Share

Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus
Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus
Author: Aubrey

Bab 1

Author: Aubrey
Namaku Tia Lewis. Di mata orang tua, aku adalah anak baik. Di kampus, aku dikenal sebagai primadona kampus yang polos.

Namun, sebenarnya, aku sangat menyukai tontonan yang membuat wajah memerah dan jantung berdebar tidak terkendali.

Terkadang, saat membeli barang-barang itu secara daring, aku tidak bisa menahan diri untuk menelan ludah..

Membayangkan betapa menyenangkannya diriku...

Setiap kali bertemu lawan jenis, bagian bawahku selalu basah dan gatal.

Selama ini aku pandai menyembunyikannya. Dengan gelar mahasiswa teladan yang kusandang, setiap kali liburan tiba, tante tetangga selalu memintaku untuk memberi les anak bungsunya.

Apa yang tidak diketahui tante tetangga adalah bahwa putra bungsunya, Owen Walsh, sebenarnya adalah seorang pengintip.

"Tante tenang saja, aku akan bantu mengajari Owen..."

Baru setengah kalimat, seorang pemuda berbaju hitam masuk dengan membawa bola basket, badannya basah oleh keringat. "Ibu."

Dia menatapku dan tertegun sejenak, lalu menyunggingkan senyum nakal. "Tia juga ada di sini?"

Sifat Owen sudah terkenal urakan.

Setelah setengah bulan tidak bertemu, Owen tampak lebih tinggi. Kaos tanpa lengan yang dikenakannya memperlihatkan otot perut yang samar, sementara beberapa helai rambutnya terlihat dari celananya yang longgar.

Tanpa sadar, aku menelan ludah.

Katanya, makin lebat rambut seseorang, makin kuat pula stamina mereka.

Itulah yang sering dikatakan oleh film-film dewasa. Aku tidak tahan untuk melirik Owen beberapa kali.

Owen meneguk air, ujung lidah yang kemerahannya menyapu sudut bibirnya...

Sangat menggairahkan...

Aku teringat bagaimana selama bertahun-tahun ini, dia selalu mengintipku diam-diam dari balik jendela, termasuk saat aku melakukan itu...

Setiap kali aku sengaja memulai setelah mandi, rasa tergoda karena diintip sungguh tidak tertahankan...

Bagian bawahku sudah tidak nyaman, aku mengalihkan pandangan.

Namun, mataku tetap tidak bisa menahan diri untuk melirik ke bagian tubuh Owen yang penuh gairah itu. Ukurannya benar-benar besar. Sebenarnya apa yang dia makan hingga bisa sebesar itu?

"Kalian lesnya di kamar Owen saja," ujar Tante Ratna.

"Oke," jawab Owen sambil tersenyum, lalu berjalan mendekat dan mencengkeram kerah bajuku, seperti mengangkat seekor anak ayam.

Owen dengan cekatan mengeluarkan tugas sekolah semester ini. Nama Owen tertera jelas di sampul buku. Dia menatapku dengan senyum nakal. "Ini tugasku, kerjakan semuanya untukku. Dengar nggak?"

Tangannya menyentuh punggungku, sensasi menggelitik langsung menyebar ke seluruh tubuhku.

Aku tidak memakai bra karena cuaca yang panas.

Puting susuku langsung mengeras dan bulu kudukku meremang.

Aku pura-pura tenang, lalu berdiri dan hendak pergi. "Owen, kita sudah dewasa. Aku nggak bisa lagi membantumu mengerjakan tugas."

"Kamu ulangi sekali lagi?"

Detik berikutnya, Owen mengunci pintu dan membuatku terjebak di dalam wilayah kekuasaannya.

"Sekarang berani sekali, ya."

Owen menatapku lekat-lekat.

Aroma maskulinnya langsung membanjiri indraku. Karena jarak kami yang begitu dekat, aku bahkan bisa melihat jelas keringat di pelipisnya yang belum kering setelah berolahraga. Tetesan keringat itu mengalir turun melewati garis rahangnya hingga ke jakunnya.

Mataku sedikit membelalak dan pandanganku mulai tidak fokus.

Kenapa jakun Owen bisa sebesar itu?

Katanya, pria dengan jakun besar ukurannya juga besar...

Pikiranku melayang, tiba-tiba Owen mencengkeram daguku. "Kenapa diam saja? Saat kamu main dengan benda itu, bukankah kamu menyebut namaku?"

Aku terkejut dan refleks membalas, "Dari mana kamu tahu?"

"Selama ini, kamu tahu aku mengintipmu, 'kan? Selain itu, kamu juga menikmatinya, setiap kali kamu nggak memakai..."

Owen menjilat bibirnya, lalu memandangi puting susuku yang mengeras dengan mata menggelap. Tangannya mencubit dan memelintirnya kasar.

"Sekeras ini? Pasti bawahmu sudah basah, ya?"

Aku buru-buru menutupi bagian bawahku, tapi dia malah menahan tanganku sambil tersenyum sinis.

"Waktu bermain sendiri kamu sampai begitu bergairah. Kenapa sekarang berpura-pura? Apa kamu takut ketahuan ibuku?"

Jantungku berdegup kencang, aku hampir lupa bahwa Tante Ratna juga masih di rumah.

Saat itu, sebuah suara tenang tiba-tiba terdengar, disertai ketukan di pintu, seolah mengetuk langsung ke dalam hatiku. "Tia, Owen, aku masuk ya."

Itu suara kakak Owen, Eric Walsh!
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus   Bab 9

    Akibat bermain tanpa kendali, ibuku akhirnya mengetahuinya. Suara ketukan di luar pintu begitu keras.Eric dan Owen saat ini tidak bisa menghentikan pertempuran mereka. Mereka hanya bisa mempercepat gerakan dan menutup mulutku tanpa menunjukkan sedikit pun belas kasihan.Ada sesuatu yang terus mengalir keluar, tidak peduli seberapa keras aku mencoba menahannya...Pintu sempat terbuka lalu kembali tertutup. Dua orang yang tiba-tiba berlagak sopan itu pergi menemui ibuku untuk berbicara. Sementara aku terbaring di atas ranjang, terengah-engah tanpa tenaga sedikit pun.Seprai tempat tidur basah hingga tidak berbentuk lagi.Aku baru pulang tiga hari kemudian. Sejak mengetahui hubunganku dengan Owen dan Eric, ibuku tidak pernah menjengukku lagi."Ibu, aku salah..." Aku memohon maaf dengan suara lirih.Ibu yang biasanya lembut pun tidak bisa menahan diri untuk menegur. "Itu rumah sakit! Kamu nggak takut dilaporkan orang? Teriakmu juga keras sekali!"Aku hanya terkekeh, lalu bertanya dengan s

  • Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus   Bab 8

    "Oh ya, kamu sudah tertidur selama hampir tiga hari," ujar ibu yang duduk di sampingku sambil mengupas apel. "Eric bilang kamu melihat seseorang tertabrak saat sedang bermain, jadi kamu ketakutan dan akhirnya seperti ini.""Mulai sekarang jangan bermain sendirian lagi."Aku menggigit apel yang diberikan ibu, lalu mengangguk dengan bingung. "Aku mengerti, Bu.""Ibu akan menelepon Tante Ratna untuk memberitahunya. Dia juga sangat khawatir dua hari ini."Tidak lama setelah ibu keluar, terdengar beberapa ketukan di pintu.Aku berkata, "Masuk."Ternyata itu Owen.Owen membawa sebuah kue kecil. Dia memandangku sejenak, lalu diam-diam membuka bungkusnya dan menyerahkannya kepadaku. Kemudian, dia bertanya dengan lembut, "Kamu sudah merasa lebih baik?""Sudah, kepalaku nggak sakit lagi," jawabku jujur. Dia tiba-tiba menggenggam tanganku dan memelukku erat.Air mata hangat membasahi pundakku. "Maaf, aku nggak memikirkan perasaanmu.""Aku selalu mengira kamu memang menginginkannya. Saat kamu berm

  • Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus   Bab 7

    Aku merasa tidak adil dan sedih. Dua orang itu jelas-jelas yang pengintip. Sementara aku yang memakai alat itu adalah hal yang wajar.Mengapa aku yang harus dikurung oleh mereka..."Ibu, apa Owen ada di sebelahmu?" tanyaku hati-hati, sambil menyusun rencana."Dia pergi mencari kakaknya, Eric."Aku mengambil keputusan. "Ibu, aku mau cuti satu bulan, untuk menenangkan diri..."Setelah berbohong kepada ibu bahwa aku stres dan lelah belajar, tanpa banyak tanya, ibuku langsung mentransfer 200 juta agar aku bisa berlibur dengan tenang."Nggak mau Eric dan Owen tahu? Baiklah, Ibu nggak akan bilang. Kalian sudah tumbuh besar bersama, kalau ada masalah harus diselesaikan dengan bicara, mengerti?" Ibu menasihatiku dengan panjang lebar.Setelah menutup telepon, aku melepas pita renda itu, lalu mencari dua kemeja panjang untuk dijadikan rok, dan langsung keluar."Pak, ke bandara."Aku segera membeli dua setel pakaian di mal dan berganti pakaian, sambil memesan tiket pesawat lewat ponsel tanpa meno

  • Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus   Bab 6

    "Tia, kamu kenapa?" tanya teman sekelasku dengan wajah khawatir. "Kamu nggak enak badan?"Aku sama sekali tidak bisa bicara. Kursiku basah, begitu juga celanaku...Kalau sekarang pergi ke ruang UKS, pasti akan ketahuan.Bagaimana bisa sampai seperti ini..."Nggak, nggak apa-apa." Aku mengatakan dua kata dan membenamkan kepalaku lagi.Akhirnya bel pulang berbunyi. Eric berkata, "Yang lain boleh pergi dulu, ketua kelas tetap di sini untuk merapikan catatan."Saat Eric mengangkat kepalaku, air liurku mengalir sampai ke leher. Seluruh tubuhku terasa panas dan tidak tertahankan."Kak Eric, aku nggak tahan..."Eric tersenyum seolah sudah menduganya. "Kakak akan membantumu."Dia mengangkatku, lalu meletakkan jasnya di atas kursi.Tirai kelas tertutup rapat. Begitu masuk, aku langsung merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Eric dengan santai mengangkatku. Posisi memalukan ini seperti menggendong anak kecil, tapi justru membuatnya lebih dalam."Dalam, terlalu dalam... Kak,

  • Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus   Bab 5

    "A... Aku mau pulang!" kataku buru-buru. "Aku nggak pulang semalaman, ibuku pasti khawatir."Tidak disangka, Eric tersenyum lembut dan berkata, "Aku sudah bilang ke tante kalau kamu menginap di rumahku untuk mengajari les. Tante bilang nggak masalah.""Kenapa bisa bengkak seperti ini?" Tiba-tiba nada bicara Eric berubah.Aku mengikuti pandangannya dan melihat puting susuku dan membengkak. Pipiku memanas "Itu karena Owen...""Tia, kamu benar-benar pilih kasih, ya."Saat aku baru sadar betapa berbahayanya kalimatku tadi, tubuhku sudah dijatuhkan ke atas ranjang Eric. Kedua tanganku terkunci di kepala ranjang. Sosoknya yang biasanya lembut dan tenang kini berubah total. Perlahan-lahan Eric melelehkan es batu di tubuhku…Indraku mencapai puncak kenikmatan. Tidak kusangka, Eric yang terlihat paling pendiam justru yang paling gila!Matanya dipenuhi nafsu, senjatanya yang besar itu bergesekan di antara salju putihku, sementara tangannya menutup mulutku agar aku tidak berbicara.Kami sudah ber

  • Fantasi Tersembunyi Bunga Kampus   Bab 4

    "Aku sedang mengajari Owen mengerjakan tugas," ujar Eric sambil menjulurkan lidahnya dan bermain-main dengan lidahku.Di belakang, Owen kembali bergerak. Aku terkejut dan hampir berteriak, tapi mulutku dengan cepat ditutup olehnya."Mmph, lepaskan aku..."Eric menghela napas berat beberapa kali, "Tia, tahan sebentar, sebentar lagi selesai."Setelah itu, mereka berdua melanjutkan aksi mereka...Aku bahkan tidak bisa turun dari ranjang. Saat waktu makan malam, jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh."Buka mulutmu, Sayang." Eric sudah berpakaian rapi, serta tampak tenang dan lembut saat menyuapiku. Padahal beberapa saat lalu dia meniduriku dengan sangat kasar dan dalam. Seolah-olah dia bukanlah pria yang sama.Owen berdiri di samping dengan tangan menyilang di dada. Dia bertelanjang dada dan menyeringai dingin. "Baru sebentar saja sudah nggak kuat. Padahal waktu main sendiri dua jam pun kamu kuat-kuat saja."'Kalau main sendiri nggak mungkin seganas itu!'Aku menggerutu dalam hati,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status