Share

Bab 9: Pengobatan Dan Terapi

"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.

Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama.

"Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang kamu alami Anna?" Dokter Vio memastikan terperinci diagnosisnya.

"Iya, benar itu yang saya rasakan dokter Vio. Saya juga takut jika naik mobil. Membayangkan dan mendengar kata mobil saja sudah membuat saya bergidik sekali. Tepat sasaran seperti diagnosis anda. Lantas pengobatan seperti apa yang harus saya jalani? Apakah ada harapan bagi saya untuk pulih dari Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD)? Apakah ingatan saya juga bisa kembali pulih?" Tanyaku penasaran.

"Jawabannya tentu bisa! Kamu perlu tetap berpikir dan bersikap optimis! Rutin meminum obat yang saya resepkan dan menjalani terapi dengan seksama. Bagaimana Anna? Apakah ada lagi yang ingin kamu konsultasikan?" Tanya dokter Vio.

"Saya sering berhalusinasi mengenai dua kecelakaan tersebut secara berulang bahkan di saat saya terjaga juga melamun. Ingatan dan bayangan tentang kecelakaan itu datang Saat tidur pun selalu mengulang mimpi yang sama tentang kecelakaan tersebut." Tuturku kepada dokter Vio dengan rasa penuh gelisah, muka pucat dan keringat dingin yang terus berupaya Alex lap keringat di keningku dengan helaian tissue.

"Bisa dimaklumi dan hal itu wajar jika mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma setelah mengalami tragedi kecelakaan. Asal kamu telaten dan bersabar mengikuti prosedur medisnya. Seperti Psikoterapi kognitif-perilaku, Psikoterapi Kelompok juga hipnoterapi. Saya juga akan meresepkan antidepresan golongan SSRI (Penghambat selektif dari ambilan serotonin) dan diminum rutin ya! Terlebih yang tidak kalah penting adalah dukungan keluarga kepada Anna. Semoga lekas membaik ya Anna! Saya pergi dulu dan nanti perawat akan mengantarkan obat yang saya resepkan," papar dokter Vio.

"Baik dokter Vio, saya akan meminum obatnya. Kapan mulai terapinya dok?" Aku mengajukan pertanyaan kembali.

"Secepatnya lebih baik dan mulai besokpun tidak apa-apa. Kamu siap untuk terapi besok Anna?" Kata dokter Vio.

"Tentu siap dokter Vio! Untuk apa di tunda jika itu baik bagi kesehatan mental saya?" Sahut ku.

"Baik, karena pemeriksaan sudah selesai, saya permisi dahulu karena ada jadwal praktek malam ini." Dokter Vio berlalu.

"Terimakasihdokter Vio," kataku dan mama Neni hampir bersamaan.

'Sama-sama," sahut dokter Vio.

Saat dokter Vio berpapasan dengan dokter Victor, maka dokter Vio berpesan pada dokter Victor sambil tersenyum dan menepuk lembut pundak dokter Victor,"Tolong dijaga baik-baik dan dukung emosi kekasihmu Anna ya! Semoga kesehatan Anna lekas membaik dan aku akan membantumu semampu ku," pesan dokter Vio kepada dokter Victor.

"Itu pasti! Aku kan kekasihnya, calon suami Anna dan calon menantu Mama Neni," papar dokter Victor dengan bangga sambil menatap tajam mata Alex.

"Idih norak sekali orang ini!" Gerutu Alex sambil manyun 10 cm.

"Apa katamu? Mau diadu?" Dokter Victor menyingsingkan ke dua lengan bajunya dan melotot ke arah Alex namun di tarik oleh dokter Vio.

"Memang kamu yang terlalu percaya diri dokter Victor! Jangan nodai jas doktermu dengan tingkah lakumu yang tanpa pikir panjang! Mentang-mentang sering nge-gym dan berotot mau lawan bocah ingusan," kata dokter Vio sambil menggelengkan kepala dan pergi keluar dari ruangan VVIP Bougenville.

"Apa kata dokter Vio? Bocah ingusan! Maksudnya aku gitu!"kata Alex tak terima.

"Emang iya, kamu masih bocah ingusan!" Sindir dokter Victor sambil terkekeh geli.

"Kalau aku bocah ingusan berarti anda om om yang pacaran sama bocah ingusan! Kan aku cuma setahun lebih muda dari pada Anna!" Tandas Alex.

"Enak aja di panggil om! Aku dokter spesialis bedah saraf termuda di sini. Kan usia 25 tahun, masa disebut om sih? Udah ah, malas menanggapi mu!" Jawab dokter Victor.

 "Tok,tok,tok,tok! Permisi" kata perawat.

"Ya, silahkan masuk suster! Sahut dokter Victor.

Suster tersebut membawa nampan berisi gelas dan air putih juga obat," ini saya diutus dokter Vio untuk membawakan obat SSRI untuk Gejala Stres Pasca Trauma atau PTSD bagi pasien yang bernama Anna."

"Mana obatnya suster! Supaya saya bisa segera berikan kepada pasien Anna," pinta dokter Victor sambil mengulurkan kedua tangannya untuk menerima nampan berisi air putih, gelas dan obat SSRI.

Setelahmemberikannya perawat itu permisi pergi dan melanjutkan tugasnya.

"Kamu kan dokter dan tugasmu pasti banyak! Mana biar aku saja yang berikan pada Anna!" Alex mencoba merebut nampan yang di pegang dokter Victor tetapi tidak bisa karena nampan itu segera diambil mama Neni.

"Ya, Mama Neni!" Sahut Victor.

 "Ya, Tante Neni!" Sahut Alex

"Apa? Ini sudah malam! Kalian sibuk rawat pasien dan satunya sibuk sekolah. Lekas pulang dan beristirahat saja! Biar obat ini saya yang berikan. Jangan khawatir karena malam ini saya berjaga di rumah sakit!" Kata mama Neni.

"Baik Tante Alex dan dokter Victor pulang dulu. Kalau butuh bantuan atau terjadi sesuatu hal, tolong segera kabari kami!"

"Iya, sudah segera pulang! Hari sudah larut malam!" Mama Neni mendorong Alex dan dokter Victor keluar pintu juga lekas menutup pintu ruang VVIP Bougenville.

"Kalau tidak begini kamu tidak akan bisa istirahat karena mendengar adu argumen mereka. Kamu kan juga butuh istirahat!" Kata mama Neni kepadaku sambil menyodorkan obat SSRI dan air putih. Akupun segera meminumnya.

"Terimakasih Mama Neni sudah dengan sabar merawatku selama ini," kataku.

"Hei, sayang, kamu anakku! Jangan berkata seperti orang lain saja. Aku ini ibumu. Sudah larut malam, sekarang kamu istirahat saja ya." Perintah Mama Neni.

Akupun tertidur dan besoknya aku mulai terapi dengan dokter Vio dan rutin minum obat yang diresepkan yakni obat SSRI untuk (PTSD) Gangguan Stres Paca Trauma.

Aku juga mendapat dukungan moril dari dokter Vio, dokter Victor, Alex dan terutama mama Neni. Walaupun halusinasi dan mimpi buruk tetap terulang mengenai kecelakaan mobil itu tetapi keadaanku sudah tertangani dan tidak tambah memburuk.

Aku masih menjalani rawat inap di rumah sakit karena kakiku yang patah juga kondisiku yang masih membutuhkan pantauan medis. Selama perawatan di rumah sakit Martadinata, Alex selalu datang membawa rainbow cake kesukaanku. Dia membawakan tugas dari wali kelasku di SMK dan membantuku mengikuti kelas akselerasi online supaya cepat lulus sambil menjalani perawatan medis.

Inilah hari demi hari ku lalui di rumah sakit Martadinata. Tanpa terasa minggu dan bulan pun berganti.

     

     

   

     

     

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status