Fargo berlari menelusuri koridor rumah sakit. Tampak jelas raut wajah Fargo menunjukan rasa panik. Yang ada di dalam pikiran Fargo hanyalah kondisi Andrew. Fargo yakin pasti Andrew akan sangat takut melihat Debora pingsan.Saat tiba di depan ruang rawat, langkah kaki Fargo terhenti melihat Gene berada di depan ruang rawat sambil memeluk Andrew. Suara tangis Andrew begitu terdengar dan menyesakan hati Fargo. Tangis yang terdengar sangat rapuh dan sedih.“Daddy.” Andrew yang melihat Fargo langsung berlari memeluk Fargo. Refleks, Fargo menggendong Andrew dan memberikan pelukan hangat pada Andrew.“Tuan.” Gene menundukan kepalanya saat melihat Fargo datang.“Daddy, Mommy sakit,” isak Andrew sesegukan dalam pelukan Fargo.“Ibumu pasti akan segera sembuh. Sudah jangan menangis.” Fargo mengusap-usap punggung Andrew, berusaha menenangkan bocah laki-laki itu.Andrew membenamkan wajahnya di leher Fargo. Bocah laki-laki itu nampak begitu sedih. “Mommy tidak boleh sakit, Daddy. Aku menyayangi Mom
“Bagaimana keadaan Carol?” Damian bertanya kala sang dokter sudah selesai memeriksa Carol. Tak menampik, raut wajah Damian menunjukan kecemasannya. Bagaimanapun Carol adalah istri dari keponakannya. Pria itu tak ingin sampai terjadi sesuatu hal yang buruk pada Carol. “Tuan, Nyonya Carol kelelahan. Tensi darahnya rendah. Kandungan Nyonya Carol masih muda. Mohon Nyonya Carol jangan membebani Nyonya Carol dengan beban pikiran,” ujar sang dokter mengingatkan Damian.Damian terdiam sebentar mendengar jawaban dari sang dokter. Kalau seperti ini, maka pasti terjadi sesuatu masalah. Pun tadi Damian mengingat wajah Carol yang menunjukan seperti memiliki masalah berat.“Aku mengerti. Thanks,” jawab Damian datar.“Baiklah, kalau begitu saya permisi.” Dokter itu segera pamit undur diri dari hadapan Damian.Saat sang dokter sudah pergi, Damian mendekat pada Carol. Pria itu duduk di tepi ranjang, menatap wajah Carol yang pucat. Mata Carol sembab. Damian yakin pasti Carol menangis lama. Entah mas
Jantung Carol nyaris berhenti melihat sosok pria yang sudah lama tak dia lihat ada di depannya. Pria yang telah meninggalkan memori buruk di ingatan Carol. Tampak wajah Carol memucat ketakutan. Detik di mana Carol merasakan adanya bahaya, dia langsung menjauh dari sosok pria yang ada di hadapannya itu.“K-kau—”“Carol, tenanglah. Aku tidak akan melukaimu.” Adrik mundur satu langkah, demi tidak membuat Carol ketakutan. Bukan hanya Carol saja terkejut, tapi Adrik pun terkejut. Pria itu tak mengira akan bertemu dengan Carol.Carol mengatur napasnya. Walau ketakutan melanda, tapi Carol tetaplah berusaha untuk tenang. “Kenapa kau ada di sini, Adrik?” tanyanya dingin.“Fargo sudah mencabut tuntutannya. Harusnya aku sekarang berada di Russia, tapi aku ke sini karena pengobatan ibuku. Kesehatan ibuku menurun sejak aku berada di rumah sakit jiwa. Tenanglah, Carol. Kejiwaanku sudah baik. Jika aku masih gangguan jiwa, tidak mungkin polisi membebaskanku,” jawab Adrik dengan tatapan dalam, menatap
“Mommy, Daddy di mana? Aku merindukan Daddy.” Arabella berucap polos dengan raut wajah yang muram. Balita kecil dan cantik itu, menunjukan jelas betapa sangat merindukan ayahnya. Sudah sejak tadi Arabella menunggu, tapi Fargo tak kunjung pulang.Carol berusaha tersenyum di balik wajah rapuhnya. Carol berusaha untuk tetap tegar di depan putri kecilnya. “Daddy sedang sibuk, Sayang. Sebentar lagi, pasti Daddy akan datang. Tunggulah sebentar.” Carol membelai pipi Arabella lembut, menenangkan putri kecilnya itu.Carol tak akan mungkin menceritakan hal buruk tentang Fargo pada Arabella. Bagaimanapun, Arabella membutuhkan ayahnya. Fargo memang telah melukainya, tapi Carol tidak akan pernah memisahkan hubungan ayah dan anak.Bibir Arabella menekuk dalam. “Aku merindukan Daddy. Aku ingin Daddy.”Mata Carol sudah berkaca-kaca, menahan air matanya agar tidak tumpah. Carol tak mampu berkata apa pun, dia hanya memeluk erat Arabella, dengan sudut mata yang sudah meneteskan air mata. Setiap kali, Ca
Satu minggu sudah Arabella dirawat di rumah sakit. Dokter kini telah mengizinkan Arabella untuk pulang ke rumah. Kondisi Arabella telah berangsur-angsur membaik. Balita kecil dan cantik itu, sudah tidak lagi demam. Bisa dikatakan kondisi Arabella sudah hampir seratus persen pulih. Namun, meski demikian dokter tetap meminta Arabella untuk minum obat dan banyak istirahat demi memulihkan kondisi balita cantik itu. Setelah dari rumah sakit, Fargo dan Carol segera membawa Arabella pulang ke rumah. Beberapa anggota keluarga ingin menjenguk, tapi Fargo dan Carol memutuskan untuk meminta para keluarga mereka menjenguk dilain waktu. Pasalnya, Fargo dan Carol ingin Arabella istirahat total. “Carol, aku akan ke kantor sebentar, ada pekerjaan yang ingin aku periksa. Aku tidak akan pulang malam.” Fargo berucap setelah membaringkan tubuh Arabella di ranjang milik putri kecilya itu. Saat ini Fargo dan Carol serta putri mereka telah tiba di mansion mereka.Carol mengangguk. “Pergilah, aku bisa men
Debora tersenyum hangat menyambut Fargo datang bersama dengan Andrew. Tatapan wanita itu lembut dan penuh kasih sayang. Debora selalu senang setiap kali melihat Andrew bersama dengan Fargo. Seakan kebahagiaan telah hinggap di kehidupannya. “Mommy,” panggil Andrew riang. “Aku pulang bersama dengan Daddy, Mommy.”“Ya, Sayang.” Debora membelai pipi Andrew penuh kelembutan.“Bawa masuk Andrew ke kamarnya.” Fargo meminta pengasuh Andrew untuk segera membawa Andrew masuk ke kamar. Sejak tadi, Fargo sudah menahan amarah dalam dirinya. Fargo tak mungkin melampiaskan amarahnya pada Debora di depan Andrew.“Daddy, aku masih ingin bersama denganmu,” kata Andrew pelan, yang tak mau berjauhan dari Fargo.“Andrew, aku harus bicara pada ibumu.” Fargo mengusap rambut Andrew. “Masuklah ke kamarmu. Jadilah anak patuh.”Andrew menganggukan kepalanya, menuruti keinginan Fargo. Detik selanjutnya, sang pengasuh segera membawa Andrew masuk ke dalam kamar. “Apa kau ingin marah karena aku membiarkan Andre
Proses perceraian Carol dan Fargo sangatlah tak mudah. Pasalnya Fargo selalu melakukan ribuan cara untuk menghambat proses perceraian. Fargo bahkan meminta asistennya untuk menghentikan pengacara Carol.Namun, sayangnya sekalipun Fargo berupaya untuk menghentikan, tetap saja Carol tak peduli. Carol terus memproses perceraian meski Fargo tak pernah menginginkan perceraian. Jika Carol semakin memperlama, maka yang akan terluka bukan hanya dirinya saja, melainkan Arabella dan juga anak yang ada di kandungannya.Sampai kapan pun, Fargo tidak mungkin pernah bisa bersikap adil. Carol tahu semua orang pasti pernah memiliki masa lalu. Baik itu masa lalu yang buruk ataupun masa lalu yang indah. Akan tetapi, yang menjadi masalah utama adalah Fargo tak mampu bertindak bijak.Kelak di masa depan, Arabella dan bayi yang ada di kandungannya, akan memahami keadaan yang ada. Sejatinya, apa yang dilakukan Carol memang sudah yang paling terbaik. Tentu cinta Carol pada Fargo tak akan pernah berubah. Han
“Akh—” Carol meringis kala cengkraman di tangan Fargo akhirnya terlepas. Ya, kini Carol bersama dengan Fargo berada di kamar mereka. Terlihat pergelangan tangan Carol memerah akibat cengkraman kuat Fargo.“Apa kau sudah gila, Carol! Kenapa kau membiarkan Adrik mengantarmu pulang, Hah?! Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu padamu dan kandunganmu?!” bentak Fargo menggelegar. Kali ini Fargo meluapkan amarahnya. Fargo tak habis pikir dengan cara berpikir Carol yang mau saja diantar pulang Adrik.Carol menatap dingin dan tajam Fargo. “Apa salahnya aku diantar oleh Adrik? Dia sudah berubah. Dia tidak lagi jahat, Fargo.”Fargo mengumpat dalam hati. “Carol, kita belum bisa memastikan! Adrik itu baru saja keluar dari rumah sakit jiwa! Bagaimana kalau tadi sampai dia melukaimu, Hah! Kenapa kau sama sekali tidak berpikir panjang!”Carol melangkah mendekat pada Fargo, dan kian memberikan tatapan dingin pada suaminya itu. “Semua orang bisa berubah. Aku percaya waktu telah mengajarkan Adrik banya