Share

Bab 5. Titah Nyonya Besar

Adam sudah mempersiapkan diri mendengar pertanyaan sang ibu. Dengan tenang dia menjawab, "Aku terlalu sibuk, Bu. Mana ada yang mau pacaran sama orang yang nggak punya waktu buat mesra-mesraan," terang Adam lalu memamerkan senyum manisnya.

"Dam, apa kamu masih memikirkan Clarissa?" tanya Nyonya Wursita dengan nada curiga.

Pria itu menjadi salah tingkah dan menjawab, "Sedang mengusahakan, Bu."

"Ndak bisa, Dam! Ini ndak baik bagimu. Seharusnya kamu lebih dari berusaha. Sudah tiga tahun berlalu. Mantanmu itu sudah berada entah di mana dan bahagia. Lha … kamu? Masih saja menyimpan barang-barang darinya. Kapan kamu bisa melupakan dia kalau begitu caranya?" sembur perempuan itu menceramahi sang putra.

Adam teringat barang yang sang ibu maksud memang masih ada di kamar miliknya. 

"Ibu bisa membuangnya," timpal Adam.

"Oh, ndak! Harus kamu yang nyingkirin semua itu. Ibu ngajarin kamu buat jadi lelaki yang tegas, bagas, tapi ndak bringas. Kalau urusan sepele seperti membuang barang yang hanya akan mengingatkanmu pada masa lalu itu seharusnya sudah jauh-jauh hari kamu lakukan. Tapi apa buktinya? Justru kamu lari. Ndak berani hadapi kenyataan," cecar Nyonya Wursita tanpa jeda.

Tuan Adyaksa hanya menjadi penonton. Sejak awal dia memilih menyerahkan urusan jodoh dalam pantauan sang istri. Selama pilihan Adam tidak membuat sang putra lalai dengan kewajiban-kewajibannya, dia tidak keberatan sama sekali.

Setelah mendengar semua ceramah sang ibu, Adam hanya menghela napas panjang dan menyamankan posisi duduknya.

"Le, kamu mau dengerin ibumu ini, tho?" tanya Nyonya Wursita dengan tatapan tajam.

Adam sudah menganggap Nyonya Wursita sebagai ibu kandung sendiri. Selama ini pun Adam selalu menuruti kehendak sang ibu. Bila kalimat sakti itu sudah terlontar dari perempuan itu, maka artinya Adam tak bisa mengelak lagi. Sudah wajib baginya untuk mengiakan.

"Iya, Bu," jawab Adam.

"Saat pesta perayaan hari jadi perusahaan, ibu mau kamu bawa calon mantu buat ibu. Pilihanmu sendiri. Kalau ndak, ibu yang akan pilihkan buatmu. Ngerti kamu?" titah Nyonya Wursita.

"Hari jadi perusahaan?" Adam segera menghitung hari yang dimiliki sebelum tenggat waktu. "Tapi itu kurang dari sebulan lagi, Bu?" kelit pria itu.

"Terus kenapa?"

"Terlalu cepat, Bu," cicit Adam.

"Kamu sudah buang tiga tahunmu percuma. Sekarang ndak ada lagi waktu bersantai. Cepat bawa calon mantu ibu atau kamu harus terima pilihan ibu!" ancam perempuan itu.

Adam menoleh ke arah sang ayah untuk mendapat bantuan pembelaan, tetapi Tuan Adyaksa hanya mengangkat sebelah telapak tangannya sebagai tanda bahwa dia tak mau ikut campur. Lalu kembali melihat ke arah sang ibu. "Tapi dalam bulan ini aku harus banyak melakukan perjalanan bisnis, Bu," lanjut Adam berkelit.

"Ya, kalau gitu cari saat kamu bepergian. Katanya kamu ganteng, kamu bisa pilih pacar yang ibu mau. Buktikan!" tantang Nyonya Wursita.

Perkataan perempuan itu spontan membuat Adam menggaruk tengkuknya meski tak gatal. Tingkah sang putra membuat Nyonya Wursita geli. " Ya ampun, Gusti. Kamu ini kalau bahas pekerjaan bisa cepat, tangkas, dan lugas. Kalau masalah pribadi seperti ini kenapa jadi lemah? Persis ayahmu!" tuduhnya tiba-tiba.

"Lho, lho. Kok jadi bawa-bawa aku lagi?" protes Tuan Adyaksa.

"Iya, kamu itu nggak bisa tegas kalau urusan perasaan. Terlalu banyak pertimbangan!" terang sang istri. Nyonya Wursita menjelaskan dengan menatap serius ke arah Tuan Adyaksa. "Dulu kalau bukan desakan dari bapak ibu mana ada kamu keberanian buat nikahin aku," gerutu Nyonya Wursita membuat Tuan Adyaksa tersenyum malu.

"Nah, sekarang giliranmu, Dam. Kamu harus segera maju ke tahap berikutnya. Mengerti kamu?" tegas perempuan itu.

"Iya, Bu."

"Ya, sudah. Sana balik sebelum makin larut!" perintah Nyonya Wursita.

"Aku diusir, nih?" canda Adam.

"Lho, malah ngelawak! Tadi ibu suruh nginap ndak mau. Sekarang diusir malah heran. Piye tho?" tandas sang ibu.

(Gimana, sih)

Kemudian Adam pamit meninggalkan kediaman kedua orang tuanya. Pria itu mengendarai mobil Ford putih miliknya melintasi jalanan Jakarta.

Selama perjalanan, angan Adam kembali mengingat semua ucapan yang ibunya katakan. Tak satu pun kata yang bisa dibantah. Adam memang harus mulai membuka diri untuk hubungan yang baru. Sudah sangat baik sang ibu memberi peringatan sebelum akhirnya dijodohkan secara sepihak. 

Perjodohan adalah sesuatu yang tak bisa dihindari dalam keluarga bangsawan seperti keluarga Saguna. Jika harus terjadi, maka tak ada yang bisa menolak. Untuk saat ini, Nyonya Wursita masih memberikan kesempatan bagi dirinya untuk mencari jodohnya sendiri.

Namun, Adam memilih pasrah. Biar takdir yang membawanya pada garis nasibnya. Kalau pun menikahi pilihan sang ibu, Adam tidak keberatan. Selama ini belum ada keputusan Nyonya Wursita yang berdampak buruk bagi hidupnya. 

Saat mobilnya mencapai di persimpangan jalan, entah mengapa Adam tak memilih untuk membelokkannya ke kiri. Justru dia memutar setir menuju jalan ke arah kanan. Padahal apartemen yang dituju ada di arah sebaliknya. Adam memutuskan untuk midnight movie di bioskop. Ini salah satu kebiasaan Adam saat dirinya dilanda kegusaran.

Malam ini Adam keluar dengan memakai celana jin hitam dipadu hoodie kuning dan dilengkapi dengan sepatu kets putih. Meskipun sebagai anggota keluarga Saguna, wajah Adam tidak terlalu familiar di masyarakat. Adam memilih membatasi diri untuk berinteraksi dengan kalangan luas. Untuk berbagai hal yang bersifat promosi atau membutuhkan perannya sebagai eksekutif utama untuk tampil di hadapan publik, Adam lebih sering mengirim para asistennya atau diwakilkan oleh wajah brand ambassador.

Jadi saat Adam berada di fasilitas umum seperti pusat perbelanjaan yang sekarang didatangi tak membuat Adam risih karena menjadi pusat perhatian. Adam melenggang menuju bilik kecil yang akan mengantarkannya ke lantai tempat bioskop berada. Setelah tiba, ditekannya tombol untuk menuju ke atas. Butuh beberapa menit untuk menunggu lift itu turun dari lantai atas.

Ting!

Suara denting terdengar, tanda bahwa bilik kecil itu telah tiba. Adam menunggu pintu lift terbuka perlahan. Beberapa orang keluar bergiliran dan Adam memilih untuk menepi agar mereka leluasa keluar. Namun, seorang perempuan muda dengan wajah tertunduk membelah pengunjung lainnya keluar dengan tidak sabar. Saat hampir mencapai sisi luar dari lift, perempuan itu tergesa-gesa melangkahkan kaki dan tak sengaja menabrak lengan kiri Adam.

perempuan muda berambut sebahu itu merasa melakukan kesalahan dan spontan berbalik badan dan mengangkat wajahnya untuk melihat siapa korban dari ketergesaannya. Di sana berdiri Adam yang sudah memasang wajah terkejut. Segera perempuan muda itu melontarkan kalimat permintaan maaf. "Maaf, maaf. Saya tidak sengaja," ucapnya dengan menangkupkan kedua tangan di dada.

Adam tanpa berpikir panjang langsung memaafkan dengan isyarat tangan dan senyuman. Lalu dia bergerak memasuki kotak yang sudah berisi beberapa manusia. Dari dalam saat perlahan pintu lift tertutup, Adam mengamati perempuan muda tadi yang masih berdiri terpaku dengan pandangan kosong. Setelah pintu sepenuhnya tertutup, Adam mengalihkan pandangan pada poster film yang dipajang sebagai promosi. Di sana terpampang film "Single" yang dibintangi Raditya Dika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status