Share

Episode 2

“Aku baru ingat,” celetuk Amy ketika kami berdua tengah berjalan menyusuri koridor sekolah yang lengang setelah jam pelajaran terakhir selesai. “Kim bilang padaku Jason akan mengadakan pesta di Long Island akhir pekan ini di vila pribadinya, katanya semua orang di kelas kita diundang, bukankah itu hebat?!” ujarnya menggebu.

Jason Marshall adalah cowok terpopuler di sekolah kami. Dia tampan, kaya dan kebetulan ia juga adalah seorang selebriti. Amy nge-fans padanya. Begitupula para cewek remaja di seantero Sacramento High School. Aku menyebut mereka groupies.

Aku sendiri tak begitu mengenalnya selain dari cerita-cerita Amy, namun minggu lalu wali kelas kami ternyata menunjukku untuk mewakili sekolah kami dalam ajang decathlon antar negara bagian, bersama-sama dengan Jason Marshall.

Amy sampai heboh karenanya. Sejak itu dia tak pernah absen hadir dalam setiap jadwal latihan tim kami hanya demi melihat Jason.

“Kim bilang pestanya bakal luar biasa.” Amy berkata sambil meremas bahuku dengan semangat. “Apa kau tidak penasaran seperti apa villa pribadi seorang Jason Marshall?”

Aku memutar bola mata secara mental. Tak adakah hal lain yang bisa dia pikirkan selain bersenang-senang? Belajar misalnya. “Aku tidak penasaran sama sekali,” tukasku. “Lagipula decathlon sudah di depan mata, aku tak bisa ikut pergi.”

“Kupikir kau juga harus lebih serius Amy, ini semester terakhir kita di SMU, sepertinya belakangan ini kau terlalu sering hangout bersama Kimberly dan kawan-kawan cheerleader-nya itu,” kataku.

Amy membalikkan tubuh menghadapku sembari berjalan mundur. “Kau bawel seperti nenek-nenek. Ini yang bikin orang mengataimu kutu buku,” gerutunya sambil berkacak pinggang. “Coba lihat Jason. Nilai-nilainya selalu masuk di peringkat teratas namun masih tetap bisa bersenang-senang.”

“Harusnya kau belajar dari dia.” Aku hanya tersenyum mendengarnya. Bisa-bisanya ia membandingkan aku dengan Jason.

“Tapi omong-omong bagaimana rasanya bisa berdekatan dengan cowok paling populer di sekolah?Akhir-akhir ini ‘kan kalian sering berduaan untuk persiapan decathlon.” Amy menahan lenganku untuk membuatku berhenti berjalan. “Aku cuma penasaran, apa Jason bisa membuatmu deg-degan juga?”godanya.

“Jangan konyol. Kau tahu cowok yang selalu dikelilingi groupies begitu sama sekali bukan tipe-ku.” Amy menaikkan alisnya menatapku ternganga.”Astaga, dingin sekali.”

“Hati-hati, Mia, jangan sampai para groupie itu mendengarmu, bisa-bisa mereka mengeroyokmu nanti.” ia berkata sambil membuat gerakan meninju dengan kedua tangannya. Lalu kami berdua menertawakannya.

Aku tidak tahu apa yang telah terjadi di Long Islands. Tapi sejak itu hidupku berubah drastis. Semuanya bermula pada hari Senin setelah pesta akhir pekan di villa Jason. Aku mendapati para siswa di sekolah mulai bersikap aneh padaku. Terutama kumpulan para gadis yang selalu berada di sekitar Jason.

 Tak lama setelah itu aku akhirnya tahu, Amy menceritakan pada anak-anak lain soal omonganku tentang Jason, dan sepertinya ada hal-hal lain yang disisipkannya mengenai aku menjelek-jelekkan Jason, karena pernah kudengar ada yang mengataiku sakit jiwa dan sebagainya. Aku mencoba menjelaskan tapi mereka sama sekali tak peduli.

Makin hari sikap mereka padaku semakin parah. Mereka mengerjaiku setiap hari. Memasukkan benda-benda menjijikkan ke dalam tas dan juga loker-ku, sengaja melemparkan bola basket saat aku lewat atau menyandungku di koridor hingga terjatuh lalu mereka menertawakannya bersama-sama. Singkatnya mereka semua membuat sepanjang sisa semester itu menjadi layaknya neraka bagiku.

Namun yang terburuk dari semuanya itu adalah sikap Jason padaku. Ia hanya menonton dengan tatapan dingin setiap kali anak-anak itu mem-bullyku. Bahkan saat gladi resik maupun waktu pertandingan decathlon berlangsung ia seolah menganggapku tidak ada.

Kenangan pahit bahwa aku pernah diperlakukan tidak adil dan ditindas oleh orang-orang karena Jason Marshall membekas dalam ingatanku. Membuatku ingin mengubur dalam-dalam kenangan masa terakhir SMU-ku. Aku tak pernah mengira akan bertemu dengannya lagi, sampai hari ini.

Tepukan ringan pada lenganku seketika menyentakkan pikiranku kembali. “Menurutku dia kelihatan jauh lebih tampan kalau dilihat secara langsung,” ujar Lauren setengah berbisik. Aku mengerjap bingung. “Ya, ‘kan?”desaknya meminta pendapat. Aku menoleh pada Jason yang berdiri di depan ruang kuliah, sedang sibuk menyapa seisi kelas.

Aku menelan ludah dengan susah payah. “Entahlah,” ujarku hampa. Aku terbelalak kaget lalu buru-buru menunduk ketika Jason tiba-tiba menoleh ke arah kami seolah sadar dirinya tengah dibicarakan.

Kuharap dia tak mengenaliku, batinku kelu sembari terus berpura-pura sibuk menulis sesuatu pada buku, hingga sepasang kaki dengan sneakers keluaran terbaru berhenti tepat di sampingku. "Bisa aku duduk di sini?" sebuah suara bariton bertanya sopan padaku.

Demi Tuhan…

Butuh semua usaha untuk menggerakkan otot-otot leherku hanya demi mengangkat kepala dan memandangnya. "Maaf, tidak ada tempat kosong," kataku parau, yang kedengarannya lebih seperti suara mencicit. Tapi sebelum bisa kucegah Lauren tiba-tiba saja bergeser menjauhiku, dia mencolekku agar aku juga bergeser dan memberi tempat duduk untuk Jason. Aku mengerang dalam hati.

Sambil menggerutu dalam hati kubersihkan meja dari buku dan barang-barangku agar Jason bisa menempatinya. "Terima kasih." ia berkata singkat sembari duduk di sebelahku. Jason tidak membawa apapun. Maksudku seseorang memerlukan paling tidak catatan, buku panduan atau semacamnya, iya,‘kan? Jangan dipikirkan, jangan dipikirkan, batinku gusar.

Aku menarik napas seraya memejamkan mata sejenak mencoba memblokir ingatan pahit yang kini mulai bermunculan di kepalaku. Aku mengalihkan pikiran dan berusaha fokus pada penjelasan Mr.Collins tentang sumber energi terbaharukan, meskipun tidak terlalu berhasil. Sepanjang sisa kuliah itu aku seperti duduk di atas kawat berduri.

Begitu pelajarannya usai aku segera memasukkan barang-barangku ke dalam tas, lalu segera beranjak dari sana tanpa menghiraukan tatapan mata Jason yang mengikuti setiap gerakanku. Lauren terlihat seperti hendak memprotes namun aku berbohong padanya bahwa ada hal penting yang mesti kukerjakan kemudian buru-buru pergi sebelum ia sempat mencegahku.

Aku tahu ini kelihatannya seperti kabur, bukannya aku takut pada Jason. Tapi tak ada alasan untuk bicara padanya. Lebih baik kalau aku tak bertemu dengannya lagi setelah ini, tapi sepertinya itu agak mustahil mengingat Jason mengambil mata kuliah yang sama denganku.

Aku menghembuskan napas frustasi kemudian mempercepat langkah melewati lorong menuju ke area terbuka, bagian depan kampus yang mengarah ke taman berumput luas dengan jalan beton yang terhubung dengan jalan keluar.

Saat aku hendak melangkah ke jalan setapak, seseorang tiba-tiba mencekal lenganku dari belakang. Aku berbalik terkejut. Jason sedang menahan lenganku!

Aku melihatnya dengan mata melebar, kemudian tatapanku beralih pada tangannya yang masih memegangiku, lalu kembali melihatnya. Apalagi maunya sekarang?

Aku menatapnya sambil mengerutkan kening. "Kau Mia ‘kan?" ia berkata ragu-ragu setelah beberapa saat. Aku tidak menjawabnya.

"Mia Summers? Kita dulu pernah satu sekolahan, kau ingat?" sekarang ia menatapku penuh harap. Membuatku merasa mual. Apa maksud dia sebenarnya, apanya yang harus kuingat? Tentang kejadian itu?! Dalam sekejap pikiranku dikuasai oleh kemarahan.

"Maaf, aku tidak ingat," kataku pendek sambil menyentakkan lenganku darinya lalu berjalan pergi meninggalkannya. Seharusnya dia tetap menganggapku tidak ada. Bukannya justru membangkitkan ingatan tentang masa-masa kelam itu.

 Apa yang terjadi pada hidupku hari ini? Kenapa aku begitu sial?

Namun aku mendengar langkahnya mengikuti di belakangku. "Benarkah? Jangan-jangan kau terlalu malu untuk mengakuinya karena kau dulu selalu kalah padaku saat ujian lisan bahasa Jerman, atau mungkin karena kau dulu suka padaku?"

Aku seketika menghentikan langkah, membuat dia menabrak punggungku.

Aku berbalik memandanginya dengan marah. "Dengar ya, aku tidak mengenalmu, dan aku tidak ingin tahu, jadi kumohon berhentilah mengikutiku!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status