Share

Bab 8

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-02 14:24:43

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam." Ibu menjawab salamku.

Aku menyalami ibu yang matanya tak lepas dari barang-barang bawaanku. Sementara Mbak Lastri juga melotot. Ia pasti paham tas belanjaanku bertuliskan merk barang-barang branded yang ada di dalamnya.

Aku pura-pura tidak peduli, lalu sengaja meletakkan semua belanjaanku di atas meja makan.

Mas Agung menyusulku ke kamar.

"Dek, uang dari mana kamu belanja begitu banyak, hah?" tanyanya dengan wajah memerah.

" Ya uangku dong," jawabku tegas.

" Dari mana uang segitu banyak? Yang kamu beli ini barang-barang mahal, kan?"

"Kamu gimana sih, Mas. Kemarin kamu bilang aku nggak bisa beli baju-baju bagus karena tidak pandai mengatur uang. Sekarang aku sudah beli kamu malah marah-marah. Kamu kan yang menyuruh aku berubah menjadi cantik." Aku mencoba lebih tenang.

Mas Agung terdiam.

" Gung ..., sini !" Terdengar teriakan ibu memanggil dari ruang tamu.

Mereka sepertinya terlibat pembicaraan serius.

"Rumah ini satu-satunya harta milik keluarga kita, Mbak. Aku nggak setuju jika dijadikan jaminan di bank." Terdengar suara Mas Agung mulai emosi.

"Tapi Mas Joko butuh modal untuk buka usaha. Kami sudah  tidak kerja lagi sekarang." Terdengar sahutan Mbak Lastri dengan nada suara yang juga sudah mulai meninggi.

Apaa? Mbak Lastri sudah berhenti bekerja? Kenapa? Bukankah dia baru pindah ke tempat kerja yang baru?

"Bagaimana kalau usaha Mas Joko gagal? Mau bayar pakai apa?" tanya Mas Agung.

Sepertinya semua terdiam. Aku yang masih di dalam kamar mencoba mengintip dari balik pintu. Wajah semuanya terlihat tegang.

"Aku akan cari kerja lagi. Barangkali di perusahaanmu ada lowongan, Gung? tanya Mbak Lastri kemudian.

Mas Agung membuang napas kasar.

"Aku nggak bisa janji," jawabnya malas.

Sepertinya Ia sangat berat jika rumah ibu di jadikan jaminan bank. Apalagi saat ini Mas Agung belum bisa membeli sebuah rumah.

"Permisi."

"Eh Yuyun, sini!" panggil ibu ketika Yuyun masuk lewat pintu tembus dari paviliun.

" Lastri, kenalin ini Yuyun anaknya tante Sania. Ternyata dia sekantor sama Agung, lho," jelas ibu pada Mbak Lastri.

"Yuyun." Pelakor sok cantik itu mengulurkan tangannya kepada Mbak Lastri.

"Lastri," sahut kakak iparku menerima uluran tangan Yuyun dengan senyuman.

"Yun, di kantormu ada lowongan nggak? aku mau ngelamar dong," tanya mbak Lastri.

Hello ...! Bosnya tuh di sini lho. Bukan si Yuyun. Aku terkikik sendiri di dalam kamar.

"Bikin lamaran aja, Mbak. Nanti aku  bawa ke kantor. Aku banyak kok kenal bos-bos di kantor."

APA? Yuyun banyak kenal bos-bos katanya? Wow ...! Aku spontan menutup mulutku menahan tawa.

"Waaah, makasih banyak ya, Yun." Mbak Lastri terdengar sangat senang.

Aku tersenyum sendiri. Sepertinya aku punya ide untuk ngerjain balik kakak iparku yang satu itu.

Aku segera menghubungi Dido.

----------

"Assalamualaikum Bu Sera!" Sepertinya suara Bu Rt memanggilku.

"Waalaikumsalam. Eh ada bu Rt. Mari masuk!" Ibu mempersilahkan masuk Bu Rt dan seorang wanita yang sepertinya berumur empat puluh tahunan.

Aku keluar menghampiri mereka.

"Bu Sera, ini Bik Sum yang mau kerja di sini."

Mata ibu membulat menatapku mendengar ucapan Bu Rt. Beliau seakan-akan minta penjelasan.

"Oh ya. Bik Sum kenalkan ini Ibu mertua saya"

"Bu ..., Aku minta Bu Rt membawakan orang untuk bantu-bantu kita di sini selama aku kerja nanti." Aku mencoba menjelaskan pelan-pelan pada Ibu.

"Kamu nggak salah, Sera? Memangnya gaji kamu berapa sok-sokan mau pakai jasa art?" sela Mbak Lastri dengan gaya sombongnya.

"Itu urusanku, Mbak," jawabku kesal.

"Tapi dia tidak menginap di sini, bu. Datang pagi-pagi dan pulang sore atau malam setelah aku pulang kerja," jelasku lagi.

Bagaimanapun juga aku harus tetap izin dengan Ibu. Walau sikap ibu kurang baik padaku selama ini. Namun beliau satu-satunya orangtuaku saat ini.

"Ibu terserah kamu sajalah. Asalkan kamu yang bertanggung jawab membayar gajinya. Jangan sampai membebani suamimu," jawab ibu dengan nada ketus, seperti biasanya.

"Ibu tidak usah khawatir masalah itu." Aku tersenyum, ibu telah memberi izin.

"Baiklah Bu Rt, mulai besok Bik Sum sudah mulai bisa bekerja di sini. Agar dapat menyesuaikan dulu dengan pekerjaan serta anggota keluarga di sini."

Bik Sum dan Bu RT pamit pulang.

Aku melihat Mbak Lastri dan Mas Agung masih bersitegang membicarakan sertifikat rumah ibu yang akan di jadikan sebagai jaminan.  Aku melihat kesedihan dari raut wajah ibu. Sepertinya ibu pun tidak setuju, namun selama ini Ibu selalu mengikuti kemauan anak-anaknya. Beliau tidak bisa berbuat apa-apa.

Pada akhirnya, dengan berat hati Mas Agung menyetujui permintaan Mbak Lastri.

Kakak iparku dan suaminya pulang dengan wajah berbinar membawa sertifikat rumah ibu.

Seandainya keadaannya tidak seperti sekarang ini. Seandainya mereka selalu bersikap baik dan menghargai aku sebagai anggota keluarga di sini. Seandainya Mas Agung tidak menghianatiku. Tentunya dengan senang hati aku akan membantu kesulitan yang dialami keluarga ini.

Namun aku hanyalah manusia biasa yang punya perasaan dan harga diri. Selama delapan tahun sudah mereka bersikap seenaknya padaku. Selama itu pula aku berusaha sabar. Karena untuk membantahpun percuma. Justru akan memperuncing keadaan.

Aku adalah tipikal orang yang tidak suka ribut. Namun justru hal inilah yang sering dimanfaatkan oleh mereka.

Sudah saatnya kini aku memulai permainan ini. Ingin rasanya membuat mereka ternganga. Aku yang selama ini siang malam mereka suruh-suruh seenaknya. Aku yang selama ini menjadi istri yang mudah di bohongi oleh suamiku sendiri.

Mulai minggu depan. Di acara perpisahan Om Beni, Aku akan diperkenalkan diri sebagai CEO baru di depan seluruh karyawan. Sungguh tidak sabar  melihat raut wajah mereka nanti.

-------------

Sejak pukul enam pagi Bik Sum sudah datang. Giska nampaknya cocok dengannya. Bik Sum sangat telaten dan cekatan mengurus Giska dan membantu pekerjaan lainnya.

"Bik Sum di sini fokus mengurus Giska ,Ibu dan kerjaan rumah saja ya. Selain itu nggak usah di kerjakan. Apalagi kalau ada yang nyuruh-nyuruh selain saya dan Ibu," jelasku.

"Baik,  Bu Sera," sahut Bik Sum seraya mengangguk.

Aku dan Bik Sum sedang memasak di dapur. Terdengar suara Mbak Lastri dari ruang tamu. Karena penasaran aku mencoba mendekat.

" YUYUN ...!

" Ya, Mbak Lastri."

" Ini aku sudah bawa lamaranku. Tolong di bantu ya. Makasih lo, kamu baik banget mau nolongin aku. Coba dari dulu kamu ketemu sama Agung. Pasti enak punya adik ipar baik kayak kamu, Yun."

Yuyun terlihat senyum-senyum nggak jelas. Mungkin dia kegeeran.

Kakak iparku yang cantik. Tenang aja, kamu pasti di terima di perusahaanku. Karena aku juga ingin mellihat wajah cantikmu ternganga bertemu denganku nanti.

Aku juga sudah mempersiapkan posisi yang sangat cocok dan pas untukmu,  Mbak Lastri. Aku terkikik sendiri mengingat pekerjaan yang akan diberikan kepada kakak iparku itu nanti.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (810)
goodnovel comment avatar
Mimi Wati
bagus seru
goodnovel comment avatar
Suparti Ningsih
bagus dan menarik untuk di baca mau donk lanjut
goodnovel comment avatar
Tiktik Syahtikah
Sayangnya prabayar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 254

    Wajah Arnold dan Elena menegang melihat sang dokter berdiri di ambang pintu. "Bagaimana, Dok?" Elena pun tak sabar mendengar kondisi Ida dan bayinya. "Selamat, Pak. Anak Bapak perempuan dan sehat," ujar dokter wanita itu hingga Arnold dan Elena bernapas lega untuk sesaat. Namun wajah sepasang suami istri itu masih cemas karena belum mendengar bagaimana kondisi Ida. "Bagaimana kondisi ibunya, Dok?" tanya Arnold gemetar. "Bapak suaminya?" Sang dokter memandang intens pada Arnold. "Iy-iyyaa, Dok." Arnold tergagap merasa bersalah karena tidak pernah menemani Ida periksa ke rumah sakit. "Pak, kondisi Bu Ida saat ini ... kritis. Pendarahannya masih berusaha kita hentikan. Mohon bantu doa!" Arnold terhenyak setelah mendengar ucapan dokter. Ia tidak bisa bicara apapun hingga dokter itu berbalik meninggalkan dia dan Elena di ruang tunggu. "Ya Tuhan, suami macam apa aku ini. Elena ... Elena ... Ida kritis. Aku harus bagaimana?" Arnold mengguncang-guncangkan tubuh Elena. Ia tampak frus

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab. 253

    "Ida, kamu baik-baik saja, kan? Apa Arnold mengurusmu dengan baik?" Tanya Elena panik ketika Ida menghubunginya. Suara Ida terdengar serak dan parau hingga Elena merasa khawatir. "Kak, kapan kak Elena kembali ke Indonesia? Aku ingin Kak Elena ada di sini saat aku melahirkan." "Loh, memangnya Arnold kemana? Apa dia masih nggak peduli sama kamu?" Elena makin cemas. Selama ini ia memang jarang sekali menerima panggilan dari Arnold, kecuali ada masalah kantor yang harus mereka bicarakan. "Bang Arnold ... katanya sangat sibuk dengan pekerjaannya, Kak." Elena menghela napas kasar. Dari suara Ida yang ia dengar, ia mendugaa adik madunya itu sedang dalam masalah. Tapi sepertinya wanita yang sedang hamil tua itu masih menutupinya. "Baiklah, Ida. Aku akan selesaikan pekerjaanku di sini. Aku usahakan secepatnya kembali sebelum kamu melahirkan. Kamu dan bayimu harus sehat, oke?" "Terima kasih, Kak. Terima kasih!" Setelah menutup panggilan dari Ida, Elena mengirim pesan pada Arnold agar su

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 252

    Serani kembali memekik saat tiba-tiba saja tubuhnya telah melayang karana diangkat oleh Pras. Kedua tangan kokoh suaminya itu menggendongnya ala bridal menuju sebuah ranjang berukuran sangat luas. Ranjang cantik itu dikelilingi kelambu tipis namun indah, serta taburan kelopak bunga mawar yang mengeluarkan aroma harum semerbak pada kamar itu. "Dokter bilang, kita sudah boleh ..., ehm jadi ... boleh, kan?" Pras membaringkan tubuh Serani perlahan di atas pembaringan yang begitu mewah dan nyaman. Sera tersenyum dengan wajah bersemu kemerahan saat pras sudah berada di atasnya. Wajah pria itu begitu dekat dengannya. "Aku juga rindu, Pras!" Wanita cantik itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Pras, hingga pria itu tak lagi bisa menunggu. Ia pun mulai memberikan kecupan demi kecupan pada wajah Serani. Hingga kecupan itu berlanjut menjadi lumatan dan sesapan pada bibir Sera yang telah membuatnya candu. Entah siapa yang memulainya lebih dulu, beberapa menit kemudian keduanya telah mele

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 251

    "Sayang, sudah bangun?" Pras membelai wajah Sera. Istrinya itu mengerjap karena baru saja terjaga dari tidurnya. Sera memiringkan tubuhnya menghadap pada Pras. "Sudah pukul berapa, Pras?" "Pukul enam pagi. Kita jadi ke kantor, kan hari ini? Sera pun bangkit. "Tentu, Pras. Kamu juga mulai ke kantor, kan?" "Ya, Sayang. Oh ya, bagaiman stok ASI baby Raja? Apa sudah cukup?" "Lebih dari cukup," sahut Sera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam Pras menyusul Sera ke kamar mandi yang ternyata memang tidak dikunci. Sera sepertinya lupa, karena sejak setelah melahirkan Raja, Sera selalu tak lupa mengunci pintu. "Praaass ...!" Sera memekik melihat Pras sudah berdiri di belakangnya, sementara ia baru saja melepaskan seluruh pakaiannya. Jantung Pras berdebar melihat tubuh polos istrinya yang hampir dua bulan tidak ia sentuh. Pagi ini Pras memberanikan diri mendekati Sera setelah sore kemarin dokter mengatakan bahwa Sera telah pulih. Istrinya itu juga telah melewati mas

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 250

    "Abang, kita pulang sekarang?" Ida duduk di atas brankar. Jarum infus di tangannya baru saja dilepas. Wajah wanita itu masih terlihat pucat. "Sebentar!" Jawaban singkat dan tanpa menoleh dari Arnold lagi-lagi membuat Ida harus menarik napas panjang, guna menghalau rasa nyeri yang terus menderanya. Sejak kepergian Elena tadi, Ida melihat Arnold bolak balik mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. Ia menduga. Arnold mencoba menghubungi Elena tapi wanita itu tidak mengangkatnya. Ida hanya diam menunggu Arnold yang masih mondar-mandir di depannya. Tiur yang berjanji akan datang lagi ternyata tidak jadi kembali. "Ya sudah, ayo kita pulang. Kamu bisa jalan, kan?" Arnold hanya memandangi Ida yang sedang berusaha turun dari brankar dengan tubuh yang lemah. "Permisi, Bu Ida pakai kursi roda ini saja. Tubuhnya masih sangat lemah." Seorang petugas UGD menyodorkan sebuah kursi roda. Ida yang sudah berdiri di tepi brankar perlahan duduk di kursi roda itu. Lalu petugas itu mendorong kurs

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 249

    "Ya, Sekali lagi selamat atas kehamilan istri Bapak. Sore ini pasien boleh pulang setelah hasil observasi bagus." Arnold hanya mengangguk mendengar penjelasan dokter. Ia masih terdiam hingga dokter yang memeriksa Ida kembali ke ruangannya. Apa yang barusan ia dengar sungguh diluar dugaannya. "B-baang. Apa Abang tidak suka aku hamil?" tanya Ida dengan suara parau. Dadanya sesak karena tidak menemukan sedikitpun kebahagian di wajah Arnold setelah mendengar kehamilannya. Ia justru melihat Arnold bingung dan terkejut. Ida mencoba menekan rasa sedih dan kecewa yang ia rasakan. "Apa karena bukan Kak Elena yang hamil?" tanya Ida lagi. Kali ini ia berusaha lebih kuat untuk mendengar jawaban dari Arnold. "Sudahlah, jangan pikir macam-macam. Mamak dan bapak pasti senang. Aku ke depan dulu." Arnol pun meninggalkan Ida menuju ruang tunggu yang berada di depan UGD. "Hanya mamak dan bapak yang senang. Bang Arnold tidak." Ida menekan dadanya yang terasa penuh sesak. Berusaha agar air matanya tid

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status