Share

Bab 7. Kamu Siapa?

Perempuan itu mendengar Adam berkata kecurigaannya tentang bilik elevator yang mengalami gangguan. Kemudian perempuan itu beringsut ke sudut ruangan. Dengan nada suara dan tatapan mata yang diliputi rasa takut dia bertanya, "Macet?"

Sebelum sempat Adam jawab, lampu lift itu berkedip-kedip dan sempat mati bersamaan saat terjadi guncangan kembali. Kali ini kotak pengangkut manusia itu seperti jatuh tanpa kendali. Sejenak mereka merasakan seolah-olah tanpa gravitasi.

"Aarrgghh …!" Perempuan itu berteriak.

Kemudian lift itu kembali berhenti disertai suara seperti benturan yang keras. Adam menahan emosi untuk tetap tenang dalam situasi genting itu. Angka masih menunjukkan lantai empat dan tanda panah tidak tampak. Adam menekan berkali-kali tombol yang berfungsi untuk membuka pintu, tetapi tidak terjadi perubahan.

Adam segera menekan tombol darurat untuk berkomunikasi dengan petugas di luar sana. "Halo! Halo! Ada orang di sana? Ada yang mendengar suara saya?" Adam beberapa kali mengulangi perkataannya. Namun, tak ada jawaban.

Saat Adam berusaha menghubungi petugas, dia melihat mata perempuan yang bersamanya di dalam lift itu menatap kosong dan mata membulat sempurna, wajahnya memucat, serta keringat dingin mulai bercucuran, sementara tubuhnya mematung tak bergerak. Melihat kondisi perempuan itu membuat Adam beralih fokus memerhatikan sang perempuan.

"Mbak! Mbak! Kamu baik-baik saja?" tanya Adam khawatir. 

Perempuan itu bergeming dan pandangannya kosong.

"Mbak … kamu kenapa? Jangan khawatir, sebentar lagi akan datang petugas buat nolongin kita," jelas Adam bermaksud menenangkan perempuan itu.

Ternyata itu tak membantu. perempuan itu justru mulai bertingkah seperti kehabisan napas. Tubuh ramping itu merosot ke lantai dan kedua tangannya memegang leher seolah-olah tak mampu bernapas karena tercekik. 

Adam mundur selangkah karena terkejut. Dia berpikir keras tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi kepada perempuan itu. Adam dengan ragu-ragu mendekati dan mencoba menenangkannya.

"Mbak kenapa? Nggak bisa napas?" tanya Adam menegaskan. Tak ada jawaban, perempuan itu terus meronta dan matanya menutup rapat seperti memekik karena sesak. 

Terdengar suara dari interkom. Seseorang menanyakan kondisi mereka yang terjebak di dalam. 

[Halo … ada orang di dalam sana?]

Adam bergegas mendekati asal suara. "Kami terjebak di sini, tolong!" sahut Adam.

[Harap tenang, jangan panik, teknisi sedang dalam perjalanan ke sana. Lift mengalami gangguan] ujar petugas itu.

[Ada berapa orang di sana?] tanyanya lagi.

"Kami hanya berdua," terang Adam. "Tolong segera dipercepat! Ini ada mbak-mbak yang … mulai kehabisan oksigen!" jelas Adam untuk menggambarkan situasi perempuan itu. Kondisi yang sebenarnya tak Adam pahami penyebabnya.

[Iya, Mas. Harap tetap tenang. Teknisi sudah bergerak secepat mungkin] ujar petugas.

"Tolong panggil juga dokter atau ambulans! Mbak ini butuh pertolongan segera!" pinta Adam.

[Baik, Mas] jawab si petugas.

Meskipun bantuan segera datang, tetapi Adam masih diliputi kebingungan. perempuan itu tak menunjukkan tanda-tanda membaik. Wajah perempuan itu mengekspresikan kesakitan yang tak tertahankan. Adam ingin menolong, tetapi bingung harus bagaimana. Dia dengan ragu mendekati dan menyentuh kedua tangan perempuan itu agar melepaskan lehernya. 

"Ayo bernapas, Mbak! Hirup napas dari hidung! Dari hidung. Lihat, seperti yang saya contohkan!" Adam menghirup dan mengembuskan napas dengan harapan perempuan itu mengikuti sarannya.

Terdengar suara gebrakan dari luar lift. Lalu seseorang berteriak memanggil mereka.

"Mas, kami akan membuka pintu. Harap menjauhi pintu. Mundur, Mas!" perintah suara itu.

Mendengar instruksi yang diberikan, Adam tanpa ragu memeluk dan menggeser tubuh perempuan itu untuk menjauhi pintu lift. "Mbak, bantuan sudah datang. Sebentar lagi pintunya terbuka. Sabar, ya," bisik Adam dengan masih memeluk tubuh itu.

Mata perempuan itu menangkap citra wajah Adam. Napas yang semula tak teratur perlahan malah melemah. Badannya pun mulai melemas. perempuan itu kehilangan kesadarannya.

"Mbak!" panggil Adam seraya mengguncang-guncang tubuh yang ada di pelukan. Adam memeriksa denyut nadi di leher sang perempuan, 'masih ada,' batinnya.

Adam yang terfokus kepada perempuan itu tak menyadari bahwa pintu telah dibuka dengan paksa. Terlihat beberapa orang sudah berkerumun di luar lift. 

"Mas!" panggil seseorang.

Adam menoleh dan tanpa membuang waktu, digendongnya perempuan itu dan berjalan keluar lift.

"Ambulans? Ambulans sudah siap?" tanya Adam kepada salah seorang yang berseragam petugas di sana.

"Sebentar lagi sampai, Mas," jawabnya. "Lewat lift yang di sana saja, Mas. Aman," ajak pria itu kepada Adam. Dia berjalan lebih dulu untuk menunjukkan lokasi lift yang akan mereka gunakan untuk mencapai lantai dasar.

Petugas itu berlari lebih dulu untuk mengamankan jalan dan memastikan pintu lift nanti sudah terbuka sebelum Adam sampai untuk menggunakannya.

Adam merasakan berat badan perempuan itu meringan. Dia khawatir jika terlalu lama membiarkan perempuan itu kehilangan kesadarannya. Saat mencapai ambulans, para petugas medis bergerak cepat untuk memberikan pertolongan pertama.

"Mas-nya gimana? Ada keluhan?" tanya seorang pria. "Mas?" panggilnya. Adam yang terpaku melihat perempuan itu di dalam ambulans terhenyak kesadarannya.

"Nggak. Saya baik-baik saja," jawab Adam.

"Alhamdulillah. Oh iya, mbak-nya biar kami yang urus, Mas." 

Mendengar keputusan pria itu Adam menoleh dan berujar, "Nggak usah, biar saya saja." Adam segera naik ke ambulans dan duduk di bangku penumpang.

Pria tadi melongo melihat Adam yang pergi begitu saja, 'Apa dia kenal mbak tadi?' tanyanya dalam hati.

"Mas siapanya?" tanya seorang perawat. 

"Saya yang tadi terjebak bareng sama mbak-nya," jawab Adam.

"O ... Mas ada keluhan?" tanya perawat itu kemudian.

"Nggak, saya baik-baik saja. Bagaimana kondisi mbak-nya, Sus?" tanya Adam.

"Kondisi mbak-nya belum stabil. Detak jantung masih lemah. Tapi kami sudah memberikan penanganan darurat untuk mempertahankan kondisi saat ini agar tidak memburuk. Nanti akan ditindaklanjuti saat tiba rumah sakit, ya, Mas," terang perawat itu kepada Adam.

Sesampainya di rumah sakit, ranjang tempat perempuan itu berbaring didorong menuju unit gawat darurat untuk penanganan yang lebih intensif. Adam berdiri di luar pintu karena merasa tidak berkepentingan untuk ikut masuk ke sana. Seorang perawat datang dan menyerahkan tas milik pasien.

"Ini, Mas. Tas milik mbak-nya. Dan tolong segera ke bagian administrasi untuk mengisi data pasien," ujar perawat itu dengan merentangkan tangan kirinya menunjuk lokasi bagian administrasi. Tanpa menunggu jawaban dari Adam, perawat itu berlalu pergi.

Adam butuh beberapa detik untuk menjernihkan pikiran. Dia berpikir hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa identitas perempuan itu di dalam tasnya. Tas hitam itu dibuka dan dilihat dengan saksama. Adam berfokus mencari benda yang serupa dompet di dalam sana. Akan tetapi, tidak ditemukan. "Kok, nggak ada?" cicitnya.

Kemudian dia mencari tempat duduk lalu mengeluarkan seluruh isi tas itu. Di sana ada beberapa permen, beberapa uang koin dan uang kertas dalam pecahan kecil, sebuah ponsel, sebuah kunci motor, sebungkus tisu, sebuah pemotong kuku, dan dua kunci dalam satu gantungan. Karena memang tak ditemukan dompet, Adam mengecek ponsel sang perempuan, tetapi untuk membukanya diperlukan kata sandi.

Adam mendengkus kesal. "Lalu aku harus nulis namamu siapa?" gumam Adam. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status