dalam ruanganku? Apa aku lupa menutup pintunya? batinku bertanya-tanya.Dengan gerakan spontan aku menu
Selesai mandi Shaka langsung keluar dari dalam kamar mandi, dengan melilitkan handuk putih yang ia kenakan dari pinggang sampai lutut Shaka melangkah santai menuju ke arah lemari di kamar itu.Inilah kehebatan para orang kaya yang selalu memiliki fasilitas lengkap di kantornya. Hal ini juga yang membuat Shaka sebenarnya betah di kantornya, kerena apa saja sudah tersedia di kantornya ini.Kamar tidur tempat istirahat plus kamar mandi dan beserta kelengkapannya sudah tersedia. Jika terlalu lelah untuk pulang maka Shaka akan menetap di kantornya.Shaka memakai kemeja putih baru dan celana hitamnya secara cepat, setelah selesai ia mendekat ke arah Dasta dan duduk di tepi ranjang.Di tatapnya wajah cantik istrinya yang masih damai dalam tidurnya, Shaka merapikan sebagian helaian anak rambut yang menutupi wajah Dasta.Dasta menggeliat saat merasakan tangan Shaka yang membelai-belai
Gee tampak bersibuk memperhatikan penampilannya di cermin besar, raut wajahnya terlihat begitu gembira sekali. Senyuman yang tak pernah luntur menghiasi wajah tampannya, bulu-bulu jenggot yang biasanya terlihat kini sudah lenyap dan menjadikan wajah Gee tampak bersih dan berbeda.Ya, hari ini Gee sengaja mencukur bulu jenggotnya hingga habis. Karena apa? Karena hari ini Dasta menghubunginya dan mengatakan ingin berjumpa dengannya. Rasa hampa dan galau Gee seketika hilang dan berganti menjadi berbunga-bunga mekar, ajakan Dasta tentu saja langsung di iyakan Gee dengan semangat yang luar biasa.Gee bahkan mempersiapkan penampilannya se-sempurna mungkin agar Dasta merasa terpukau dan terpesona dengan penampilan Gee hari ini. Gee bersiul sembari melumuri rambutnya dengan minyak rambut agar terlihat berkilau dan tampak keren, sambil masih bersiul gembira Gee menyisir rambut cepaknya.Ponsel Gee berdering menandakan seseorang mengubunginya
"Jadi, ada apa sebenarnya kamu ingin mengajakku bertemu hari ini?" tanya Gee tanpa basa-basi lagi karena ia sungguh muak berada di situasi seperti ini.Dasta dan Shaka saling menatap sebelum mereka berdua menjawab pertanyaan Gee, tatapan yang penuh makna diantara mereka."Gee, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ucap Dasta memberanikan diri mengutarakan maksud dan tujuannya."Apa itu?" tanya Gee tak sabar dan terlihat gelisah.Tangan Dasta bergerak membuka clutch bag-nya, mengeluarkan sesuatu yang secara otomatis membuat kedua mata Gee terbelalak kaget."Ini aku kembalikan Gee," kata Dasta menyodorkan ponsel pemberian Gee untuknya beberapa waktu lalu."Kenapa?" tanya Gee yang dari nada suaranya terdengar jelas jika Gee sedih karena Dasta yang mengembalikan hadiah berupa ponsel pemberiannya."Karena aku sudah mempunyai ponsel pemberian bang Shaka," jelas
Dasta terisak di dalam mobil selama perjalanan arah pulang, rasanya sangat sakit apabila kau menemukan kebenaran secara langsung dari mulut seseorang yang kau anggap teman dan sangat kau percayai.Berulang kali Shaka sudah membujuk sang istri untuk tenang dan menenangkan dirinya agar berhenti menangis. Tapi, Dasta yang merasa sangat terpukul pun tak merespons ucapan suaminya."Aku menyesal karena sedari awal sempat meragukan ucapanmu yang menuduh Gee orang jahat bang. Aku pikir ucapanmu pastilah salah, melihat bagaimana baiknya Gee padaku." ucap Dasta di sela isak tangisnya.Shaka diam mendengarkan segala unek-unek dihati Dasta sambil masih tetap fokus menyetir memperhatikan jalanan."Tapi setelah melihat dan mendengar langsung semua yang keluar dari mulut Gee, aku jadi membencinya. Dia pria jahat yang bertopeng malaikat kebaikan."Cukup!Shaka sudah tak tahan lagi mende