Share

Dibatasi oleh Ruangan

Sang gadis mengangkat pedang bergagang merahnya, menunjuk Hoaren. “Kau benar-benar seorang iblis, Hoaren!”

“Ahh …” Hoaren terkekeh. “Kukira siapa, ternyata Nona Muda Huang. Ada angin apa kau malam-malam begini mendatangi tempat yang terpencil ini, hmm?”

“Tadinya aku tidak percaya bahwa kau menculik anak selir senior,” balas Nona Huang, 20 tahun. “Kau membuat Kasim Utara sangat malu dan terancam hukuman berat!”

“Begitu, ya?” Hoaren dengan santainya tertawa pelan sembari mengusap-usap dagunya. “Jadi, kabar telah menyebar, hah?”

“Dan kau juga membunuh Guru Liu!” Sorot mata Huang seolah sepasang pedang tajam yang bersiap menebas leher Hoaren. “Kau tahu dia hanyalah seorang guru sastra. Laki-laki macam apa yang tega membunuh orang tak berdaya, hah?”

“Hei, tunggu dulu!”

Hoaren seperti memikirkan sesuatu. Seolah-olah, dia tidak memedulikan kemarahan yang tersirat jelas di wajah dan mimik tubuh Huang, tidak pula ucapannya.

“Tidak, tidak, tidak,” lanjutnya. “Tidak mungkin orang-orang di Istana Terlarang akan menyebarkan kasus ini sebab ini hanya akan menimbulkan kegaduhan, mengancam kekuasaan sang Kaisar yang tidak dapat melindungi anak dari selir seniornya. Dia akan dicap sebagai seorang kaisar bodoh!”

“Keparat bermulut besar!”

Swiiing!

Kesabaran Huang habis sudah. Satu gerakan, dan tubuh indah semampai sang gadis telah melesat bersama desingan pedang bergagang merah di tangannya.

Hoaren terkekeh dengan menyipitkan mata. “Oh, Nona Huang, kau sangat cantik sekali, dan semakin bertambah cantik bila dalam keadaan marah begini!”

“Tutup mulut busukmu!”

Wuush!

Tusukan ke arah wajahnya dapat dengan mudah dihindari oleh Hoaren dengan melengkungkan tubuhnya ke belakang. Lalu dengan cepat dia menghindar ke kiri.

Hoaren tahu pasti seperti apa kemampuan dan kesaktian seorang Nona Huang, sebab itu dia memutar otak untuk dapat mengunggulinya.

“Nona Huang!” ucap sang gadis yang masih bersimpuh di lantai. “Selamatkan saya, Nona.”

“Tenanglah!” Huang berdiri di dekat sang gadis, membelakanginya. “Aku akan memastikan bajingan yang satu ini mendapatkan hukuman yang sangat berat!”

Dengan kehadiran Huang di sana, sang gadis merasa punya harapan besar untuk dapat selamat dari cengkeraman Hoaren. Bagaimanapun, dia juga mengetahui bahwa Huang termasuk salah satu pendekar muda berbakat, dan dia juga adalah keponakan jauh dari Kaisar Taizong.

Nona Huang kembali menerjang dengan jurus tebasan pedangnya. Bilah pedang berkilau memantulkan cahaya rembulan.

Swiing!

Wuush!

Crass!

Sayangnya, jurus tebasan itu hanya mengenai tempat kosong sebab Hoaren kembali dapat menghindar. Dan angin tebasan yang tercipta justru menghancurkan meja usang di dekat dinding di belakang posisi Hoaren berdiri sesaat sebelumnya.

“Keparat!” Huang menggeram. “Ternyata benar, hah? Kau hanyalah seorang pengecut yang cuma bisa menghindar dan menghindar. Kau hanya berani pada yang lemah!”

Hoaren tanggapi itu dengan tawa. “Jangan besar kepala dulu, Nona Huang. Hei, bagaimana kalau kau ikut bersenang-senang denganku, hmm?”

“Kau benar-benar bermulut kotor!”

Swiing!

Huang kembali menyerang dengan jurus pedangnya. Bahkan kali ini, serangan tusukan pedangnya terlihat menjadi sangat banyak.

Gadis di lantai cukup terperangah menyaksikan keindahan gerakan pedang Nona Huang.

Akan tetapi, Hoaren tahu pasti bahwa di dalam ruangan yang tidak seberapa besar ini, gerakan dengan menggunakan senjata sangatlah terbatas dan tidak menjadi maksimal.

“Ayolah, Nona Huang!” Hoaren menghindar ke kanan dengan berguling ke lantai.

Crass! Crass! Crass!

Hujan bilah pedang menghancurkan rak tua di sisi kanan ruangan, juga menciptakan lubang-lubang kecil di permukaan lantai batu.

Huang menggeram lagi. Pria berhati iblis itu masih dapat menghindari serangan demi serangannya.

“Apa kau tidak tahu?” Hoaren terkekeh lagi sembari menepis debu-debu yang mengotori badannya sebab dia masih berlum mengenakan baju. “Kau juga termasuk gadis yang kuincar, Nona Huang. Kecantikanmu, keindahan tubuhmu, terlebih lagi … kau masih keluarga jauh sang Kaisar. Ini merupakan satu tantangan tersendiri, mendapatkan tubuhmu meski harus menjadi buronan adalah hal yang sepadan!”

Huang mengertakkan rahangnya dengan tatapan tajam. Dan dengan gerakan tiba-tiba, dia berputar ke arah kanan membentuk satu putaran penuh. Pedang di tangannya berdesing mengerikan.

Swiiing!

Hoaren cukup terkejut sebab tenaga dalam yang dilepaskan bersama jurus tebasan melingkar itu cukup besar, suara berdesing terdengar menggidikkan seolah angin tebasan membentuk bilah raksasa yang menderu ke arah dirinya.

“Berengsek!” Hoaren menggeram lalu melontarkan tubuhnya ke atas.

Swoosh!

Crasss!

Angin tebasan lewat kurang dari seinci di bawah kaki Hoaren, bahkan mengiris tipis salah satu telapak sepatunya. Dia mereguk ludah demi menyaksikan dinding batu kuil tersebut terpapas rata, menyisakan celah tipis panjang yang membuat cahaya sang rembulan memasuki sudut ruangan di bagian yang sama.

Hoaren selamat dengan bergelantungan di salah satu balok dari bagian kuda-kuda penyangga atap kuil.

Belum habis keterkejutannya, Nona Huang kembali menyerangnya dengan jurus tusukan pedang yang mengincar perutnya.

Swiing!

Disebabkan posisinya kini itu, Hoaren mau tidak mau harus mengandalkan ilmu bela diri dan kesaktian yang ia miliki.

Wuush!

Twiing!

Dia dengan cermat mampu menyapu bilah pedang yang berdesing ke arahnya, dan dengan kakinya yang satu lagi, Hoaren membuat gerakan tendangan melingkar dengan dua tangan tetap menjaga posisi tubuhnya yang bergelantungan.

Whuuk!

Begitu tusukan pedangnya dimentahkan Hoaren, Nona Huang dengan cepat membungkukkan tubuhnya. Dia dengan mudah melakukan hal tersebut meskipun masih mengambang di udara.

Wushh!

Tendangan melingkar Hoaren lewat di atas kepala Huang, kurang dari sejengkal saja.

Dengan memutar tubuhnya serta pedang di tangannya, Nona Huang kembali melepaskan serangan tebasan kepada Hoaren.

Swiing!

“Keparat!” Hoaren menggeram begitu tendangan melingkarnya tidak mengenai sasaran.

Sadar akan serangan susulan dari Huang, Hoaren mengangkat tubuhnya lebih tinggi, lalu menggunakan sepasang kakinya untuk menolak sebuah balok kuda-kuda, dan hal ini melontarkan tubuhnya dengan cepat ke bawah.

Dia berjumpalitan sekali, lalu menjejakkan kakinya ke lantai, dan dengan cepat berbalik.

“Hei,” ujarnya sembari menyeringai lebar. “Bukankah kau selalu bersama dengan kekasihmu itu?”

Huang menggembor kemarahan di dalam dadanya sebab lagi-lagi serangannya dapat dihindari oleh Hoaren. Dengan begelantungan satu tangan pada sebuah balok kuda-kuda, dia memutar tubuhnya sedemikian rupa, lalu melesat dengan pedang terhunus lurus.

Wuush!

“Di mana dia?” Hoaren terkekeh, lalu dengan cepat memutar kedua tangannya sedemikian rupa. “Kau tidak takut sendirian seperti ini, hah?”

Nona Huang tidak ingin meladeni ucapan Hoaren yang hanya akan membuatnya menjadi bertambah emosi.

Sementara itu, gerakan kedua tangan Hoaren serta kelenturan tubuhnya mampu membuat gerakan pedang Nona Huang tidak menyentuh tubuhnya sama sekali.

Swiing! Swiing!

Whuuk! Whukk!

Sekeras apa pun upaya Nona Huang untuk melukai Hoaren, namun tak sekali juga mata pedangnya menggores kulit pria tersebut.

Desgh!

Tendangan tiba-tiba dari Hoaren dapat ditahan oleh Nona Huang dengan menyilangkan pedangnya di depan wajahnya sehingga telapak kaki Hoaren tertahan bilah pedang.

Memanfaatkan daya pantul serangannya pada bilah pedang, Hoaren melontarkan tubuhnya jauh ke belakang, dan menjejak lantai dengan membelakangi pintu kuil yang rusak.

“Sudah kukatakan, bukan?” Hoaren tersenyum lebar. “Jika kau hanya sendirian saja, maka kau hanya akan menjadi bulan-bulananku, Nona Huang yang manis!”

“Keparat bermulut busuk!” Nona Huang kembali mengangkat pedangnya. “Aku tidak akan melepaskanmu, bajingan!”

“Mari, Nona Huang,” Hoaren bahkan menggerakkan kedua tangannya seolah meminta sang gadis mendekatinya dengan baik-baik. “Mari datang padaku. Dan kali ini, aku tidak akan bermain-main lagi denganmu!”

“Siapa bilang dia sendirian?”

Hoaren membelalak terkesiap. Dari arah belakang, dia merasakan hawa sejuk yang mampu menusuk hingga ke dalam tulang.

Dan tanpa berpikir panjang lagi, dia segera melemparkan tubuhnya ke arah kanan, ke arah rak usang yang sebelumnya telah hancur terkena serangan gagal Nona Huang.

Syuu!

Whuus!

Seorang pemuda gagah berpakaian serbabiru tiba-tiba muncul di dalam kuil tua tersebut dan telah berdiri satu langkah di hadapan Nona Huang. Dia membekal sebilah pedang dengan sarung dan gagangnya yang juga berwarna biru.

Hoaren yang mendarat di lantai dengan posisi setengah berlutut itu menggeram kencang, lalu berdiri sembari memutar otak untuk bisa lari dari situasi yang tidak menguntungkannya kini.

“Datang juga kau,” ucapnya dengan seringai tipis di wajah. “Tuan Muda Feng!”

“Tentu saja,” Feng, 25 tahun, tersenyum lalu melirik Nona Huang dan lebih mendekat kepadanya. “Kau baik-baik saja, Adik Huang?”

Nona Huang yang masih kesal kepada Hoaren hanya menanggapi dengan helaan napas yang panjang.

“Kenapa tidak memberi tahuku terlebih dahulu?”

Hening. Tatapan Nona Huang yang begitu tajam tidak beralih dari sosok Hoaren, seolah mengabaikan saja pertanyaan pemuda di hadapannya yang adalah kekasih sekaligus tunangannya.

Tuan Muda Feng sudah mengenal pasti watak kekasihnya tersebut. Jadi, dia tidak meneruskan ucapannya namun justru menatap pada sosok gadis terikat di belakang Nona Huang. Juga, pada mayat Guru Liu.

“Oh, Guru Liu …” gumamnya dengan bersedih hati. Dan kembali tatapannya tertuju pada Hoaren. “Kau benar-benar buruk, Hoaren.”

“Kau siapa, hah?” Hoaren mengendikkan sedikit bahunya dengan tangan mengembang ke samping. “Seorang hakim, kah?”

“Kejahatanmu benar-benar sulit untuk dimaafkan!”

“Oh, begitukah yang kau pikirkan, Tuan Muda Feng?” Hoaren terkekeh dengan mengangguk-angguk kecil. “Jadi, kau juga datang untuk menangkapku, hah?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status