Setiap Ketua Murid di kelas, menyebarkan formulir pendaftaran ulang, atau pendataan ulang siswa yang naik kelas. Yang tidak naik, tetap dikasih. Meskipun berangkat agak terlambat, diperbolehkan saja masuk kelas.
Ya, memang lagi bebas, sih.
Para panitia pensi sibuk dengan pekerjaannya. Mulai dari memindahkan barang yang mau dipakai, mempersiapkan panggung, mendesain lampu dan gambar-gambar yang mau dipasang, memasang beberapa spanduk, menata dan membersihkan lapangan, dan masih banyak lagi. Kadang-kadang ada beberapa anak yang asyik melihat-lihat panitia bekerja, ada yang di kelas dan main diluar kelas. Entah di taman, lab komputer, atau nongkrong di pos satpam.
Falfayria yang hilang di cermin pun terlihat baik-baik saja, ia tengah membaca formulir itu. Danil daritadi melamun, matanya menatap ke Falfayria yang membaca formulir itu, ia masih penasaran dengan apa yang terjadi dengannya. Saat Falfayria hilang dengan cahaya itu, ia lalu masuk ke gudang, mengamati setiap sudut ruangan dan cermin itu, tapi tidak ada yang mencurigakan. Lalu ia bertanya-tanya kemana ia bisa hilang begitu saja. Ia keluar dari gudang dengan bergegas, tapi bingung ingin memberitahukan ke semua orang atau tidak. Dan akhirnya tidak jadi, dan sekarang ia ingin sekali mengetahui hal itu, dan kuncinya hanya satu. Langsung tanya Falfayria, agar ia tidak gelisah seperti sekarang. Meskipun agak ragu, ia bangkit dari duduknya, berjalan ke Falfayria duduk.
“Hei, Falfayria. Umm, bisa aku bicara denganmu,” Danil memulai percakapannya.
“Boleh, kenapa?” tanya Falfayria.
“Jangan disini, ikut aku!”
Falfayria agak terkejut, tapi ia ikut saja apa yang dikata kan Danil.
Mereka pergi ke taman sekolah. Disana banyak bunga ditanam dan pohon-pohon yang kecil menghiasi taman itu. Di tengah taman ada air mancur, dikelilingi oleh kursi tangan bewarna putih.
“Baiklah, apa yang mau kau bicarakan, Danil?” tanya Falfayria. Danil yang melamun lalu tersadar.
“Hah? Umm, gak. Itu, kemarin ... kamu—aaahh, kamu kemarin ....” Danil terbata-bata.
“Kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?” tanya Falfayria bingung dengan anak yang satu ini.
“Ahh, enggak … gak apa-apa! Begini, aku hanya ingin tanya kemarin waktu kau liat aku di taman kamu pergi gitu aja ke gudang sekolah untuk apa, dan lalu cahaya apa yang bersinar di batu itu?” akhirnya Danil bisa mengungkapkan pertanyaannya dari kemarin. Falfayria yang awalnya matanya terbuka lebar, lalu mengerutkannya.
“Apa maksudmu?” tanya Falfayria yang keheranan.
“Ermm, kemarin apa yang kau lakukan di gudang sekolah?” Danil bertanya lagi.
“Kenapa kau mengikutiku? Maksudku, kau tidak melakukannya, kan?” Falfayria balik tanya.
“Hmm, berarti benar yang kulihat kemarin. Kenapa kau bisa menghilang begitu?” Danil mulai memanas.
“Ahm, tidak ada apa-apa! Dan aku tidak hilang kemana-mana, apa maksudmu Danil—Danniyyal? Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti ini?”
Danil melihat Falfayria begitu kebingungan sekarang, dan ia tahu Falfayria tidak mengerti apa yang ia bicarakan.
Atau mungkin gadis itu berbohong.
Danil bisa melihat mata gadis itu menyangkal semua yang dia lihat kemarin. Dan Danil berpikir lagi dia hanya berimajinasi saja, tapi siang-siang ngapain melamun? Dan hanya Danil yang melihat kejadian kemarin, jadi pasti sulit membuat ini memang benar.
Danil memutuskan untuk membuntuti Falfayria lagi. Falfayria yang menunggu jawaban Danil terlihat tenang dan bersikap biasa, seperti tidak tahu apa-apa, tapi sebenarnya ia khawatir akan sesuatu, entah karena Danil melihatnya dan ia malu, atau hal lain.
“Baiklah, lupakan saja. Maaf, ya,” ujar Danil, lalu ia berbalik, meninggalkan Falfayria yang masih berdiri disana. Falfayria memiringkan kepalanya, lalu mengambil napas dalam-dalam, dan menghembuskannya sampai bunyinya jelas terdengar. Dia lalu berjalan ke lorong lagi, berjalan ke gudang sekolah lagi.
Saat ia sudah sampai ke pintu gudang, Falfayria menghela napas. Danil yang dari-tadi mengikutinya melihatnya di balik dinding lorong. Falfayria mengamati ke sekelilingnya, Danil mundur dan meratapi tembok agar tidak terlihat. Lalu saat gadis itu berpikir semuanya sudah aman ia membuka pintu gudang, lalu masuk ke ruangan itu. Danil mendekati gudang itu secara diam-diam. Melihat apa yang gadis itu lakukan di balik jendela. Lalu kakinya menginjak sesuatu. Benda itu menggelinding saat Danil memindahkan kakinya ia lalu memungutnya sebuah kalung.
“Pasti punya Falfayria,” tebak Danil ber guman. Kalung itu bertali transparan ungu, terbuat dari kaca. Dan batu kristal yang berbentuk seperti buoy (jangkar yang mengapung di laut). Di ujung atas kalung itu, untuk mengaitkanya ke benang, berbentuk segitiga. Dan di tengah-tengah ujung bawahnya, ada gambar sebuah planet, yang memiliki pulau-pulau melayang. Gambarnya samar-samar bening, jadi Danil tidak bisa melihatnya dengan jelas apa gambar di tengah-tengah kalung itu.
Lalu ia melihat ke jendela lagi saat cahaya berpendar dari gudang. Falfayria berdiri di depan cermin itu. Cahaya yang ia pantulkan dari batu itu sangat terang, dan saat cahayanya meredup ia menghilang—lagi. Danil sangat terkejut, dan juga tidak percaya ini terjadi lagi. Dia beranjak masuk ke pintu gudang, mendorongnya kuat sehingga terdengar suara—BRAAKKK. Danil bernapas dengan berat, antara takut atau sesuatu membuat napasnya terganggu. Ia lalu mendekati cermin yang membuat Falfayria menghilang. Danil begitu tegang, disamping itu dia marah.
Siapa dia? Kenapa dia menghilang? Kenapa ia datang ke sini, ke sekolahku? Apa dia hantu? Apa dia penyihir? Apa yang dia mau? Apa yang ingin dia lakukan? Apa ia ingin menghancurkan sekolah ini? Apa dia monster? Atau arwah gentayangan?
Kepala Danil dipenuhi banyak pertanyaan, sambil ia berjalan ke cermin itu.
Sekarang ia ada di depan cermin itu, mengamati cermin itu. Tidak ada yang salah, dan tidak ada yang khusus. Hanya cermin biasa. Cermin kayu yang waktu itu digunakan untuk pertunjukan drama Putri Salju. Cermin oval itu menempel di papan kayu berukiran dedaunan dan bunga. Kaki pengangan cermin itu juga berbentuk oval seperti cerminnya. Danil melihat bayangannya sendiri. Dia berdiri didepan sinar mentari pagi yang berpendar di ruangan itu.
“Aku harus menghentikan gadis itu. Falfayria tidak akan berhasil melakukan apapun untuk menghancurkan sesuatu, atau apapun yang akan dilakukannya,” guman Danil. Lalu ia memandang kalung yang ia temukan. Ia mengalungkan kalung itu di pergelangan tangannya. Ia mengangkat kalung yang masih terbelit di tangannya. Ia melebarkan tali kaca kalung itu dengan jarinya. Cahaya matahari menyinari kalung itu. lalu tiba-tiba kalung itu bercahaya. Danil mendengus, ia lalu mengangkat tangannya yang satu lagi untuk memegangi batunya. Tanpa sadar ia menyandarkan batu itu, gambar samar-samar batu itu memantulkan bayangannya di cermin. Dalam batu yang disinari mentari itu. Terpantunlah seberkas cahaya lagi, seperti laser, mengarah ke cermin itu. Danil mengamati sinar itu dengan mata terbuka lebar, cahaya itu langsung terpantul ke cermin itu. Dan lalu sesuatu yang aneh terjadi. Saat pantulan sinar laser itu dicermin awalnya tidak terjadi apapun. Tiba-tiba sinar pantulan itu membesar, merambati cermin, seperti cairan ungu yang tumpah ke lantai. Batu itu semakin bersinar, dan cermin itu juga bersinar setelah sepenuhnya bewarna ungu. Lalu ada yang lebih janggal lagi. Cermin itu sepertinya memaksa apapun untuk mendekatinya. Ada kekuatan yang kuat untuk menarik apapun kesana, seperti lubang hitam. Tapi kali ini sepertinya lubang ungu, Danil tersedot oleh cahaya itu. Dan membawanya ke dunia yang belum pernah didatangi siapapun.
Danil disedot oleh semacam tornado ungu yang berkelap-kelip, tidak seperti biasanya. Lalu ia melayang-layang di kaledioskop warna-warni. Kemudian ia terjun, disekelilingnya terlihat warna-warna seperti pelangi. Tidak lama, warna-warna itu berubah menjadi warna ungu bergradasi. Ia terus terjun sampai akhirnya hanya satu warna, warna ungu. Dari ungu yang putih, terang, sampai ke gelap. Dan sampai semua warna ungu itu benar-benar gelap. Ia melihat cahaya yang terang, lalu ia menjerit karena saat ia terjatuh ia berada di rerumputan. Tapi rerumputan kali ini berbeda seperti biasanya.
Saat di terjun dari kaledioskop itu, semua yang ia lihat bewarna ungu, dan tentu saja rerumputan yang sekarang ia berbaring disana berwarna ungu terang, seperti bunga anggrek di sekolahnya. Ia terjatuh lumayan keras tadi, dalam posisi terlentang. Meskipun pandangannya buram ia berusaha melihat sekeliling. Ia mengedip-ngedipkan matanya. Mencoba menjelaskan apa yang dilihatnya. Ia menghela napas. Ia tahu ia tidak berada di gudang sekolah lagi. Langit bewarna ungu cerah, ada awan-awan putih-keunguan menyela-nyela langit. Pepohonan berdaun ungu. Dan matahari yang berbaris???
Pasti salah lihat. Kenapa semuanya jadi seperti ini. Heh, aku harus benar-benar berkonsentrasi agar bisa melihat lebih jelas! pikir Danil.
Kemudian ia melihat sesuatu yang berterbangan dilangit, beberapa burung. Ia memandang burung-burung itu terbang. Matanya lama-lama tertutup. Kemudian terbuka lagi. Ia masih terbaring di rerumputan, tidak percaya yang ia lihat, lelah karena terjun bebas tadi. Ia lalu memejamkan matanya. Terlelap sejenak setelah apa yang ia alami dan apa yang ia lihat.
Danil kemudian terjaga kembali saat mendengar suara yang begitu keras di lereng bukit di depannya. Ia lalu bangkit dengan susah payah. Kemudian berjalan ke lereng itu dan darahnya menjadi beku. Ia lalu bersembunyi di balik batu, duduk berlutut. Melihat dibawah sana. Ada dua pasukan saling berhadapan.Seperti semacam perbatasan dan pasukan yang bewarna gelap dan pucat tidak boleh melewati jalan itu karena dijegal oleh pasukan satu lagi yang berwarna terang. Danil merasa saat ia jatuh tadi matanya tidak berfungsi dengan baik. Mereka melihat makhluk-makhluk aneh berpakaian seperti mau perang. Dan disisi lain, pasukan yang bewarna terang seperti manusia. Tapi ada beberapa perbedaan yang tidak pernah diketahuinya. Pasukan terang berbicara seperti manusia biasa.Pasukan yang gelap juga begitu, tapi mereka kelihatan sangat liar daripada pasukan dari sisi lain. Mereka berdecak-decak, tertawa tidak jelas, berdekut-dekut, dan mencaci-maki pasukan lawannya. Pasukan di belakang me
Danil agak kaget saat melihat ada Falfayria di depannya. Gadis itu pun sama, tapi di sisi lain dia kelihatan senang tak karuan. Gadis itu begitu bingung kenapa Danil bisa sampai sini.“Bagaimana kau bisa ....” perkataan danil terpotong tiba-tiba karena merpati ungu di atas pohon mulai terbang lagi, mengibaskan bunga-bunga, dan menyemburkan debu-debu ungu kerlap-kerlip tepat di kepala Danil.“Hei!” pekik Danil, sambil menundukan kepalanya untuk mengusapkan debu-debu itu, yang sepertinya sulit sekali karena sangat tipis, menempel di kepalanya. Sekarang rambutnya jadi warna ungu seperti Falfayria, hampir. Falfayria tertawa kecil sambil menutupi mulutnya. Tapi tetap saja Danil tahu, dan sepertinya dia agak tersipu.“Jangan tertawa seperti itu! “ seru Danil malu.“Owh, maaf. Kau sepertinya jadi bagian dari kami sekarang. “ kata Falfayria lalu ia tertawa lagi.Danil lalu menggoyankan kepalanya kekiri dan ke
Entah ada angin badai apa yang menyebabkan Danil dan Falfayria bisa bertemu. Dan ketika Falfayria mengumumkan dirinya adalah putri negeri dongeng yang sedang Danil jumpai membuat Danil makin khawatir berdekatan dengan gadis itu lebih lama. Roman muka Danil jadi makin gusar.“A-apa maksudmu? Kau putri, seorang putri?" Danil bertanya dengan suara pelan.“Ya, tentu saja! Aku adalah putri disini, di kerajaanku. Yah, di negeri ini penduduknya dipimpin oleh raja, dan istanaku tempat tinggal raja juga. Dan ada beberapa klan bangsawan, tiga lebih tepatnya. Mereka membantu ayahku dan juga menteri negeri ungu yang lain. Para menteri tinggal di kastil yang lain sebenarnya. Kau kenapa?” Falfayria bingung kenapa Danil memandangnya seakan ia orang asing yang bisa membuatnya terluka, setidaknya itulah yang dipikirkan Falfayria.“Apa? Aku? Oh, tidak apa. Umm, aku hanya ingin tanya kenapa kau menjelaskan banyak hal kepadaku yang, jangan tersinggung
Mereka berjalan menuruni bukit yang dihiasi pohon- pohon yang beranting panjang dan lebat. Lalu semak-semak yang di sela waktu menyemburkan serbuk ungu. Danil terperanjat dan hampir terjatuh saat tiba-tiba bunga itu menyemprotkan serbuknya di depan langkanya selanjutnya. Dan Falfayria hanya tersenyum dan menyuruhnya tenang. Kadang-kadang warna itu membuat para Warnarish kembali segar lagi. Tapi ada beberapa tanaman di daerah kusam yang membuat warna para Warnarish menjadi tak segar dan kusam. Dan kadang-kadang para Waemon menyerang warga negeri ungu dengan membuat mereka terluka dan lemah.Danil terlihat seperti mendengarkan Falfayria, tapi ia diliputi rasa khawatir yang terus menerus menggangunya jadi ia sebernarnya tidak peduli apa yang diberitahukan dan diceritakan Falfayria sepanjang jalan.Saat selesai menuruni bukit. Mereka disambut oleh sungai yang dipinggirnya ditumbuhi bunga-bunga. Ada bunga yang seperti bunga poppy, tapi Falfayria menyebutnya Waroppy
Danil terkesiap memandang pemuda itu, matanya terbuka lebar dan jantungnya nyaris copot. Falfayria pun menengang. Tapi sikap dan roman mukanya masih terlihat tenang. Lalu semak tinggi yang di sebelah Danil menyemprotkan serbuk dari bunganya ke rambut Danil. Dan rambutnya makin ungu. Ia agak kesal dan menutup matanya saat serbuknya mulai melebar ke udara. Ia lalu menggoyangkan kepalanya lagi. Falfayria mengangkat tangannya ke mukanya dan memejamkan matanya. Lelaki itu hanya melihat dengan bengong. Sehelai rambut jatuh dikeningnya.“Hmm, aku tidak tahu kau sepertinya terganggu saat serbuknya menyebar kemana-mana. Tapi aku belum tahu namamu. Jadi kuperkenalkan diriku. Namaku Byzan Mauvo. Pangeran negeri ini, juga ahli waris kerajaanku. Dan gadis yang kau ajak bicara itu adalah adikku, kau...” Byzan menunggu jawaban dari Danil. Danil menyisir rambutnya dengan jemarinya. Tapi ia tidak mau membersihkan semua serbuk itu agar rambut tebalnya yang coklat muda itu tak terli
Mereka sampai di bukit yang berdekatan dengan hutan yang lebat. Istana yang terlihat agak jauh masih bisa terlihat di balik bukit itu. Falfayria mengeluarkan cermin di tasnya. Cermin itu ada pegangannya. Di sekitar cerminnya terukir motif-motif spiral. Ganggang cerminnya bewarna ungu terang. Bahkan pantulan sinar dari cermin itu bewarna keunguan, yang biasanya bewarna biru.“Pegang ini! Aku mau menambil batu portalnya. Dan kau jangan masuk ke hutan. Jika kau pergi kedalam hutan, kau akan menemukan sarang dan kerajaan Waemon,” Falfayria memperingatkan. Ia merogoh tasnya untuk mencari batu itu. Tapi tidak ada. Kemudian Danil melihat kilatan besi dari tas Falfayria, seperti pisau. Danil yang gusar dan ragu, kini menjadi takut. Falfayria mencari-cari lagi dengan cemas. Ia lalu berhenti dan mengeluarkan tangannya dari tasnya. Matanya terbuka lebar.“Celaka, aku lupa kalau tadi aku sudah mengembalikannya. Aku takut ayahku melihatnya. Demi Sang Maha Pencipta
Danil melesat begitu cepat saat Falfayria pandangannya teralih. Ia berusaha untuk tidak membuat suara sedikit pun.Ia sebenarnya tidak bermaksud pergi ke hutan. Tapi hanya itu tempat persembunyian yang bagus, dipikirannya. Ia berlari dan berjalan, sampai tiba di tengah hutan. Ia lalu berhenti sejenak untuk mengatur napasnya. Ia menyandar di pohon yang lumayan panjang dan besar. Ia lalu duduk di bawah pohon itu. Letak pohon itu di tengah-tengah pohon-pohon lainnya. Danil teringat ia masih memegang pecahan cermin tadi. Danil mencengkram kaca itu saat berlari, untung pecahan kaca itu tidak melukainya. Tapi ia merasa sakit karena memar yang disebabkan ia mencengkram kaca itu, lumayan kuat. Ia mengambil kalung kristal yang ia temukan waktu itu.“Baiklah, sekarang apa?” kata Danil sambil terengah-engah.Ia mengangkat cemin dan kalungnya itu. Kemudian mendekatkan mereka. Ia berharap cahaya itu muncul lagi. Tapi tidak terjadi apa-apa.&ldq
Danil tersentak dan berteriak begitu kencang saat ia berseluncur di tanah yang curam itu.Awalnya saat ia berlari, ia berhenti dan melihat semak-semak tebal itu. Ia kira lahan di depannya itu lebih panjang kira-kira lima langkah sebelum ke tebing itu yang seperti seluncuran. Ia melangkah ke semak-semak sisi tebing itu dan saat tiga langkah ia tersungkur dan jatuh berguling. Kemudian saat pohon kering menabrak kedua kakinya, posisinya berubah dengan kepala diatas tebing dan kakinya menuju tanah, seperti berseluncur di seluncuran, tapi punggung dan bokongnya akan jadi sangat sakit, ditambah kaki yang tertabrak pohon, dan anak itu harus menyeimbangkan tubuhnya dulu.Namun Danil sepertinya menikmatinya, meskipun seluruh badannya terasa sakit, susah bangun, dan lalu terhuyung-huyung saat jalan. Ia terkekeh-kekeh. Disini malahan tidak berbeda dari yang tadi, malahan lebih buruk. Daerah disini berkabut dan berdebu, seperti habis bencana gunung meletus. Pohon-pohon tidak berda