Home / Romansa / Finding the Sun (Bahasa Indonesia) / 7. Guru Les Kesayangan Gita

Share

7. Guru Les Kesayangan Gita

Author: Rainfall
last update Last Updated: 2021-04-14 18:37:36

Gita sedang terduduk di kursi belajarnya. Terdapat setumpuk buku-buku latihan soal ujian di atas meja belajar. Tinggal beberapa bulan lagi sampai Gita melaksanakan ujian akhir sekolah dan tes masuk perguruan tinggi negeri. Meskipun Papa menyuruhnya untuk kuliah di luar negeri tetapi Gita menolak. Dia bilang tidak ingin jauh dengan keluarga. Meskipun alasan sesungguhnya tidak demikian.

Dia melirik ke kasur di belakang tempatnya duduk. Pengalaman itu masih nyata bagi Gita. Saat ketika Bima menyentuh dirinya dan daerah yang tidak pernah disentuh oleh orang lain. Tatapan Bima, suaranya dan respon tubuhnya terhadap perlakuan Bima masih terekam nyata di memori otaknya. Semuanya berlangsung secara cepat. Tetapi hal tersebut  tidak akan pernah dilupakan oleh Gita seumur hidupnya.

Diceknya handphone kesayangannya. Belum ada tanda-tanda seseorang akan membalas pesannya. Tak lama dering handphone menyala. Nama “Ka Bima” tertangkap di layar handphonenya. Tanpa menunggu jeda Gita langsung mengangkat panggilan tersebut.

“Halo!” sapa Gita.

“Kamu belum tidur?” tanya Bima.

“Belum Ka, aku masih belajar!” cerita Gita.

“Jangan kemaleman tidurnya, jangan lupa istirahat, latihan soalnya bisa nanti kok!” ucap Bima.

Mereka berbincang lumayan hangat dan lama. Sampai suara sepeda motor memasuki pagar rumah terdengar dari luar jendela. Gita menghampiri jendela kamarnya. Dia kenal siapa pemilik sepeda motor tersebut. Hatinya senang, telihat dari senyum yang mengembang di bibirnya.

“Ka udah dulu ya, akhirnya kakakku pulang!” kata Gita sambil menutup telepon dari Bima. Tak lama dia segera berjalan ke arah kamar Satria. Dia tahu kesanalah Satria akan menuju.

***

“Dimakan dong Ra, yang ada nasinya nangis tuh!” ucap Della.

Amara menggelengkan kepalanya. Della mendesah. Sia-sia saja rupanya dia mengajak sahabatnya untuk makan malam. Awalnya Della yang sedang menonton film di kamarnya mendengar isakan tangisan. Berhubung hari itu malam jumat, dia pikir ada arwah penasaran yang sedang bergentayangan di kamarnya. Segera dia membaca surat-surat yang berhasil dia hapal. Tetapi tangisan itu tak kunjung reda. Hingga akhirnya dia tahu suara itu dari kamar sebelah.

Setelah berhasil memaksa masuk ke kamar Amara, dia akhirnya mengajak sahabatnya itu untuk makan GFC (General Fried Chicken) di luar. Menurut Della makanan adalah penghibur seseorang ketika memiliki masalah. Tetapi nampaknya Amara tidak berniat sedikitpun untuk mencicipi makanannya tersebut.

“Makan Ra, pamali tahu makan ayam ga diabisin!” ucap Della.

Pamali merupakan ungkapan yang menunjukan pantangan dalam istilah sunda. Biasanya itu merujuk agar seseorang tidak melakukan hal tersebut, dan aka nada sanksi dari pencipta jika melanggarnya.

“Aku ga lapar Dell!” ucap Amara.

“Yaudah aku aja deh yang makan, gimana?” tanya Della.

Amara mengangguk. Akhirnya Della memindahkan ayam-ayam tersebut ke atas piringnya dan mulai memakannya. Sejujurnya dia iba dengan Amara, tetapi dia tidak mau jika malam hari harus bermimpi sekelompok ayam yang marah karena tidak menghabiskan makanan.

Amara memperhatikan Della, selama ini tidak pernah terlihat sahabatnya itu memiliki masalah meskipun tidak memiliki kekasih. Seakan akan hidupnya enjoy saja. Bukan berarti Della tidak menyukai lawan jenis atau belum pernah berpacaran. Semester pertama Della sempat berpacaran dengan seorang mahasiswa jurusan teknik di kampusnya. Della yang tomboy tidak menyangka jika ada seseorang yang menyukainya. Tetapi tak lama Della mengetahui jika pacarnya tersebut memiliki kekasih yang lain. Dengan lapang dada Della menerima keputusan tersebut dan berprinsip tidak akan pacaran sampai benar-benar menemukan orang yang serius di hidupnya.

“Menurut kamu, aku dan Bima bagaimana?” tanya Amara pada akhirnya.

“Apanya yang bagaimana? Kalian bucin. Di kampus sering ketemu di luar kampus juga!” jawab Della.

“Bukan itu sih!” bantah Amara.

“Terus?” tanya della sambil memasukan potongan ayam ke dalam mulutnya.

“Aku sayang sama dia!” ucap Amara.

“iya tau!” jawab Della.

“Dia sayang ga?” tanya Amara pada Della.

“kok nanya aku? Tanya dia aja lah!” ucap Della.

“Jadi dia ga sayang?” tanya Amara.

Della berhenti makan. Sejujurnya dia bingung melihat Amara yang uring-uringan dan tidak jelas seperti ini. Dia tahu Amara sedang dilanda masalah. Dia juga tahu masalahnya ada pada Bima. Tetapi respon Amara sepertinya berlebihan. Tapi dia mengenal Amara beberapa tahun, dia paham sikap Amara.

“Sayang kok dia sayang!” jawab Della agar membuat Amara kembali normal.

“Kalau sayang kok dia kaya gitu Dell!” Kata Amara.

“Ra, sebenernya ada apa?” tanya Della pada akhirnya.

Amara mengigit bibir. Dia bingung haruskah dia cerita masalah Bima? Termasuk menceritakan chat tersebut? Dan foto tersebut?

“Aku ga akan maksa kamu buat cerita! Itu hak kamu.” Kata Della seakan membaca isi hati Amara.

“Menurut kamu, apa Bima selingkuh Dell?” akhirnya Amara membuka topik tersebut.

***

 Gita memeluk lengan Satria. Terlihat keakraban mereka berdua sebagai kakak dan adik yang harmonis. Sesekali Satria terlihat mengelus kepala Gita. Respon Gita pun sangat baik karena dia selalu tersenyum saat dielus kepalanya oleh satu-satunya kakak yang paling dia sayang tersebut.

“Gimana latihan ujiannya?” tanya Satria.

“Gita dapet guru privat yang kesini setiap minggu. Gurunya baik, ngajarinnya juga enak Ka!” ucap Gita.

“Gurunya dari tempat les mana?” tanya Satria.

“Bukan ka, bukan dari tempat les. Anaknya teman mama. Dia kuliah, tapi karena sedang skripsi sekalian ngeles privat!” kata Gita.

“Laki-laki? Atau Perempuan?” tanya Satria.

“Laki-laki ka.” Kata Gita sambil wajahnya memerah.

“Jangan-jangan kamu suka sama dia?” ucap Satria sambil mengerutkan alisnya.

“Apaan sih ka!” Gita cemberut, dilepaskan juga lengan Satria.

“Ya gapapa kalau suka.” kata Satria.

“Eh, beneran ka?” tanya Gita.

“Langkahin dulu kakanya! Hahahahaha!” Satria tertawa lepas.

Gita terlihat cemberut karena ejekan kakaknya. Kemudian dia bertanya, “Ka, kakak bakal di sini terus kan? Ga akan pergi lagi?”

Satria tersenyum. Sayangnya dari matanya terlihat adanya kesedihan. Dia bangkit dari kasur tempatnya duduk bersama adik kesayangannya.

“Kakak bakalan tetep tinggal di kosan. Maaf ya!” ucapnya sambil mengelus kepala adiknya.

Muka Gita murung. Terlihat wajahnya yang kesepian. Satria memang sudah sekitar satu tahun lamanya ngekos. Meskipun rumahnya di Bandung dia keluar dari rumah tahun lalu. Sesekali pulang jika ibundanya menyuruhnya pulang. Atau sekedar menengok adiknya.

“Aku bakal ngekos juga nanti ketika kuliah!” ucap Gita.

“Kalau kamu masih kuliah di Bandung mendingan di sini aja. Makan tinggal makan, tidur tinggal tidur kan.” Kata Satria.

“Terus kenapa kakak milih buat keluar dari rumah?” tanya Gita.

“Aku beda. Kamu jagain mama di sini!” ucap Satria.

“Ga adil dong. Kakak egois. Aku juga mau tinggal sendiri!” kata Gita.

Satria memencet hidung Gita. Gita berusaha untuk melepaskan cubitan tersebut. Dielusnya hidung mancungnya. Sekali lagi Satria  tertawa.

“Siapa nama guru lesmu itu?” tanya Satria.

“Namanya ka Bima.” Kata Gita.

Rainfall

Jangan lupa klik tanda + agar cerita ini masuk ke library ya Tuliskan juga komentar dan kesan kalian setelah membaca novel ini. Terimakasih

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   101. Tamat

    "Selamat ya ka!""Akhirnya lulus juga ya!Hari itu kampus dipenuhi oleh orang-orang yang mengenakan toga. Tawa dan senyum terpancar dari wajah mereka. Sanak keluarga pun datang, bahkan tidak segan-segan. Ada yang datang membawa bus bermuatan tetangga dari kampung. Hari itu adalah hari yang berbahagia, hari wisuda.Satria berjalan diarak oleh teman-temannya, junior di BEM. Dia dan Faisal lulus bersama-sama. Gita dan ibunya melihat dari kejauhan. Mereka benar-benar bangga dengan putra sulung mereka tersebut."Pengen nangis, akhirnya seorang Faisal bocah kampung bisa wisuda!" teriak Faisal. Dia tidak henti-hentinya memberikan senyum bangga."Kita yang diancam bakal kena drop out akhirnya lulus juga ya!" tambah Satria. "Bener-bener ga nyangka."Pembicaraan mereka terhenti ketika ada seorang wanita mengenakan toga mendekat. Penampilannya yang dahulu tomboy berubah menjadi feminim akibat balutan kebaya dan sepatu heels tinggi yang dia gunakan.

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   100. Akhir Kisah Ini

    "Kang!" panggil Danny. Dia berada tepat di belakang Satria. "Situasi udah ga terkendali. Kita butuh instruksi. Gimana ini? Haruskah kita mundur atau tetep maju ke depan maksa buat masuk ke gedung Senayan?" Satria terlihat linglung. Dia memeluk tubuh Amara yang bersimbah darah. Tangannya bergetar hebat. Dia benar-benar tidak menyangka Amara menahan tembakan peluru tersebut dengan badannya. Bukankah dia tidak ikut demonstrasi? Kenapa dia berada di sini? Apa yang harus Satria lakukan saat ini. "Kang Satria!" teriak Galang. Dia memegang kedua bahu milik seniornya tersebut. "Fokus! Semua orang yang di sini butuh instruksi!" "Aku-!" Satria mencoba memahami situasi. Pikirannya kacau. Dia ingin segera membawa Amara ke rumah sakit. Sayangnya posisinya sebagai pemimpin tidak memungkinkannya untuk pergi. Amara membutuhkan pertolongan segera. "Biar Amara dibawa sama tim medis! Akang harus kasih keputusan sekarang!" teriak Galang. Dalam situasi seperti itu

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   99. Selalu ada Darah yang Mengalir dalam Setiap Perjuangan

    Tok.. tok... tok...Pintu terbuka. Seorang laki-laki berpakaian kemeja putih rapi masuk ke dalam. Di dalam ruangan Rudi sedang berdiri menghadap jendela. Dia melihat ke arah kerumbunan mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi terhadapnya."Kenapa kamu ke sini? Ada sesuatu?" tanya Rudi.Pria itu mendekat. "Maaf pak, saya ingin memberikan pesan. Ada seseorang bernama Bima yang mengaku sebagai kenalan bapak. Katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan."Rudi langsung menoleh. Tatapannya marah. Bima adalah nama lelaki yang menghamili anak perempuannya. Sejak lama Bima menghilang, kemudian dia menghubungi keluarganya dan memberitahukan bahwa Bima harus bertanggung jawab. "Kemarin saja dia tidak terlihat, sekarang situasi sedang seperti ini baru datang. Biarkan dia masuk. Tolong jangan ada seorang pun yang mencuri dengar pembicaraan kami."Pria berkemeja putih itu mengangguk, kemudian dia pergi. Beberapa waktu kemudian dia masuk. Di belakangnya Bim

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   98. Dorrr

    Senayan berubah menjadi lautan manusia. Berbagai mahasiswa dari seluruh kampus di Tanah Air berkumpul di sana. Mereka mengenakan jaster dari kampusnya masing-masing."TURUNKAN DPR YANG TIDAK PRO RAKYAT!""HAPUSKAN KORUPSI DI NEGARA KAMI!""BIARKAN RAKYAT MENIKMATI HASIL KERINGATNYA DARI FASILITAS YANG DIBANGUN MENGGUNAKAN PAJAK NEGARA!"Di antara kerumbunan masa yang melaksanakan aksi tersebut. Berdiri seorang mahasiswa yang mengenakan jaster berwarna kelabu. Dia adalah Satria, mantan ketua BEM di kampusnya sekaligus anak dari salah satu anggota DPR yang terhormat. Di pinggangnya tersampir pengeras suara. Dengan lantangnya dia berkata, "HIDUP MAHASISWA!"Bersebrangan dengan kerumbunan mahasiswa. Aparat keamanan menggunakan label POLISI berdiri rapi di sana. Tugas mereka adalah mengamankan jalannya aksi demonstrasi agar tertib dan lancar. Namun ada yang berbeda saat itu. Para polisi membawa senjata api dan beberapa peralatan lainnya seakan-akan terj

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   97. Faisal Hilang

    "Semua sudah menunggu! Kita ga bisa nunggu ka Ical!" desak Galang. Dia mengenakan jaster kampusnya. Mereka berada di depan kampus. Waktu masih menunjukan pukul tiga pagi. Beberapa mobil bus dan truk terlihat sesak penuh dengan para mahasiswa yang akan melaksanakan demonstrasi.Satria masih mencoba untuk menunggu sahabatnya tersebut. Di mana Faisal, sejak malam mahasiswa humoris itu benar-benar tidak terlihat. Dia kemudian menekan nomor di layar handphonenya. Seperti sebelumnya handphone tersebut mati."Ka!" panggil Galang. "Kita gabisa nunggu satu orang lagi! Kita harus berangkat sekarang!""Baik!" ucap Satria akhirnya. Namun dia sempat mengirimkan pesan kepada Faisal, "bro kami tunggu di Jakarta."Satria naik ke dalam salah satu bus yang tersedia. Dia duduk di sebelah Diana. Mahasiswi itupun mengenakan jaster angkatan yang sama dengannya. Galang melihat Diana kedinginan dia langsung mengambil jaket yang disampirkan di kursi penumpangnya kemudian memakaik

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   96. Ketahuan Faisal

    Tok.. tok... tok..."Sini masuk!" ucap Satria.Pintu terbuka, Faisal masuk ke dalam. "Gimana ade Gita?" tanyanya. Dia kemudian duduk di samping Satria.Mereka sedang berada di rumah kontrakan. Besok mereka akan berkumpul di tempat perjanjian. Aksi demonstrasi dari seluruh Indonesia akan dilakukan."Baik, sudah beres" ucap Satria. Mood Satria terlihat kurang baik. Nada bicaranya lebih ketus dari sebelumnya.Sebagai sahabat, Faisal menyadarinya. Dia kemudian menepuk bahu Satria. "Ada apa? Ga nelepon Amara? Besok kita pergi loh!""Udahlah!" Satria terlihat malas. Dia sedang tidak ingin membicarakan Amara. "Gausah ngomongin dia!"Faisal menghela nafas panjang. "Berantem lagi nih? Gacape berantem terus kalian itu?""Ternyata selama ini dia bekerja sama dengan mama!" Satria akhirnya memulai cerita. "Mama minta tolong sama dia biar kita gagal aksi.""Eh!" Faisal terkejut mendengarnya. "Amara kenal sama tante Mira?"

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   95. Kacau

    "Bisakah kita berbicara sebentar?"Amara mengangguk. Kemudian dia mengikuti Mira ke tempat lain. Perasaannya sedikit tidak nyaman. Terlebih saat terakhir bertemu, Mira meminta pertolongan kepadanya. Sementara dia sudah bilang bahwa dia akan mendukung Satria untuk melakukan demonstrasi.Mereka menuju sebuah bangku yang terdapat di salah satu lorong rumah sakit. Mira kemudian menepuk pundak Amara. "Sini kita duduk sambil berbincang sebentar."Setelah Mira duduk, Amara mulai mengikuti. Dia terlihat cukup gugup. Dia memikirkan kemungkinan bahwa dirinya akan dimarahi oleh Mira karena tidak menahan Satria untuk melaksanakan demonstrasi."Satria dan Gita adalah dua orang anakku yang berharga," Mira membuka pembicaraan. Amara mendengarkan sambil mengangguk. "Satria, adalah anak yang dididik dengan keras. Itulah sebabnya dia menjadi seperti ini.""Dia pria yang baik," sambung Satria."Benar, Saya mendidiknya menjadi seorang laki-laki yang baik," Mira

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   94. Jadilah Pria yang Lebih Baik

    Kriiitttt....Pintu kamar Gita menginap terbuka. Bima dan Satria masuk ke dalam. Amara melihat bekas pukulan di wajah Bima, dia sudah menyangka bahwa Satria akan melakukan hal tersebut kepada mantannya. Tapi memang Bima pantas mendapatkannya. Apapun alasan Bima melakukannya, merusak anak orang adalah sesuatu hal yang salah."Ra!" panggil Satria."Ya? Kenapa?" tanya Amara.Satria memegang pundak Bima. "Bima bilang ingin ngobrol berdua sama kamu. Akupun ada yang mau diobrolin sama adikku."Deg...Jantung Amara berdetak kencang. Dia terlihat kaku dan gugup. Sudah sekian lama dia tidak berbicara dengan Bima. Pembicaraan terakhir juga tidak menyenangkan. Namun Satria yang memintanya. Alhasil dia mengikuti Bima keluar ruangan. Meninggalkan dua kakak beradik itu di dalam ruangan.Ketika mereka sudah keluar, Gita menatap kakaknya. "Kakak gapapa?""Gapapa dong!" jawabnya sambil tersenyum."Maksudnya aku-!" Gadis itu memperhatikan

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   93. Berjanjilah Menggunakan Nyawamu

    Hah... hah... hah...Nafas Satria memburu. Dia telah berjanji di dalam hati bahwa dia tidak akan terbawa emosi. Ternyata menahan emosi tidak semudah ini. Laki-laki yang melakukan tindakan asusila terhadap adiknya ada di depan mata. Dengan dirinya yang sekarang mudah saja untuk menghabisi dia.Bima pun terlihat pasrah. Dia tidak melawan. Dia juga tidak berbicara apapun. Dia sudah siap jika akan dihajar habis-habisan oleh Satria.Satria kemudian mendekat kembali ke arah Bima. Lelaki itu menutup matanya. Bersiap menerima pukulan. Beberapa detik berlalu, tidak ada yang terjadi. Akhirnya dia mencoba untuk membuka mata. Dia sedikit terkejut karena melihat Satria mengulurkan tangan kepadanya."Sini! Dibantu buat bangun!" Satria masih mengulurkan tangan.Bima yang terkapar di tanah masih bingung. Beberapa kali dia terlihat mengedipkan mata. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukankah Satria mengajaknya ke sini untuk menghabisinya?"

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status