Share

Dimanakah Danil Sekarang

Danil kemudian terjaga kembali saat mendengar suara yang begitu keras di lereng bukit di depannya. Ia lalu bangkit dengan susah payah. Kemudian berjalan ke lereng itu dan darahnya menjadi beku. Ia lalu bersembunyi di balik batu, duduk berlutut. Melihat dibawah sana. Ada dua pasukan saling berhadapan.

Seperti semacam perbatasan dan pasukan yang bewarna gelap dan pucat tidak boleh melewati jalan itu karena dijegal oleh pasukan satu lagi yang berwarna terang. Danil merasa saat ia jatuh tadi matanya tidak berfungsi dengan baik. Mereka melihat makhluk-makhluk aneh berpakaian seperti mau perang. Dan disisi lain, pasukan yang bewarna terang seperti manusia. Tapi ada beberapa perbedaan yang tidak pernah diketahuinya. Pasukan terang berbicara seperti manusia biasa.

Pasukan yang gelap juga begitu, tapi mereka kelihatan sangat liar daripada pasukan dari sisi lain. Mereka berdecak-decak, tertawa tidak jelas, berdekut-dekut, dan mencaci-maki pasukan lawannya. Pasukan di belakang mereka berbadan besar hanya diam saja sambil memegang senjata masing-masing. Pasukan terang tidak membiarkan pasukan gelap itu melewati jalannya, meskipun pasukan itu memaksa. Danil menyandarkan tangan kirinya ke batu, masih memandangi pasukan –pasukan itu. Mungkin saja pasukan terang itu adalah pasukan kerajaan dan yang satu lagi musuhnya, Danil menduga-duga. Pasukan terang berpakaian baju perangnya yang berantai besi di pundaknya, lebih rapi dan enak dipandang karena bewarna tenang daripada pasukan gelap. Pasukan gelap ada yang berpakaian sobek-sobek, dan muka mereka kotor. Pasukan gelap mempunyai prajurit yang berbeda-beda wajah dan bentuk badannya. Ada yang berparuh dari yang kecil sampai panjang, berbadan kecil dan gemuk seperti bola, tinggi dan besar seperti raksasa, berwajah kadal dan ular, tuyul, manusia batu, atau biasa disebut troll.

Pasukan terang mereka seperti manusia, dan peri. Mereka semua berambut ungu—dari ungu terang sampai ungu gelap. Meskipun mereka ditutupi helm besi, Danil tetap bisa rambut mereka dari orang-orang biasanya. Mereka pun kebanyakan tampak imut, meskipun masih menyodorkan senjata mereka ke pasukan gelap. Kemudian Danil punya pemikiran bahwa ia pergi ke dunia dongeng. Tapi bagaimana mungkin?

Kemudian pasukan gelap berbalik dan pergi, meninggalkan perbatasan dan pasukan terang dengan perasaan geram dan marah, mereka terus berceloteh tidak karuan.  Kemudian beberapa pasukan terang berbaris sepanjang perbatasan dan yang lainnya duduk di pondok kecil, yang biasa disebut pos yang terbuat dari pohon. Maksud pohon disini adalah pondok itu benar-benar dari pohon yang berdiri disana, seperti rumah pohon. Disamping pintunya, yang terlihat seperti tirai ada obor yang belum dinyalakan.

Danil beringsut mundur saat salah satu prajurit pasukan terang melirik ke lereng. Ia kini memandang pohon-pohon di belakangnya, lalu bersandar di batu. Ia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan keras. Ia lalu berpikir bagaimana ia bisa sampai kesini. Datang begitu saja dari dimensi kaledioskop, terjun ke gradasi warna ungu, lalu terjatuh ke negeri dongeng ini. Ia mengangkat kedua tangannya untuk menutupi wajahnya, tetapi salah satu tangan tersangkut tali. Ia teringat kalung itu. Kalung yang bersinar terang sampai ia bisa sampai kemari. Ke negeri yang sangat berbeda dari negeri dongeng manapun.

Lalu ia menelaah sekeliling, memang berbeda dari yang lain. Banyak sekali pohon berdaun lebat seperti semak berdaun ungu raksasa. Ada juga pohon yang panjang seperti pohon sahara di afrika, daunnya seperti lumut ungu dan bertaburan bunga berkelopak lima berwarna ungu-hampir putih dan ditengahnya ada titik ungu gelap sebesar buah kersem. Danil juga melihat pohon-pohon bercabang yang tidak ada daunnya bewarna ungu-keputihan lagi, dengan bitnik-bintik besar berwarna ungu terang seperti bulu anjing Dalmation. Ia lalu melihat ke langit. Matahari yang berbaris, sekarang membentuk segi-enam. Aneh, pikir Danil. Jika mataharinya ada enam, kenapa udaranya tidak terlalu panas, dan disini kelihatannya subu-subur saja. Ia lalu kembali menunduk, kepalanya pusing karena melihat matahari itu setelah jatuh. Kemudian ia melihat kalung itu, mengangkatnya kekepalanya agar melihat lebih jelas lagi. Kalung itu transparan, ia bisa melihat pepohonan yang saling bersentuhan daunnya.

Dia melihat bayangan hitam yang melesat dari pohon yang saling bersentuhan itu, tapi ia tak peduli. Kepalanya yang sakit pasti membuatnya berhalusinasi, tapi sebenarnya tidak. Ia lalu berusaha berdiri. Ia menumpu kedua tangannya ke batu untuk mengangkat kakinya. Saat ia berdiri, kepalanya masih pusing, ia melihat sekeliling seperti lukisan yang dibanjiri air, dengan bintik-bintik ungu yang mengelilingi penglihatannya. Ia merasa seperti buta warna seketika ketika melihat semua itu.

Kemudian ia mencoba berjalan, mencari jalan pulang. Ia melewati pohon yang saling bersentuhan tadi, dengan kalung yang masih dililitkan di tangannya, sepertinya ia tidak memedulikan kalung itu sekarang, tapi apa yang menanti siapa yang tahu. Ia lalu melihat rumput yang ia tindihi tadi karena  rumput itu sekarang seperti kasur yang kempes. Aku tadi jatuh disana. Lalu ia melihat ke atas, berharap lubang kaledioskop itu muncul lagi. Lalu ia teringat cermin itu, cermin ajaib—menurutnya begitu. Tapi cermin itu tidak ada. Baiklah ini pasti bukan Narnia, tapi kenapa aku disini?   Kenapa aku nyasar kesini? Danil jadi geram, ia menendang rerumputan itu, tanah ungu dan beberapa kerlap-kerlip menyembur. Ia mendengar semak-semak bergemerisik, lalu saat ia berbalik ia melihat burung yang mempunyai ekor seperti merak, tapi yang ini tiga kali lebih kecil, seperti burung puyuh. Danil mendengkus tidak percaya, ia merasa mereka agak lucu, tapi sangat indah. Saat ia ingin mendekat, dengan cepat merak itu lari. Danil hanya berkedip melihat kepergian burung itu. Ia lumayan merasa senang meskipun kaget karena kecepatan burung itu. Ia lalu mendekati semak itu, tapi rasanya merak itu sudah sangat jauh, ia kembali berjalan. Ia melihat lereng lagi. Mungkin ia berada di puncak bukit atau gunung, karena lereng dan tebing bisa terlihat jelas.

Kemudian dia melihat pemandangan yang sangat, ungu. Terbentanglah daratan ungu yang diselimuti pepohonan, sungai, lembah, daratan kusam dan gelap, entah kenapa. Lalu ia melihat gedung yang terlihat seperti benteng dan kastil, dan ada beberapa rumah kecil tidak terlalu jauh dari kastil itu, seperti sebuah desa, atau perumahan karena sangat rapi. Lalu ia melihat beberapa kabut di suatu bukit, dan ada patung Kristal yang terlihat seperti cermin yang bolong/rusak, seperti portal. Mungkin itu akan mengarahkan ke cermin di gudang sekolahnya. Tanpa pikir panjang ia menuju kesana. 

Bukit itu saat menuju kebawah agak curam. Danil harus hati-hati saat melangkah. Ia lalu melihat langit ungu lagi. Ia melihat burung-burung yang terbang membentuk huruf U. Lalu burung itu menukik dan mendarat di pepohonan. Burung itu merpati, atau seperti itulah bentuknya. Mata mereka seperti membetuk kelereng hitam besar. Paruhnya bewarna ungu terang juga kakinya, dan sayapnya yang ungu gelap menghiasi tubuh ungu-putih—nya . Danil hampir terjatuh karena tersandung saat melihat merpati itu. Ia tahu tujuannya kemana, tetapi tidak tahu arah perginya.

Mungkin kalau sudah sampai dibawah ia akan menanyakan pada orang-orang desa ungu. Itupun kalau mereka tidak menyadari Danil datang dari mana. Lalu ia ingat saat ia membicarakan tentang film Boboiboy. Waktu itu Ghina berbicara tentang rambut Falfayria, dan rambutnya Fang, karakter film itu, yang ternyata alien, atau begitulah ceritanya. Dan Falfayria agak canggung dan tidak nyaman, ia juga mengatakan tentang tempat tinggalnya, yang sampai sekarang Danil atau siapapun juga tidak tahu.

Ia ingat ketika Falfayria dikantor ayahnya. Ayahnya ingin menolong anak-anak yang ingin sekolah, apalagi saat Falfayria sangat tertarik dengan sekolah Orchids, ayahnya tidak sabar Falfayria menjadi murid di sekolah itu. Ia masuk ke kantor ayahnya, seperti kantor jaman dulu yang dihiasi berbagai barang di mejanya atau pun di dinding dan rak. Falfayria duduk di kursi juga ayahnya saling berhadapan di meja itu. Dan Danil menyandar di pintu masuk kantor itu. Ayahnya menyuruhnya agar bisa berteman dengan Falfayria.

Danil memang jarang berteman dengan anak lain. Apalagi saat ia pergi ke Bandung, karena kakek buyutnya membangun sekolah itu padahal ia lahir di Malang. Ia kadang-kadang rindu teman-teman dan sepupu-sepupunya di Malang. Ada yang keturunan arab seperti dirinya dan ada orang jawa yang suka ngelawak. Ia kadang-kadang berlogat jawa, dan teman-temannya tertawa saat ia di Bandung. Saat ia pindah ke Bandung untuk sekolah disini saat lulus SD, ia merasa ia kehilangan banyak sekali sesuatu yang ia punya. Makanya ia jadi agak pendiam. Dan kemudian datang Salih, yang keturunan arab juga. Ia lumayan menyukainya. Dan juga Ghina. Lalu Falfayria, ia merasa ia keturunan arab juga. Tapi ternyata ia manusia ungu.

Dan gadis itu sedang memandanginya sekarang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status