Share

Bab 7

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-25 16:15:38

"Aku nggak menyangka kalau pemilik perusahaan ini adalah Ayahmu, Ran." Arief menyeruput kopi latte kesukaannya sejak dulu.

"Aku juga nggak menyangka kamu ikut andil mengembangkan perusahaan Papaku, Rief," sahutku sambil mengaduk lemon tea panas kesukaanku. Aromanya menguar menyegarkan.

"Yang nggak habis pikir itu gue. Selama bertahun-tahun kerja bareng. Baru ini tahu kalau Arief budiman anak Pak Ilham itu adalah teman satu SMA gue," lanjut Dido.

Kami tertawa. Sungguh kebetulan yang luar biasa bagi kami. Tiga sekawan di waktu SMA, kembali bersama setelah sekian tahun lamanya.

"Maklumlah. Selama ini gue belum pernah ikut meeting bareng direksi," ujar Dido.

"Tapi mulai sekarang, lo jadi asisten gue, Do! Ini perintah," tegasku.

"Siap, Bu CEO."

Arief ternyata sangat menguasai seluk beluk perkembangan perusahaanku. Pak Ilham, Ayah Arief selama ini juga sangat berjasa pada kemajuan perusahaan.

"Rief, aku minta kamu dampingi aku dulu selama beberapa bulan kedepan. Bisa?"

"Siap, Cantik. Apa sih yang nggak buat kamu," jawab Arief seraya mengedipkan sebelah matanya.

" Woi ..., bini orang tuh," sela Dido.

"Apa? Kamu udah menikah, Ran?" Arief terkejut mendengar ucapan Dido. Ia menatapku tajam seakan  tak percaya.

"Iya, aku juga sudah punya anak," jawabku.

Kenapa aku seperti melihat kekecewaan pada raut wajah Arief. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.

"Oke. Meeting kali ini sudah selesai. Tinggal persiapan acara malam perpisahan untuk Pak Beni minggu depan. Aku serahin semua pada Dido. Aku ingin semua karyawan dari semua divisi kita undang."

" Baik, Ra."

" Aku pamit ya." Aku berdiri dan menyalami dua pria di hadapanku.

"Ran, kamu bawa mobil?" tanya Arief.

Aku menggeleng. Sebenarnya Om beni menawarkanku untuk membawa mobil inventaris perusahaan. Tapi aku menolak. Belum saatnya.

"Ya sudah. Ayo aku antar," ajak Arief.

"Apa nggak merepotkan?"

"Tidak ada yang repot buat kamu, Rani." Arief menjawil hidungku.

"Heey ..! Kebiasaanmu dari dulu nggak berubah ya. Masih aja seneng jawilin hidung cewek-cewek," Arief terbahak- bahak melihat aku melotot.

"Cewek-ceweknya juga nungguin minta aku jawilin. Hahahaha ... Mana ada yang bisa menolak pesona orang tampan kayak gini."

"Dasar tuan sok tampan!" gerutuku. Walau sebenarnya aku mengakui Arief memang sangat tampan mempesona. Dulu aku pikir dia akan menjadi artis atau model.

"Kebiasaan dari dulu juga Lo berdua,  kalau udah berduaan, lupa sama gue."

Kali ini aku yang terkikik melihat wajah kesal Dido.

Kami berpisah dengan Dido di area parkir.

Aku menaiki mobil mewah milik Arief.

Ia membukakan pintu mobilnya untukku. Sikapnya masih seperti dulu. Manis.

Sepanjang jalan kami lebih banyak berbincang mengenang masa lalu. Banyak hal indah dan lucu yang telah kami lewati bersama. Arief juga bercerita bahwa hingga kini dia belum menikah. Entah siapa nanti, wanita beruntung yang akan mendapatkan pria baik dan tampan seperti dirinya.

Karena masih siang, aku minta Arief menurunkanku di mall yang tidak jauh dari rumah. Aku ingin membeli beberapa pakaian kerja, dan perlengkapan make up. Mulai saat ini aku harus siap jika sewaktu-waktu ada panggilan rapat di kantor. Aku harus menyesuaikan penampilanku sebagai seorang CEO.

"Makasih tumpangannya." 

Arief mengangguk. Ia tersenyum.

"Hati-hati, Ran," ucap Arief saat aku keluar dari mobilnya.

" Oke. Daah ....!" aku melambaikan tangan padanya.

Mobil arief pun berlalu. Lalu aku masuk ke dalam mall dan menuju beberapa toko.

Aku melihat sosok yang sangat familiar. Baju yang di pakai laki-laki itu tampak tidak asing bagiku. la menggandeng seorang wanita muda. Karena cukup jauh dari jarak tempat aku berdiri, wajah mereka tidak begitu jelas.

Karena penasaran, perlahan aku mendekat untuk memastikannya. Namun ramainya pengunjung membuatku kesulitan mendekati mereka. Dan akhirnya aku kehilangan jejak.

Aku tersadar bahwa ini adalah jam makan siang. Pantas saja pengunjung sangat ramai.

Setelah lelah berbelanja. aku putuskan untuk pulang. Karena sore ini Bu RT akan memperkenalkan saudaranya yang akan menjadi art di rumah.

Ketika turun dari taksi. Aku melihat mobil Mas Agung pun baru saja masuk ke halaman rumah. Sepertinya ia pulang lebih cepat hari ini.

Rumah nampak ramai. Ternyata ada Mbak Lastri dan anak-anaknya.

Mas Agung turun dari mobil. Mataku membelalak saat melihat pelakor itupun turun dari mobil suamiku.

Dan ... aku tambah terkejut lagi, saat melihat baju yang di pakai Mas Agung dan Yuyun persis sama dengan sosok yang aku lihat di mall tadi.

Dengan bangganya Yuyun melangkah menjinjing belanjaan yang begitu banyak. Namun sayangnya bukan barang-barang branded seperti yang aku jinjing saat ini.

Aku tahu dari kemasan plastiknya, itu adalah barang-barang discount yang ada di pameran bazar hall lantai dasar mall tadi.

"Kamu sama Yuyun habis belanja, Mas?" tanyaku kesal.

"Iya. Sekalian lewat pulang kerja tadi Yuyun minta di antar mampir di mall. Apa salahnya aku antar sebentar," jawabnya santai.

Sakit hatiku melihat Mas Agung yang merasa tidak bersalah.

"Kamu dari mana, Dek? Uang dari mana kamu belanja begitu banyak?" Mas Agung menatapku heran. Mungkin ia baru menyadari penampilanku yang berbeda hari ini.

"Dari tempat kerja," jawabku malas.

Dengan langkah gontai aku masuk ke dalam rumah. Sepertinya Mbak Lastri sedang berbicara serius dengan Ibu.

Wajah keduanya nampak tegang. Apalagi Mas Joko yang terlihat bingung di sudut ruangan.

Ada apa gerangan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (17)
goodnovel comment avatar
Yustien Ekowati
semakin menarik
goodnovel comment avatar
Nur Qaisha
lanjutnya mana
goodnovel comment avatar
Wellmince Liens
suka skali ceritanya seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 254

    Wajah Arnold dan Elena menegang melihat sang dokter berdiri di ambang pintu. "Bagaimana, Dok?" Elena pun tak sabar mendengar kondisi Ida dan bayinya. "Selamat, Pak. Anak Bapak perempuan dan sehat," ujar dokter wanita itu hingga Arnold dan Elena bernapas lega untuk sesaat. Namun wajah sepasang suami istri itu masih cemas karena belum mendengar bagaimana kondisi Ida. "Bagaimana kondisi ibunya, Dok?" tanya Arnold gemetar. "Bapak suaminya?" Sang dokter memandang intens pada Arnold. "Iy-iyyaa, Dok." Arnold tergagap merasa bersalah karena tidak pernah menemani Ida periksa ke rumah sakit. "Pak, kondisi Bu Ida saat ini ... kritis. Pendarahannya masih berusaha kita hentikan. Mohon bantu doa!" Arnold terhenyak setelah mendengar ucapan dokter. Ia tidak bisa bicara apapun hingga dokter itu berbalik meninggalkan dia dan Elena di ruang tunggu. "Ya Tuhan, suami macam apa aku ini. Elena ... Elena ... Ida kritis. Aku harus bagaimana?" Arnold mengguncang-guncangkan tubuh Elena. Ia tampak frus

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab. 253

    "Ida, kamu baik-baik saja, kan? Apa Arnold mengurusmu dengan baik?" Tanya Elena panik ketika Ida menghubunginya. Suara Ida terdengar serak dan parau hingga Elena merasa khawatir. "Kak, kapan kak Elena kembali ke Indonesia? Aku ingin Kak Elena ada di sini saat aku melahirkan." "Loh, memangnya Arnold kemana? Apa dia masih nggak peduli sama kamu?" Elena makin cemas. Selama ini ia memang jarang sekali menerima panggilan dari Arnold, kecuali ada masalah kantor yang harus mereka bicarakan. "Bang Arnold ... katanya sangat sibuk dengan pekerjaannya, Kak." Elena menghela napas kasar. Dari suara Ida yang ia dengar, ia mendugaa adik madunya itu sedang dalam masalah. Tapi sepertinya wanita yang sedang hamil tua itu masih menutupinya. "Baiklah, Ida. Aku akan selesaikan pekerjaanku di sini. Aku usahakan secepatnya kembali sebelum kamu melahirkan. Kamu dan bayimu harus sehat, oke?" "Terima kasih, Kak. Terima kasih!" Setelah menutup panggilan dari Ida, Elena mengirim pesan pada Arnold agar su

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 252

    Serani kembali memekik saat tiba-tiba saja tubuhnya telah melayang karana diangkat oleh Pras. Kedua tangan kokoh suaminya itu menggendongnya ala bridal menuju sebuah ranjang berukuran sangat luas. Ranjang cantik itu dikelilingi kelambu tipis namun indah, serta taburan kelopak bunga mawar yang mengeluarkan aroma harum semerbak pada kamar itu. "Dokter bilang, kita sudah boleh ..., ehm jadi ... boleh, kan?" Pras membaringkan tubuh Serani perlahan di atas pembaringan yang begitu mewah dan nyaman. Sera tersenyum dengan wajah bersemu kemerahan saat pras sudah berada di atasnya. Wajah pria itu begitu dekat dengannya. "Aku juga rindu, Pras!" Wanita cantik itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Pras, hingga pria itu tak lagi bisa menunggu. Ia pun mulai memberikan kecupan demi kecupan pada wajah Serani. Hingga kecupan itu berlanjut menjadi lumatan dan sesapan pada bibir Sera yang telah membuatnya candu. Entah siapa yang memulainya lebih dulu, beberapa menit kemudian keduanya telah mele

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 251

    "Sayang, sudah bangun?" Pras membelai wajah Sera. Istrinya itu mengerjap karena baru saja terjaga dari tidurnya. Sera memiringkan tubuhnya menghadap pada Pras. "Sudah pukul berapa, Pras?" "Pukul enam pagi. Kita jadi ke kantor, kan hari ini? Sera pun bangkit. "Tentu, Pras. Kamu juga mulai ke kantor, kan?" "Ya, Sayang. Oh ya, bagaiman stok ASI baby Raja? Apa sudah cukup?" "Lebih dari cukup," sahut Sera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam Pras menyusul Sera ke kamar mandi yang ternyata memang tidak dikunci. Sera sepertinya lupa, karena sejak setelah melahirkan Raja, Sera selalu tak lupa mengunci pintu. "Praaass ...!" Sera memekik melihat Pras sudah berdiri di belakangnya, sementara ia baru saja melepaskan seluruh pakaiannya. Jantung Pras berdebar melihat tubuh polos istrinya yang hampir dua bulan tidak ia sentuh. Pagi ini Pras memberanikan diri mendekati Sera setelah sore kemarin dokter mengatakan bahwa Sera telah pulih. Istrinya itu juga telah melewati mas

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 250

    "Abang, kita pulang sekarang?" Ida duduk di atas brankar. Jarum infus di tangannya baru saja dilepas. Wajah wanita itu masih terlihat pucat. "Sebentar!" Jawaban singkat dan tanpa menoleh dari Arnold lagi-lagi membuat Ida harus menarik napas panjang, guna menghalau rasa nyeri yang terus menderanya. Sejak kepergian Elena tadi, Ida melihat Arnold bolak balik mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. Ia menduga. Arnold mencoba menghubungi Elena tapi wanita itu tidak mengangkatnya. Ida hanya diam menunggu Arnold yang masih mondar-mandir di depannya. Tiur yang berjanji akan datang lagi ternyata tidak jadi kembali. "Ya sudah, ayo kita pulang. Kamu bisa jalan, kan?" Arnold hanya memandangi Ida yang sedang berusaha turun dari brankar dengan tubuh yang lemah. "Permisi, Bu Ida pakai kursi roda ini saja. Tubuhnya masih sangat lemah." Seorang petugas UGD menyodorkan sebuah kursi roda. Ida yang sudah berdiri di tepi brankar perlahan duduk di kursi roda itu. Lalu petugas itu mendorong kurs

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 249

    "Ya, Sekali lagi selamat atas kehamilan istri Bapak. Sore ini pasien boleh pulang setelah hasil observasi bagus." Arnold hanya mengangguk mendengar penjelasan dokter. Ia masih terdiam hingga dokter yang memeriksa Ida kembali ke ruangannya. Apa yang barusan ia dengar sungguh diluar dugaannya. "B-baang. Apa Abang tidak suka aku hamil?" tanya Ida dengan suara parau. Dadanya sesak karena tidak menemukan sedikitpun kebahagian di wajah Arnold setelah mendengar kehamilannya. Ia justru melihat Arnold bingung dan terkejut. Ida mencoba menekan rasa sedih dan kecewa yang ia rasakan. "Apa karena bukan Kak Elena yang hamil?" tanya Ida lagi. Kali ini ia berusaha lebih kuat untuk mendengar jawaban dari Arnold. "Sudahlah, jangan pikir macam-macam. Mamak dan bapak pasti senang. Aku ke depan dulu." Arnol pun meninggalkan Ida menuju ruang tunggu yang berada di depan UGD. "Hanya mamak dan bapak yang senang. Bang Arnold tidak." Ida menekan dadanya yang terasa penuh sesak. Berusaha agar air matanya tid

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status