Dering ponsel menyeruak masuk mengganggu kegaduhan yang ditimbulkan Nazmi. Di tengah tangisnya yang kian memuncak, isak yang semakin dalam beradu dengan nada ponsel yang berkebalikan. Ceria.
Gadis yang matanya sudah sembab itu perlahan memelankan suaranya. Membuka kedua telapak tangan yang digunakan untuk menyembunyikan wajah sendunya. Padahal tidak usah melakukan hal tersebut pun tidak jadi masalah karena tidak ada yang bisa melihat wajahnya saat ini.
Dadanya naik turun amat dalam. Menarik oksigen kian rakus, namun yang terambil hanya sebagian saja. Buktinya isi dalam rongga dadanya masih terasa sesak. Mungkin bukan karena kurang oksigen, melainkan karena perlakuan sang kakak padanya beberapa waktu lalu.
Mata bundarnya menatap dengan saksama pada benda persegi yang menuntut ingin segera diambil. Bibir mungil bergetar sambil menggigit ujungnya sedikit karena berniat menghentikan isak yang semakin mendalam.
"Naz? Gue denger suara hape lo bunyi. Siapa yang telepon? Geri?" tanya Karisma dengan sedikit dinaikan nada suaranya di bagian akhir agar terdengar lebih kencang.
Gadis itu beralih menatap daun pintu di sampingnya. Mencoba menerawang ekspresi sang mantan kekasih saat ini. Namun, Nazmi enggan menjawabnya. Dia pun kembali menundukan kepala, menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut.
"Sayang? Jangan nangis lagi, Naz, gue tahu yang telepon Geri, kan?" ujar Karisma saat mendengar sebuah rengekan lirih sang gadis manis di dalam kamar.
"Pergi, Ka ...." Hanya itu yang terlontar dari bibir mungil Nazmi. Satu kalimat seperti itu saja perlu waktu lama agar dapat dilontarkan dengan mulus olehnya.
Sedangkan di luar sana, Karisma hanya teetegun mendengar perkataan Nazmi barusan. Senyumnya terukir meski terlihat sangat tipis.
"Gue enggak mau pergi sampai gue yakin lo enggak nyakitin diri sendiri lagi dan gue juga gak mau pergi sampai lo reda, Sayang. Come on, gue tahu itu Geri yang telepon. Kenapa enggak lo jawab, Naz?" selidik Karisma.
Nazmi terdiam. Dia kembali memandang pada ponselnya yang lagi-lagi berbunyi untuk kesekian kalinya.
Karisma mengubah posisi berdirinya. Dia melipat kedua tangan di depan dada sambil bersandar di pintu kamar Nazmi.
"Oh gue tahu, lo enggak mau kan kalau sampai Geri tahu lo lagi nangis kayak gini? So? Apa artinya, Naz? Lo masih sayang, kan sama gue? Lo gak mau gue kenapa-kenapa kalau sampai dia tahu hal ini." Karisma dengan pede-nya mengatakan hal tersebut yang jelas-jelas Nazmi enggan untuk menjawab pertanyaan itu.
Hening beberapa detik. Karisma menanti bibir mungil Nazmi yang lembut untuk segera merespons, namun tak kunjung gadis itu mengatakan sesuatu padanya.
Karisma mengangguk seperti mengerti apa yang dikatakan Nazmi dalam hati. "Jadi, lebih baik lo ikuti apa saran gue sekarang daripada nanti pas Geri datang lihat lo nangis dan mergokin gue ada di depan kamar lo kayak gini. Mau denger saran gue?"
Nazmi terdiam menyimak setiap kalimat yang dilontarkan lelaki menyebalkan itu. Ada benarnya juga apa yang dikatakan Karisma, Nazmi pun enggan hal itu terjadi. Namun, beberapa detik ia tunggu malah tak kunjung suara serak Karisma terdengar di telinganya.
"Sayang? Kok hening aja? Lo enggak mau tahu apa yang mau gue bilang?" goda Karisma dengan senyum mengembang. Dia juga sama menantikan jawaban si gadis cantik.
Di dalam sana, Nazmi jengkel diperlakukan demikian. Dia tahu betul bahwa sekarang ini Karisma pasti sedang membujuknya agar tidak menangis lagi.
"Sayang? Emangnya lo mau Geri sampai tahu keadaan ini? Terus dia marah dan mukulin gue?" pancing Karisma mencoba dengan kalimat yang lebih kejam agar bisa mendengar suara lembut sang gadis.
Nazmi mengusap kedua pipinya yang terlukis jejak sisa air matanya. Gadis itu mengerucutkan bibir. Gemas dengan apa yang akan dikatakan Karisma sebenarnya. Namun, gengsi yang tinggi terlalu menjadi prioritas dirinya saat ini.
'Gue kan lagi nangis, kenapa harus jawab pertanyaan bodoh lo, Ka?' Begitulah yang selalu dia katakan dalam hati saat dalam situasi seperti itu.
Beberapa detik berlalu. Bujukannya belum berhasil juga. Karisma tersenyum semakin lebar. Tahu betul bahwa bila sedang marah atau kesal, Nazmi tidak akan mengatakan apa pun.
'Gue tahu, Naz, di dalam sana lo pasti lagi maki-maki gue dengan apa yang gue katakan barusan, kan? Lo juga pasti penasaran sama apa yang mau gue bilang ke lo,' batin Karisma dengan sangat percaya dirinya.
"Naz, apa lo tega ka—"
"Apa sih, Ka? Lo mau ngomong apa sebenernya?" potong Nazmi dengan geram dia berteriak. Mulutnya terbuka lebar dengan wajah tak sabaran menghadap pintu kamar. Seolah menatap langsung sosok di balik pintu tersebut.
"Bingo!" pekik Karisma pelan dengan senyum lebar, hampir tertawa riang.
"Galak banget, Sayang. Jangan galak-galak dong," goda Karisma.
Nazmi mengerutkan dahinya. Menyatukan alisnya semakin curam kala mendengar ucapan itu. "Bodo amat! Lo selalu aja gitu, Ka! Polanya sama. Udah paham gue!" ujar Nazmi dengan kesal.
Kini kekehan lelaki itu terdengar nyaring. Membuat Nazmi semakin memanas ingin mengoceh, tapi lagi-lagi dia harus ingat bahwa dirinya sedang menangis, jangan menjawab perkataan Karisma lagi.
"Lo udah paham, tapi masih aja kesel, Naz," ledek Karisma.
Nazmi memutarkan bola matanya. "Ya udah, jadi apa yang mau lo bilang itu, Ka?"
"Enggak mau bilang ah," ujar Karisma malah semakin menggoda Nazmi.
"Karisma!" jerit Nazmi dengan gemas.
Lelaki itu terkekeh geli. "Kalau lo mau tahu, coba keluar kamar dulu dong, cantik. Gue, kan pengin natap bidadari kesayangan gue."
Pipi Nazmi memerah. Rasa hangat menjalar di tubuhnya. Perlahan senyum kecilnya terkulum malu-malu.
"Enggak mau!" tolak Nazmi, masih gengsi.
"Ya udah kalau gitu. Gue yakin bentar lagi Geri pasti pulang dan nanti bakal tahu kalau lo nangis dan gue—"
"Oke! Bawel!" potong Nazmi sambil menuruni ranjangnya menuju lelaki pujaannya.
"Nah gitu dong, Sayang ...."
Klik.
Pintu terbuka kecil. Hanya memperlihatkan jemari gadis itu saja yang terlihat merah dengan sedikit luka di sana.
Netra Kariama memandangi jemari lentik tersebut. Menggelengkan kepalanya. Masih sama rupanya gadis itu sering menyakiti dirinya bila sedang marah.
"Enggak kelihatan, Sayang. Coba sini lihat gue," pinta Karisma lalu menarik lengan gadis itu hingga tubuhnya mencuat keluar kamar.
Perempuan setinggi dada bidangnya itu hanya bisa menunduk sambil mengusap kedua pipinya. Menyembunyikan wajah sembab miliknya.
Wajah Nazmi segera diraih Karisma. Ditatapnya amat lekat hingga rasa panas kembali menjalari tubuh Nazmi.
"Gue sayang sama lo. Jangan sedih terus dan jangan sakiti diri lo lagi kayak gini," bisik Karisma lalu mengecup pucuk kepala gadis itu sambil menenggelamkan tubuh mungil Nazmi dalam dekapannya.
Nazmi tersenyum kecil membalas pelukan lelaki yang amat dia cintai. "Gue juga sayang sama lo."
Karisma mengangguk sambil mengusap kedua pipi Nazmi lalu menciumi jemari gadis itu. "Sekarang lo mandi, ya?"
Nazmi mengernyit. "Kenapa?"
"Kok kenapa? Ya biar seger, Sayang. Kenapa? Enggak mau atau mau mandi bareng gue?" tanya Karisma sambil memamerkan senyum nakalnya.
***
Bersambung ....
Nazmi melotot pada lelaki yang mendekapnya. Langsung saja ia dorong lelaki mesum itu menjauh darinya."Otak lo gak pernah berubah dari dulu, Ka! Pasti aja kotor!" sindir Nazmi dengan delikan mata, namun terdapat senyuman malu-malu mau di balik wajahnya.Karisma kembali terkekeh kecil. Segera gadis itu ia rengkuh kembali. Didekapnya erat agar tawanannya itu tidak lepas. Dikecupnya berulang kali pipi Nazmi sambil membelai rambut panjang gadis seksi dalam buaiannya.Meski hanya beberapa kali saja menempelkan bibir pada kulit halus gadis itu malah sudah cukup membuat Karisma bergairah dibuatnya. Bak cacing kepanasan ingin segera diredakan."Kenapa? Lo keberatan sama pikiran mesum gue? Wajar kali cowok punya pikiran gitu, Sayang," goda Karisma, masih dengan tatapan nakal.Otaknya kini malah kembali dirasuki setan mesum yang terus menggangunya bila dekat dengan Nazmi.Malah kini lelaki itu merasakan sesuatu dari bagian tubuhnya mulai sensitif, ingin men
Tatapan keduanya saling beradu, tajam, lebih dari sebilah pisau yang baru diasah. Hati masing-masing dari mereka saling beradu argumen, namun tak kunjung tersampaikan."Sebaiknya lo jauhi Nazmi atau gue yang bikin kalian jauh," ancam Dewa, masih dengan tatapan tajam.Seolah tak gentar dengan tatapan tajam dari Dewa, Karisma malah membalasnya dengan wajah datar diiringi senyum sinis. "Silakan lo lakukn aja itu, yang jelas pastinya Nazmi enggak mau pisah sama gue," turur Karisma dengan percaya diri.Dewa mulai meradang, tangannya mengepal sangat kuat. "Sejauh mana lo lakuin hal berengsek itu sama Nazmi, Ka?" bentak Dewa menatap tajam pada lawan bicaranya.Tangannya kini mencengkram kuat jemari tangan yang satunya. Ingin sekali dia meninju wajah sombong milik Karisma lalu membuatnya lenyap detik itu juga."Lo tanya sejauh mana yang udah gue lakuin sama Nazmi, Wa?" Senyum Karisma seolah menecmooh si kakak Nazmi yang galak itu.Tanpa memberi jawa
Perhatian! BAB ini mengandung konten dewasa 21+ atau 25+Bagi yang merasa masih di bawah umur atau belum berkategori usia yang disebut di atas, harap bijak dalam memilih bacaan.Sangat tidak disarankan bagi yang di bawah 21 tahun untuk membaca konten dalam BAB ini. Terima kasih sudah menjadi pembaca yang bijak. Happy Reading!!***Semerbak wangi vanila memenuhi kamar gadis cantik yang tengah mematut dirinya di depan cermin. Dia kembali mendekatkan wajahnya beberapa senti ke depan pantulan kaca yang membentuk wajah cantiknya.Beberapa kali Nazmi memoleskan lipstik merah muda pada bibirnya yang mungil. Terlihat begitu menawan membuat siapa pun ingin menyicipi bibir manis milik Nazmi."Udah cantik kok, Sayang," ujar sebuah suara membuat Nazmi menengok ke arah tersebut.Senyum gadis itu merekah membuat si pemilik suara juga ikut tersenyum lebar."Mau ke mana? Sepagi ini udah cantik banget," ucapnya lagi. Kini tubuhnya mendeka
Perhatian! BAB ini mengandung konten dewasa 21+ atau 25+Bagi yang merasa masih di bawah umur atau belum berkategori usia yang disebut di atas, harap bijak dalam memilih bacaan.Sangat tidak disarankan bagi yang di bawah 21 tahun untuk membaca konten dalam BAB ini. Terima kasih sudah menjadi pembaca yang bijak. Happy Reading!!***Nazmi menyipitkan matanya. Menyimak dengan lekat wajah lelaki yang tengah memohon padanya.Ingin sekali gadis itu mencubit wajah Karisma yang terlihat sangat menggemaskan baginya.Namun, dia hanya bisa berangan saja. Tak ingin terlihat seantusias itu di depan sang mantan kekasih."Naz, ya? Boleh, ya? Lima menit aja," kekeuh Karisma masih memberi kode arah matanya pada benda bulat besar yang dia inginkan."Dih! Kok malah nambah? Tadi katanya sekali pegang aja? Kok sekarang lima menit?" protes Nazmi."Eh? Jadi boleh nih sekali pegang aja?" tanya Karisma antusias.Nazmi terkekeh pelan
Perhatian! BAB ini mengandung konten dewasa 21+ atau 25+ Bagi yang merasa masih di bawah umur atau belum berkategori usia yang disebut di atas, harap bijak dalam memilih bacaan. Sangat tidak disarankan bagi yang di bawah 21 tahun untuk membaca konten dalam BAB ini. Terima kasih sudah menjadi pembaca yang bijak. Happy Reading!! *** Kilat manik mata cokelat dari Karisma menatap semakin tajam gadis yang berada di bawahnya. Bak seekor elang yang tengah membidik mangsanya, tak ingin lepas. Sedangkan di posisi Nazmi, dia ingin melepaskan pagutan dan buaian dari Karisma, tapi di sisi lain dia juga merasakan ada sensasi menyenangkan diperlakukan demikian oleh Karisma. "Cantik, Sayang, halus," bisik Karisma sambil kembali bibirnya menyesap tiap inci tubuh Nazmi. "I love you, Baby," lirih Karisma lalu menyesap kembali bibir ranum Nazmi. Tangannya perlahan mengusap paha atas sang gadis, menyibakkan ro
Karisma terdiam memejamkan matanya sejanak. Berniat merehatkan pikirannya dengan keluar dari kamar Nazmi.Namun, yang dia dapatkan bukanlah ketenangan. Malah di luar kamar Nazmi dia bertemu dengan Dewa, kakak Nazmi yang paling menyebalkan menurutnya."Ka? Kenapa malah diem? Lo gak denger apa yang gue tanyain, hah?" ujar Dewa.Kini nada suara lelaki itu semakin terdengar mendesak. Dia gemas dengan perlakuan Karisma yang malah diam saja saat ditanya hal seperti itu."Karisma!" bentak Dewa dengan tangan mengepal. Hampir saja dia meninju wajah tampan milik Karisma.Lelaki yang hampir dijadikan samsak oleh Dewa itu kemudian menarik napasnya sangat dalam.Menahannya sejenak agar oksigen yang dia hirup melakukan pertukaran dengan benar. Agar otaknya tersuplai oksigen dengan baik. Agar dirinya tidak merasa kesal dengan perlakuan sang manajer sekaligus kakak kandung Nazmi, mantan kekasihnya.Namun, Karisma tetaplah Karisma. Apa yang dia
Dewa lalu menatap pintu kamar Nazmi. Memandanginya sesaat dengan jantung berdegup. Pikirannya campur aduk, takut bila Karisma malah melakukan hal aneh seperti tempo lalu.Namun, di sisi lain dia yakin bahwa lelaki itu tidak berbuat nekat kali ini karena melihat wajah Karisma yang sudah masam sedari dia menutup pintu tadi."Mungkin niatnya emang ngelakuin itu kali ya, tapi malah kena semprot, maybe," gumam Dewa.Senyum Dewa sedikit merekah ketika mengingat hal tersebut. Dia berharap Karisma memang benar-benar tidak melakukan hal bejat itu lagi pada Nazmi, adik perempuan satu-satunya itu.Tok tok tok."Masuk aja. Enggak dikunci kok," sahut Nazmi sedikit berteriak dari dalam kamar."Oke," ujar Dewa.Nazmi menengok ke arah sosok yang baru saja datang. Percakapannya dengan Geri masih berlangsung. Sebenarnya Nazmi ingin segera mengakhiri percakapan itu, namun dia bingung mengatakannya harus bagaimana.'Geri, ya?' tanya Dewa pada diri
Alis Dewa saling bertaut. Menatap tajam pada Nazmi."Apanya yang cukup, Naz? Apa omongan gue ada yang salah?" tanya Dewa sambil melempar tatapan kesal.Nazmi yang dicecar seperti itu malah terdiam. Bibirnya kaku tak mampu mengungkapkan apa yang dia maksud.'Agh, kenapa sih nih mulut malah keceplosan segala? Ribet jadinya, kan!' gerutu Nazmi dalam hatinya."Nazmi? Gue lagi bicara sama lo, kenapa malah diem aja? Lo masih sadar, kan?" tanya Dewa lagi membuat Nazmi terkesiap."Mmmhh, i-iya, Kak, gue masih sadar kok," ujar Nazmi gelagapan."Terus kenapa?" ujar Dewa sambil tak henti menatap tajam gadis itu."Ke-kenapa apanya?" tanya Nazmi.Dewa menarik napas panjang. Tatapannya ia alihkan sebentar ke arah pintu kamar yang terbuka."Apa gue salah bicara?" tanya Nazmi malah membalikan pertanya