Share

Bab 6. Terjebak di Dalam Lift

Lift berhenti di lantai enam. Semua yang berada di dalam ruang kecil itu keluar bersama dengan Adam. Hanya Adam yang melangkah sendiri, sementara yang lain ada yang berpasangan atau bersama teman, mungkin juga bersama keluarga. 

Sebelum masuk pintu kaca, pengunjung akan disambut beberapa poster film yang tengah tayang. Dua di antaranya adalah film Hollywood, "Mission: Impossible 5" dan "Star Wars: The Force Awakens". Lalu dua lainnya film asal Indonesia, "Retroaktif: Single Part 1" dan "Bulan Terbelah di Langit Amerika."

Namun, Adam memilih film dengan poster yang memakai wajah komika Raditya Dika sebagai fokus utama. Pria itu sedang tak ingin berpikir terlalu berat. Dia ingin tertawa dan terbawa oleh kekonyolan pemain karena alur ceritanya. Itulah yang Adam harapkan.

Tangan Adam bebas. Tak seperti tangan pengunjung lain yang disibukkan oleh layar ponsel mereka. Adam meninggalkan ponselnya di kantor. Saat ini dia merasa seperti terpisah dari kebisingan pekerjaan dan dia menyukuri itu. Mungkin Hassan yang akan kerepotan bila tiba-tiba membutuhkan dirinya. Mengingat hal itu membuat pria dengan tinggi 175 sentimeter itu tersenyum.

Setelah satu orang di depannya, akan tiba giliran Adam untuk memesan tiket.

"Selamat malam, ingin menonton apa?" tanya perempuan berseragam hitam dengan ramah.

"Single. Satu tiket." 

Jawaban Adam membuat perempuan itu urung melanjutkan proses pemesanan dan malah memiringkan wajah karena tak percaya. Petugas tiket itu tercengang dengan mulut sedikit ternganga. Dia tak menyangka bahwa pria di depannya hanya menonton sendiri. Padahal menurutnya, dia pria yang tampan dan seharusnya datang bersama pacar atau istri untuk menemani. 

"Yakin cuma satu?" goda petugas itu diiringi senyuman.

"Biar sesuai sama judulnya," timpal Adam disusul dengan sebuah cengiran.

Petugas tiket terkekeh mendengar jawaban Adam. "Mas-nya lucu juga," seloroh perempuan itu. "Silakan pilih seat yang mana?" Perempuan itu menunjukkan denah tempat duduk yang masih bisa dipesan.

"D7," pilih Adam.

"Baik. Satu tiket, Single, teater dua. Silakan," ujar perempuan itu seraya menyerahkan satu tiket masuk kepada Adam.

"Terima kasih," balas Adam.

Saat meninggalkan loket pemesanan tiket, mata Adam menangkap wajah yang tadi dijumpai saat di lantai dasar. perempuan yang tak sengaja menabrak lengannya. 'Mungkin dia juga berencana nonton,' batin Adam.

Jam tayang film yang akan Adam tonton sudah dekat. Pria itu memilih duduk di salah satu bangku tunggu yang kosong. Mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tak banyak yang dilakukan selain menunggu dan melihat pengunjung bioskop yang hilir mudik di hadapan. 

Setelah beberapa saat, lagi-lagi perempuan tadi terjangkau oleh pandangan Adam. Mereka hanya berdua. perempuan kedua wajahnya tampak familiar. Seperti pernah Adam lihat, tetapi entah di mana. Kemudian terdengar pengumuman dari pengeras suara.

"Mohon perhatian Anda. Pintu teater dua telah dibuka. Bagi Anda yang telah memiliki karcis dipersilakan untuk memasuki ruangan teater dua."

Itu adalah tanda panggilan untuk Adam. Dia beranjak dari duduk menuju pintu masuk teater dua. Beberapa orang sudah mengantre untuk masuk ruangan. Tibalah giliran Adam. Kemudian dia berjalan memasuki ruangan yang pengunjungnya tak seramai saat siang atau sore hari. 

Layar besar di hadapan menyambutnya dengan tayangan iklan. Suara menggelegar dari alat pengeras membuat Adam mengerutkan dahi sambil mencari nomor kursi dengan kombinasi angka huruf yang sesuai dengan tiket di tangan. Setelah berhasil ditemukan, dia duduk dan menyamankan diri.

Hampir dua menit berlalu. Cahaya di ruangan mulai meredup. Beberapa penonton masih berdatangan mencari lalu menduduki kursi mereka. Adam menghuni kursi paling luar pada jalur tengah. Tiga kursi di samping kirinya masih kosong.

"Permisi," pamit seorang perempuan mengalihkan perhatian Adam dan membuatnya menoleh ke arah sumber suara. Mereka dua orang perempuan.

Adam merapatkan lutut menarik badan ke belakang. Memberikan ruang selebar mungkin agar mereka bisa melintas. Mereka duduk berjarak satu kursi dari Adam. Film pun dimulai. 

Kelakuan tokoh utama di film itu sangat patut dikasihani. Dihiasi kelucuan, kecanggungan, juga kenekatan. Sempurna mengocok perut penonton. Gelak tawa sesekali terdengar. Adam yang sedang ingin menikmati momen hanya mengikuti alur cerita tanpa berpikir terlalu dalam. 

Terdengar salah seorang perempuan yang duduk di sisi kiri menerima sebuah panggilan telepon. Kemudian tak lama perempuan itu berdiri dan sekali lagi meminta maaf agar Adam memberikan jalan baginya untuk lewat. Akan tetapi, perempuan yang pergi hanya seorang. Seorang lagi tetap lanjut menonton film.

Kisah perjuangannya melepaskan status "single" dengan berpetualang dari gadis satu ke gadis yang lain. Namun, pada akhirnya si pemeran utama justru mendapatkan hikmah lain bahwa ada hal yang jauh lebih dibutuhkan dalam hidup, bukan sekadar memenuhi apa yang diinginkan.

Adam sang keturunan keluarga Saguna meresapi cerita film ini dalam versi yang berbeda untuk dirinya. Jika si Ebi–nama pemeran tokoh utama film "Single"–berjuang untuk mendapatkan kekasih, maka Adam berpikir untuk memperjuangkan kebahagiaannya sendiri. Pria itu mulai menimbang bila masih bertahan dengan kenangan yang dimiliki bersama Clarissa tak akan baik untuknya.

Setelah 127 menit berlalu, lagu soundtrack mengiringi deretan nama pemeran hingga kru pembuat film bergerak di layar raksasa itu. Lampu ruangan perlahan menyala terang. Warna hangat yang dipancarkan menemani para penonton membubarkan diri dan bergiliran meninggalkan ruangan.

Setelah berada di luar ruangan, Adam tidak langsung meninggalkan bioskop itu. Dia malah duduk di salah satu bangku tunggu hanya sekadar berkontemplasi, memikirkan kembali apa yang dipikirkan saat di dalam tadi.

Pria itu menyingkap ujung lengan jaket hoodie kuning yang dikenakan, kemudian melihat angka yang ditunjuk oleh jarum jam tangan di tangan kirinya. Setelah melihat dengan pasti, dia berpikir untuk segera kembali ke apartemen karena sebentar lagi akan berganti hari. Adam berjalan menuju lift. Pengunjung pusat perbelanjaan itu mulai berkurang. Bahkan saat ini hanya dirinya yang berdiri di depan pintu lift.

Ting!

Pintu lift perlahan terbuka. Adam masuk dan memencet tombol dengan huruf LD untuk menuju lantai dasar. Sebelum bilah pintu benar-benar tertutup, ada seseorang berteriak dari luar bilik kecil itu,

"Lift! Tahan!" seru seseorang dengan jenis suara perempuan.

Mendengar seruan itu, Adam menekan tombol agar pintu kembali terbuka. Seorang perempuan masuk dengan tergesa-gesa. Adam kembali menekan tombol agar pintu tertutup. Melihat si perempuan yang masih menunduk mengatur napas, Adam menanyakan tujuan lantai yang dia tuju, "Mau ke lantai berapa, Mbak?"

Perempuan itu menengadah dan melihat deretan tombol di sisi pintu lift, kemudian berujar, "iya ... saya juga ... mau ke ... lantai dasar." Napas yang memburu membuatnya kesulitan untuk mengucapkan kalimat tanpa terpotong.

Adam hanya mengangguk. Pria itu mencuri pandang dari ekor matanya pada perempuan itu. Dia adalah perempuan sama yang menabraknya di lantai dasar, juga yang dilihatnya di bioskop, dan setelah diingat-ingat warna baju yang dikenakan pun sama dengan perempuan yang duduk tak jauh dari kursinya saat menonton tadi. Lalu kini, mereka berdua berada di dalam lift menuju lantai yang sama.

Putra Adyaksa Saguna itu tak sadar menyunggingkan senyum tipis mengingat kebetulan sebanyak itu. 

Perempuan itu menyandarkan tubuh rampingnya di dinding lift. Sebuah tas selempang melingkari badan rampingnya. Rambut hitam sebahu miliknya memiliki poni yang ditata belah tengah. Meskipun dia tak sendiri di sana, tetapi wajahnya datar seolah-olah Adam tak ada.

Tiba-tiba terasa guncangan. Kontan dua orang itu menjadi awas dan memperkuat pijakan kaki agar tetap tegak berdiri. Namun, guncangan kembali terasa seperti lift itu turun tersendat-sendat. 

"Kenapa ini?" desis perempuan itu.

"Kayaknya lift trouble," jawab Adam.

"Macet?" Ada rasa takut yang tersirat nada suara dan mata perempuan itu saat menatap lekat ke arah Adam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status