[Sera, Sepertinya kita harus ikut turun tangan mengusir keluarga Agung]Sebuah pesan dari Corri baru masuk di ponselku pagi ini. Aku yang sudah bersiap akan berangkat ke kantor, terpaksa menunda sejenak. [Setuju. Aku memang ingin sekali mengusir mereka secara langsung. Kapan para penagih itu ke sana lagi?][Pagi ini][Oke kita ketemu di sana pagi ini. Bawa semua surat2 penting][Siap, Bos]Aku menunggu Pak Yono di lobby, seraya mengirim pesan pada Dido bahwa aku datang siang hari ini. "Pak kita tidak ke kantor ya. Kita ke rumah neneknya Giska sekarang.""Baik, Bu."Mobilpun melaju menuju rumah Mas Agung. Tak perlu waktu lama, kamipun tiba di tujuan."Pak, kita parkir di sini saja dulu ya." Mobil berhenti beberapa meter tak jauh dari rumah Mas Agung. Di depan sana aku melihat mobil Corri terparkir. Pasti Corri dan beberapa penagih sekarang berada di rumah itu.Sebaiknya aku menunggu beberapa saat, sebelum menyusul Corri ke sana.Jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Biasanya Mas A
POV AUTHOR Agung kesal melihat Sera mengacuhkan dirinya .Mantan istrinya itu pergi begitu saja setelah mengusir keluarganya. "Dasar perempuan sombong!" teriak Agung masih di depan pagar. Kemudian Ia kembali masuk karena para penagih itu masih saja belum pergi. "Kalian saya beri waktu sampai besok untuk mengosongkan rumah ini! Paham ??Bentak salah satu penagih yang badannya paling besar dan wajahnya cukup seram. "Pak, tega amat sih cuma kasih waktu satu hari. Barang-barang kita kan banyak!" protes Yuyun seraya melotot. "Bos kalian itu benar-benar nggak punya hati!" lanjutnya lagi "Jangan macam-macam kalian!" Bentak penagih lainnya. "Saya bisa saja mengusir kalian semua sekarang juga!" Para penagih itu emosi dengan sikap Yuyun. Sementara Corri gemas melihat Yuyun yang berani berbicara setelah Sera tidak ada. "Awas! Besok rumah ini harus sudah kosong!" tegas penagih itu sekali lagi. Corri dan para penagih itu pergi meninggalkan mereka. "Ya Ampun Aguuung ...! Bagaimana ini .
Aku bersyukur bisa membeli rumah ini. Akhirnya aku bisa mengabulkan permintaan Giska. Corri mengurus semuanya sebelum 1keberangkatannya ke Medan. Rumah ini aku renovasi sedemikian rupa, hingga Giska merasa nyaman dan bisa mengajak teman-temannya bermain ke rumah. Ibu dan Mas Agung ternyata mengontrak di samping rumah ini. Pelakor murahan itu juga ada di sana. "Giska, Bunda berangkat ke kantor dulu, ya sayang. Kamu sudah mulai libur kenaikan kelas kan?" "Iya Bunda. Hati-hati di jalan ya ...!" "Ya sayang." Aku mencium kedua pipinya yang menggemaskan. "Bik Sum, tolong jaga Giska ya. Jangan sampai di biarkan keluar rumah sendiri. Kalau dia mau main dan mengaji, tolong di antar ya." "Baik, Bu." Akupun melangkah memasuki mobil yang sudah disiapkan sejak tadi oleh Pak Yono. Pak Budi security baru di rumahku berlari membukakan pagar. Namun saat pagar terbuka Ia ternganga, karena banyak ibu-ibu tetangga yang berkumpul persis di depan pagar. Ternyata mereka sedang berbelanja pada tukan
Pov Agung"Keluarga Ibu Sera." Seorang suster keluar dari ruang tindakan Unit Gawat Darurat. "Saya suaminya, Dok," sahutku penuh keyakinan. "Silahkan masuk, Pak. Dokter mau bicara. " "Baik suster." Aku memasuki ruang dokter yang berada tidak jauh dari tempatku berdiri. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" "Sementara tidak ada yang serius, Pak. Kita tunggu pasien sadar. Karena Ada benturan yang keras di kepalanya. "Apa boleh saya melihat pasien, Dok? "Silahkan, Pak." Aku beruntung sedang berada di rumah kontrakan saat ada polisi datang mengabarkan berita kecelakaan ini. Bik Sum terpaksa meminta tolong padaku untuk melihat keadaan Sera ke rumah sakit. Aku memang sengaja tidak ke kantor hari ini. Kesempatan ini tidak akan aku sia-sia kan. Sera kecelakaan. Tapi sayangnya dokter bilang tidak ada luka yang serius. Sebaiknya aku lihat dulu keadaannya. Mungkin aku bisa memanfaatkan keadaan ini untuk dapat merebut semua harta milik mantan istriku itu. Sera terbaring lemah dengan ke
Pov Agung Ternyata membuat perubahan nama kepemilikan perusahaan dan rumah, tidak semudah yang aku bayangkan. Aku harus menemukan surat- surat penting, seperti sertifikat rumah dan lainnya. Biarlah untuk sementara aku mengurusnya, aku akan menggunakan surat pernyataan pemindahan kekuasaan sementara dengan tanda tangan Sera. "Sayang. Kamu sudah bangun?" Aku menghampiri Sera yang baru saja terjaga. Mantan istriku ini sangat pendiam sekarang. Semoga kamu amnesia selamanya, Dek. Hahahaha ... Aku tertawa dalam hati. Sudah tak sabar rasanya ingin menjadi orang kaya. "Maaf Pak, ibu Sera tidak bisa di besuk. Mohon pengertiannya." Aku mendengar suara keributan di depan kamar Sera. "Saya harus menemuinya, Suster. Ada sesuatu yang penting harus saya sampaikan." Sepertinya ada yang datang ingin membesuk Sera. Siapa ya? Aku seperti mengenal suaranya. "Sera ...!" Laki-laki yang memaksa masuk itu ternyata si Arief. Kurang ajar! Dia berhasil masuk ke ruangan ini. Arief terheran melihat Se
Beruntung aku selamat dari kecelakaan itu. Sayangnya truk yang menabrakku melarikan diri. Semoga Polisi bisa menemukannya dan membongkar kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Aku ingat betul wajah pengemudi truk itu. Terlihat sekali ia sengaja ingin menabrak mobilku. Beruntung Pak Yono bisa meghindar dengan cepat. Atas Kuasa Allah SWT aku bisa selamat dari kecelakaan itu. Saat aku tersadar, hanya ada Mas Agung yang aku lihat. Aku sangat yakin dia juga sangat ingin menghancurkanku. Saat ini aku memang lemah dan mudah ia kuasai. Sebaiknya aku pura-pura lupa ingatan. Aku belum bisa mempercayai siapapun kecuali Dido. Entah siapa lagi yang bisa aku percaya. Corri sedang berada di medan saat ini. Beruntung Aku bisa menghubunginya secara diam-diam dengan ponselku yang di berikan oleh seorang suster. Bersyukur suster yang menemukan ponselku tidak memberikannya pada Mas Agung. Jadi diam-diam aku bisa atur rencana untuk menjebak orang-orang yang hendak menghancurkanku, terutama mantan suami
[Sera, orang yang nabrak lo sudah tertangkap. Sekarang sedang di periksa di kantor polisi] Sebuah pesan dari Dido baru saja masuk. Syukurlah orang itu tertangkap. Terimakasih Ya Allah. Tapi aku penasaran, kira-kira siapa yamg menyuruhnya? Semoga saja secepatnya terkuak. Aku sudah muak dengan sandiwara ini [Sera, si Agung datang ke kantor. Gayanya seperti bos besar. Sombong banget mantanlo itu. Tapi sewaktu meeting dengan direksi dan para pemegang saham, dia nggak ngerti apa-apa. Ditanya-tanya malah bingung. Akhirnya di bully rame-rame. Hahaha .... Dia sekarang pindah ke ruanganlo. Tapi tenang, cctv di ruangan itu sudah gue hubungkan ke ponsel gue] Aku tertawa sambil memegang perut membaca beberapa pesan dari Dido. Tidak terbayangkan olehku wajah pucat Mas Agung ketika ditanya-tanya saat meeting dengan para pemegang saham. Mas Agung hanya lulusan sekolah menengah atas. Selama kerja di kantorku dia hanya bertanggung jawab atas pengadaan barang keperluan kantor dan karyawan. Jadi ma
Siapa yang datang menyelamatkanku? Aku segera membuka mataku. Terlihat sosok laki-laki yang sedang nyalang menatap Mas Agung. Rahang kokohnya mengeras dengan kedua tangannya mengepal. Tiga orang laki-laki berbadan besar berpakaian preman berdiri di belakangnya. Membuat nyali mantan suamiku itu ciut seketika. "Rani, Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan wajah khawatir. Rasanya aku ingin melompat dan memeluk laki-laki itu. Laki-laki yang kurindukan setiap malam. Namun aku tersadar masih dalam sandiwara menjadi seorang yang lupa ingatan. Akupun belum bisa mempercayai Arief, sampai semua bukti-bukti terkuak. Aku menggeleng tanpa kata seolah-olah bingung dengan apa yang terjadi. "Rani, kamu nggak ingat sama aku ? "Maaf ..." Aku menggeleng. Arief menatapku penuh harap. Ya Allah, kenapa aku jadi sedih begini. "Kamu jangan ganggu istriku!" ketus Mas Agung seraya melotot pada Arief. Arief yang tersulut emosinya, menghampiri Mas Agung, lalu menarik kasar kerah baju mantan suamiku itu.