Home / Romansa / Fall For Her / Bab 7. Kamu Siapa?

Share

Bab 7. Kamu Siapa?

Author: Sastra Stone
last update Huling Na-update: 2022-03-04 20:38:01

Perempuan itu mendengar Adam berkata kecurigaannya tentang bilik elevator yang mengalami gangguan. Kemudian perempuan itu beringsut ke sudut ruangan. Dengan nada suara dan tatapan mata yang diliputi rasa takut dia bertanya, "Macet?"

Sebelum sempat Adam jawab, lampu lift itu berkedip-kedip dan sempat mati bersamaan saat terjadi guncangan kembali. Kali ini kotak pengangkut manusia itu seperti jatuh tanpa kendali. Sejenak mereka merasakan seolah-olah tanpa gravitasi.

"Aarrgghh …!" Perempuan itu berteriak.

Kemudian lift itu kembali berhenti disertai suara seperti benturan yang keras. Adam menahan emosi untuk tetap tenang dalam situasi genting itu. Angka masih menunjukkan lantai empat dan tanda panah tidak tampak. Adam menekan berkali-kali tombol yang berfungsi untuk membuka pintu, tetapi tidak terjadi perubahan.

Adam segera menekan tombol darurat untuk berkomunikasi dengan petugas di luar sana. "Halo! Halo! Ada orang di sana? Ada yang mendengar suara saya?" Adam beberapa kali mengulangi perkataannya. Namun, tak ada jawaban.

Saat Adam berusaha menghubungi petugas, dia melihat mata perempuan yang bersamanya di dalam lift itu menatap kosong dan mata membulat sempurna, wajahnya memucat, serta keringat dingin mulai bercucuran, sementara tubuhnya mematung tak bergerak. Melihat kondisi perempuan itu membuat Adam beralih fokus memerhatikan sang perempuan.

"Mbak! Mbak! Kamu baik-baik saja?" tanya Adam khawatir. 

Perempuan itu bergeming dan pandangannya kosong.

"Mbak … kamu kenapa? Jangan khawatir, sebentar lagi akan datang petugas buat nolongin kita," jelas Adam bermaksud menenangkan perempuan itu.

Ternyata itu tak membantu. perempuan itu justru mulai bertingkah seperti kehabisan napas. Tubuh ramping itu merosot ke lantai dan kedua tangannya memegang leher seolah-olah tak mampu bernapas karena tercekik. 

Adam mundur selangkah karena terkejut. Dia berpikir keras tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi kepada perempuan itu. Adam dengan ragu-ragu mendekati dan mencoba menenangkannya.

"Mbak kenapa? Nggak bisa napas?" tanya Adam menegaskan. Tak ada jawaban, perempuan itu terus meronta dan matanya menutup rapat seperti memekik karena sesak. 

Terdengar suara dari interkom. Seseorang menanyakan kondisi mereka yang terjebak di dalam. 

[Halo … ada orang di dalam sana?]

Adam bergegas mendekati asal suara. "Kami terjebak di sini, tolong!" sahut Adam.

[Harap tenang, jangan panik, teknisi sedang dalam perjalanan ke sana. Lift mengalami gangguan] ujar petugas itu.

[Ada berapa orang di sana?] tanyanya lagi.

"Kami hanya berdua," terang Adam. "Tolong segera dipercepat! Ini ada mbak-mbak yang … mulai kehabisan oksigen!" jelas Adam untuk menggambarkan situasi perempuan itu. Kondisi yang sebenarnya tak Adam pahami penyebabnya.

[Iya, Mas. Harap tetap tenang. Teknisi sudah bergerak secepat mungkin] ujar petugas.

"Tolong panggil juga dokter atau ambulans! Mbak ini butuh pertolongan segera!" pinta Adam.

[Baik, Mas] jawab si petugas.

Meskipun bantuan segera datang, tetapi Adam masih diliputi kebingungan. perempuan itu tak menunjukkan tanda-tanda membaik. Wajah perempuan itu mengekspresikan kesakitan yang tak tertahankan. Adam ingin menolong, tetapi bingung harus bagaimana. Dia dengan ragu mendekati dan menyentuh kedua tangan perempuan itu agar melepaskan lehernya. 

"Ayo bernapas, Mbak! Hirup napas dari hidung! Dari hidung. Lihat, seperti yang saya contohkan!" Adam menghirup dan mengembuskan napas dengan harapan perempuan itu mengikuti sarannya.

Terdengar suara gebrakan dari luar lift. Lalu seseorang berteriak memanggil mereka.

"Mas, kami akan membuka pintu. Harap menjauhi pintu. Mundur, Mas!" perintah suara itu.

Mendengar instruksi yang diberikan, Adam tanpa ragu memeluk dan menggeser tubuh perempuan itu untuk menjauhi pintu lift. "Mbak, bantuan sudah datang. Sebentar lagi pintunya terbuka. Sabar, ya," bisik Adam dengan masih memeluk tubuh itu.

Mata perempuan itu menangkap citra wajah Adam. Napas yang semula tak teratur perlahan malah melemah. Badannya pun mulai melemas. perempuan itu kehilangan kesadarannya.

"Mbak!" panggil Adam seraya mengguncang-guncang tubuh yang ada di pelukan. Adam memeriksa denyut nadi di leher sang perempuan, 'masih ada,' batinnya.

Adam yang terfokus kepada perempuan itu tak menyadari bahwa pintu telah dibuka dengan paksa. Terlihat beberapa orang sudah berkerumun di luar lift. 

"Mas!" panggil seseorang.

Adam menoleh dan tanpa membuang waktu, digendongnya perempuan itu dan berjalan keluar lift.

"Ambulans? Ambulans sudah siap?" tanya Adam kepada salah seorang yang berseragam petugas di sana.

"Sebentar lagi sampai, Mas," jawabnya. "Lewat lift yang di sana saja, Mas. Aman," ajak pria itu kepada Adam. Dia berjalan lebih dulu untuk menunjukkan lokasi lift yang akan mereka gunakan untuk mencapai lantai dasar.

Petugas itu berlari lebih dulu untuk mengamankan jalan dan memastikan pintu lift nanti sudah terbuka sebelum Adam sampai untuk menggunakannya.

Adam merasakan berat badan perempuan itu meringan. Dia khawatir jika terlalu lama membiarkan perempuan itu kehilangan kesadarannya. Saat mencapai ambulans, para petugas medis bergerak cepat untuk memberikan pertolongan pertama.

"Mas-nya gimana? Ada keluhan?" tanya seorang pria. "Mas?" panggilnya. Adam yang terpaku melihat perempuan itu di dalam ambulans terhenyak kesadarannya.

"Nggak. Saya baik-baik saja," jawab Adam.

"Alhamdulillah. Oh iya, mbak-nya biar kami yang urus, Mas." 

Mendengar keputusan pria itu Adam menoleh dan berujar, "Nggak usah, biar saya saja." Adam segera naik ke ambulans dan duduk di bangku penumpang.

Pria tadi melongo melihat Adam yang pergi begitu saja, 'Apa dia kenal mbak tadi?' tanyanya dalam hati.

"Mas siapanya?" tanya seorang perawat. 

"Saya yang tadi terjebak bareng sama mbak-nya," jawab Adam.

"O ... Mas ada keluhan?" tanya perawat itu kemudian.

"Nggak, saya baik-baik saja. Bagaimana kondisi mbak-nya, Sus?" tanya Adam.

"Kondisi mbak-nya belum stabil. Detak jantung masih lemah. Tapi kami sudah memberikan penanganan darurat untuk mempertahankan kondisi saat ini agar tidak memburuk. Nanti akan ditindaklanjuti saat tiba rumah sakit, ya, Mas," terang perawat itu kepada Adam.

Sesampainya di rumah sakit, ranjang tempat perempuan itu berbaring didorong menuju unit gawat darurat untuk penanganan yang lebih intensif. Adam berdiri di luar pintu karena merasa tidak berkepentingan untuk ikut masuk ke sana. Seorang perawat datang dan menyerahkan tas milik pasien.

"Ini, Mas. Tas milik mbak-nya. Dan tolong segera ke bagian administrasi untuk mengisi data pasien," ujar perawat itu dengan merentangkan tangan kirinya menunjuk lokasi bagian administrasi. Tanpa menunggu jawaban dari Adam, perawat itu berlalu pergi.

Adam butuh beberapa detik untuk menjernihkan pikiran. Dia berpikir hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa identitas perempuan itu di dalam tasnya. Tas hitam itu dibuka dan dilihat dengan saksama. Adam berfokus mencari benda yang serupa dompet di dalam sana. Akan tetapi, tidak ditemukan. "Kok, nggak ada?" cicitnya.

Kemudian dia mencari tempat duduk lalu mengeluarkan seluruh isi tas itu. Di sana ada beberapa permen, beberapa uang koin dan uang kertas dalam pecahan kecil, sebuah ponsel, sebuah kunci motor, sebungkus tisu, sebuah pemotong kuku, dan dua kunci dalam satu gantungan. Karena memang tak ditemukan dompet, Adam mengecek ponsel sang perempuan, tetapi untuk membukanya diperlukan kata sandi.

Adam mendengkus kesal. "Lalu aku harus nulis namamu siapa?" gumam Adam. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Fall For Her   Bab 31. Kunjungan

    Ponsel Lucky berdering. Setelah melihat nama sang bos terpampang di layar, segera diangkatnya sebelum nada dering pertama berakhir."Halo, Bos," sapa Lucky.[Bunga untuk Bianca besok biar saya sendiri yang ngasih!] Lalu sambungan itu diputus."Halo, Bos? Bos?" Lucky masih mencoba memanggil, tetapi sudah tidak ada jawaban dari penelepon. Asisten Adam tersebut menatap layar ponsel dan mencari daftar nama di kontak masuk. Dia ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah membaca nama penelepon. "Benar. Tadi memang bos yang telepon." Mata Lucky bergerak seperti sedang membantu kepalanya mengingat kembali perintah Adam.'Bunga untuk Bianca besok biar saya sendiri yang ngasih!' Kalimat pendek dan padat itu terngiang kembali di kepala Lucky. "Kenapa tiba-tiba begitu?" gumam Lucky yang bingung karena tidak ada penjelasan lebih lanjut.Lucky segera membuka ruang obrolan dengan empat rekan lainnya.Lucky: Bos barusan telpon. Ngasih perintah singkat padat dan jelas.Adi: Apaan, Mas?Hassan is typi

  • Fall For Her   Bab 30. Keputusan Tiba-Tiba

    Fahar menceritakan kehidupan pribadinya kepada Adam, seorang teman yang telah lama berpisah. Bagaimana dia kehilangan Diana, istrinya, dan meneruskan hidup bersama putra tunggalnya, Alex."Aku akui kamu memiliki segalanya, Bro. Wajah, otak, penampilan, gaya bicara, keramahan, tapi baru sekarang aku paham kenapa," tutur Fahar.Sedangkan Adam tersenyum mendengar pujian demi pujian yang kawan lamanya itu lontarkan. "Kenapa?" tanya Adam mengetes."Iya, kamu anak tunggal kerajaan bisnis AS Corp, Bro. Kalau aku jadi orang tuamu pasti juga nggak bisa biarin kamu main-main," terang Fahar.Adam bahagia karena sahabatnya itu paham tanpa harus dijelaskan."Kenapa senyum?" tanya Fahar penasaran."Iya, aku senang kamu bisa paham tanpa aku harus jelasin. Beberapa hubungan menuntut kejelasan. Bahkan kadang sudah dijelaskan, mereka tetap tidak menerima dan memilih pergi. Dan aku senang lu paham," tukas Adam dengan intonasi tenang.Pria di hadapan Adam menangkap maksud lainnya. Dia merasa ada hubungan

  • Fall For Her   Bab 29. Bernostalgia

    Sekembali Adam dari Bandung, dia langsung menuju gedung pusat AS Corp. Dia beristirahat sejenak di ruang pribadinya sebelum kembali memulai hari dengan menyibukkan diri dalam pekerjaan.Hassan melihat jam hampir menunjukkan pukul sembilan. Sesuai instruksi yang Adam berikan, dia ingin Hassan membangunkannya sebelum tepat jam sembilan. Sang asisten segera menuju ruang kerja Adam. Di sana ada pintu lain yang tersembunyi di balik rak buku. Setelah menekan tombol di balik sebuah buku tebal bersampul cokelat, rak buku itu menimbulkan sebuah bunyi yang halus lalu bergerak bergeser secara perlahan. Semua asisten Adam sudah mengetahuinya, sedangkan Vina yang baru saja dipromosikan sebagai pengganti Trias belum mengetahuinya.Saat masuk ke ruangan itu, Hassan sudah bisa melihat Adam yg duduk termenung di tepi ranjang. Pria itu terkesan aneh melihat sang bos yang berlaku di luar kebiasaan. "Sudah bangun, Bos?" tegurnya.Adam menoleh lalu mengangguk. Hassan berjalan mendekat, "Ada yang Bos pik

  • Fall For Her   Bab 28. Tertarik?

    "Selamat siang. Ada yang bisa dibantu?" tanya petugas di pintu masuk pada seorang kurir."Saya mengantarkan kiriman bunga untuk Ibu Bianca," jawabnya.Saat percakapan itu terjadi, Fahar baru saja tiba di kantor dan mendengarnya. "Langsung masuk saja, sampaikan ke meja resepsionis," instruksi si petugas.Kurir itu masuk membawa sebuah buket Krisan kuning dan melangkah menuju dua orang wanita yang sedang duduk tak jauh dari pintu utama.Fahar yang telah menerima salam dari si petugas keamanan berjalan menuju ke dalam gedung Advance Advertising. Namun, pria itu tidak langsung menuju lift untuk mengantarkan ke lantai tempatnya bekerja dan justru menyempatkan diri mendekat ke meja resepsionis. Dia penasaran dengan bunga yang dikirim untuk Bianca. Sejauh yang pria itu ingat, beberapa hari terakhir ini dia melihat Bianca selalu membawa bunga. Pertama bunga anggrek, lalu bunga matahari, dan pagi itu bunga Krisan. 'Apakah ada seseorang yang sengaja mengirimkannya kepada Bianca?' batinnya bert

  • Fall For Her   Bab 27. Tidak Terlalu Buruk

    Ibu Sun melihat Adam berdiri mematung, kemudian segera pergi menghampiri sang tamu. "Ada apa, Nak Adam?" tanyanya. "Bunganya cantik, Bu," sahut Adam saat menunjuk anggrek bulan ungu yang tersimpan di rak kayu di bawah pohon mangga. Bersisian dengan pot bunga lainnya. "Oh, bunga ini. Iya, saya juga suka lihatnya. Warnanya kalem sekaligus berani.""Ibu Sun sepertinya terampil merawat bunga, ya," puji Adam."Saya memang suka berkebun sejak muda. Tapi pengalaman merawat anggrek? Ini pertama kali. Semoga saja si cantik ini berumur panjang dengan saya," tutur wanita itu dengan menyentuh ujung kelopak bunga ungu itu.Entah mengapa tiba-tiba Adam merasa ada keterkaitan antara Ibu Sun dengan Bianca. Seingat Adam, ibu Bianca bekerja di panti asuhan, tetapi dia lupa nama lengkap panti maupun nama ibu Bianca. Namun, adanya bunga anggrek ungu itu membuatnya berpikir untuk menanyakan sesuatu yang lebih spesifik."Ini beli di mana? Saya jadi ingin punya juga.""Aduh, saya kurang tahu. Soalnya saya

  • Fall For Her   Bab 26. Kebon Tinggi

    Diawali dengan bunga anggrek, hari berikutnya mawar, kemudian bunga matahari. Semua makhluk cantik itu membuat Bianca tak henti-hentinya berpikir apa keinginan si pengirim. Sambil menatap kertas kecil yang berisi pesan singkat dan tentu saja dari seseorang yang berinisial A.~Jadi, kita sudah berteman. Teman?~AMawar kuning di meja kerjanya belum juga layu, dan kini tiga tangkai bunga matahari sudah datang. Dengan malas, Bianca melepas ikatan pita hijau pada bunga berkelopak kuning itu. Kemudian satu per satu tangkainya diselipkan di tengah kuntum mawar.Beberapa orang sudah berdatangan dan mereka mempersiapkan diri sebelum jam kantor benar-benar dimulai. Tak terkecuali Bianca, meskipun dirinya sedang diliputi rasa penasaran, tetapi pekerjaan lebih utama baginya. Terlebih lagi, kejadian pagi itu tentang dirinya yang terkurung di dalam toilet membuat energi paginya sudah cukup terkuras.'Terserah apa maumu," batin Bianca saat melihat sekali lagi isi kertas dan melemparnya asal.Amelia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status