Share

BAB 2

Author: Zafa Diah
last update Last Updated: 2021-06-04 16:16:15

Beberapa wanita dengan dandanan yang elegan, Bukan, lebih tepatnya apa ya? Intinya dandanan khas seorang sosialita ibu kota. Baju, tas dan berlian yang berharga jutaan, terpasang sempurna pada tubuh para nyonya keluarga berpengaruh.

“Hari ini saya sangat senang sekali,” seorang wanita menaruh cangkir teh yang baru diseruput. Wajah setengah bule itu memancarkan senyum sempurna.

“Ada apa memangnya, Teh Sandra?” tanya seorang wanita dengan aksen sundanya. 

“Designer yang sudah saya incar sejak beberapa tahun ini akan kembali ke Indonesia,” jawabnya penuh kegembiraan. “Ah, iya. Silahkan jika ada yang ingin dipesan, pesan saja. Hari ini saya yang traktir.”

“Wah, yang beneran, Bu?” tanya seseorang yang lain.

“Tentu saja.”

“Saya tidak akan sungkan kalau begitu.”

Dan dimulailah acara memesan makanan dan camilan dengan harga yang cukup fantastis. Tempat berbincang yang dipilih nyonya-nyonya itu memang terkenal akan kelezatan dan harga di atas rata-rata. Lebih tepatnya, tempat pergaulan kalangan ibu-ibu sosialita.

“Tapi ngomong-ngomong, Mbak. Designer yang Mbak Sandra maksud itu … apa sama dengan orang yang terus-menerus disebut oleh ibu Irina untuk membuat baju pernikahan putrinya nanti?” 

Sandra mengangguk yakin, “benar. Saya dan ibu Irina sempat berdebat untuk siapa dulu yang akan dibuatkan, Tapi mengingat pernikahan putrinya yang sudah cukup dekat, saya mengalah.”

“Wah, kalau boleh saya tahu, siapa nama designer itu, Bun?”

“Frada. Frada Adelia. Dia keturunan orang Indonesia. Tapi kini tinggal di Prancis. Ini lho fotonya. Cantikkan orangnya?”

Sandra menunjukkan sebuah gambar di majalah yang kebetulan ada di atas meja. Di sana terpasang foto Frada sebagai designer yang telah membuatkan baju beberapa aktris dan aktor papan atas hollywod.

“Iya. Cantik sekali. Wajahnya agak keindonesiaan juga. Tapi, entah mengapa saya kok malah ingat sama Pak Hardiyantara, ya? Agak mirip nggak sih? Bener kan, Bu Laras?”

Pertanyaan itu dilemparkan pada seorang wanita yang sedari tadi hanya diam dan mengamati. Dari pancaran wajahnya, jelas dia tak begitu menikmati pembahasan itu.

Tangan Larasati mengepal. Dipakasakan senyumnya yang sedari tadi coba dia bangkitkan. Mendengarkan orang-orang membicarakan gadis itu dengan penuh kebanggaan, membuat darahnya mendidih. Dia tidak suka pembunuh itu dipuji. Dia tak rela apabila wanita itu tersenyum congkak dengan kesombongan padanya.

“Nggak kok, Bu. Wanita ini sama sekali tak mirip dengan suami saya.”

“Tapi menurut saya kok mirip banget, ya?”

“Ya jelas nggak dong. Kalau mirip, bisa jadi ini anak keluarga Hardiyantara, kan?” serobot Sandra tak terima. “Gadis dengan level seperti ini, mana mungkin cocok dengan suami Nyonya Larasati,” ujarnya tak setuju. Bagi Sandra, gadis yang sangat dikaguminya itu tidak akan sebanding jika disandingkan dengan keluarga Hardiyantara apalagi dibilang putri dari keluarga itu.

Jangan sampai.

Jika keluarga kandung gadis itu mendengar, pasti akan menuntut!

“Maaf, Bu Sandra. Apa maksudnya itu?”

“Saya tidak bermaksud apapun kok, Mbak.”

“Terus kenapa bilang kalau suami saya seakan-akan tidak sebanding dengan Designer itu?”

“Karena memang tidak sebanding. Di usianya yang segini dia sudah bisa mendirikan belasan butik ditiap penjuru Negara yang berbeda. Sementara suami Anda? Mungkin jika bukan karena Anda yang berasal dari keluarga Jayatri, pasti Pak Hardiyantara sudah menjadi gembel—"

Plak!

“Jaga ucapan Anda!”

Larasati menampar pipi itu. Hening. Semua orang terdiam di tempat masing-masing. Terlalu syock dengan kejadian yang baru saja terjadi. Kekerasan sama sekali tidak diperbolehkan di perkumpulan mereka. Terlebih yang ditampar adalah Sandra Valentine Alexander. Perempuan berdarah Jerman – Indonesia sekaligus istri dari orang paling berpengaruh di dunia bisnis. 

“Anda sama sekali tak berhak untuk mengomentari—“

“Tak berhak? Saya berbicara fakta. Anda menikahi suami Anda dengan imbalan perusahaan itu diselamatkan. Dan itu sama sekali tidak etis apalagi dengan keadaan suami Anda telah memiliki kekasih dan siap menikah.”

“Anda—“

“Apa saya salah?”

Larasati membisu. Tak bisa menampik apa perkataan Sandra. Ingin sekali dia membantah. Namun kenyataannya, begitulah faktanya. Memilih mengambil tas, dia berjalan keluar. Menyelamatkan harga dirinya—yang mungkin sudah nyaris hancur. Meninggalkan ruangan tanpa kata. Serta berjanji pada dirinya untuk tidak ikut dalam perkumpulan itu lagi. Ck, Larasati bersumpah!

***

Pyar!

Buk!

Semua orang hanya berusaha menulikan dan membutakan mata dari kejadian itu. larasati tengah mengamuk. Dan benda-benda isi rumahlah yang menjadi pelampiasannya. Amarah yang meletup-letup jelas menguar dari wajah wanita paruh baya yang masih nampak cantik itu. Wajahnya merah padam. Menandakan betapa kerasnya ia mencoba menahan kekesalan sampai di rumah.

Penghinaan dari Sandra jelas masih membekas. Namun yang lebih membuatnya jengkel, ia tak bisa membantah. Gah! jika bukan karena suami perempuan itu yang berpengaruh besar, sudah jelas Larasati akan membalasnya lebih dari sekadar tamparan.

“Hei, sini kamu!”

Larasati memanggil seorang pelayan yang kebetulan sedang lewat. Pelayan muda itu membawa kemonceng di tangan dan itu seperti mainan untuk Larasati. Dengan langkag takut, pelayan itu mendekat. Tubuhnya bergetar.

Ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa jangkah, larasati mengambil alat kebersihan itu dan mengalih fungsikan sebagai media penyiksaan. Seketika, pelayan itu hanya bisa berlutut dan menerima pukulan demi pukulan yang nyonya rumah itu berikan padanya. Sungguh, sudah tak terhitung jumlahnya orang-orang yang terkena imbas apabila Larasati sedang dalam mode amarahnya.

Jika dulu yang menjadi boneka kekerasan adalah nona kecil yang bisa dibungkam, maka sekarang adalah para pelayan yang akan dibayar untuk tutup mulut, juga dengan sedikit gertakan.

“Sialan! Berani-beraninya kamu muncul dengan sombong! Akan kuhancurkan kamu. Aku bersumpah!”

Dalam bayangan Larasati perempuan yang tengah disakitinya adalah Frada. Gadis yang menjadi penyebab mengapa Larasati bisa dihina dan keluar dari pergaulan kelas atas yang berpengaruh itu.

Klak!

Gagang kemonceng itu patah. Dan pelayan itu sudah yaris pingsan karena kesakitan. Larasati membuang benda itu jijik lalu menyeringai kejam. 

"Tunggu saja, aku akan menghancurkanmu! Kembalilah ke sini dan ambillah kemarahanku!"

Larasati tertawa terbahak kemudian meninggalkan tempat itu menuju kamarnya. Tak memperdulikan pelayan yang sudah disiksanya lemas tak berdaya. Sungguh, jika ada iblis kekejaman di dunia ini, maka Larasatilah iblis itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Frada : Gadis Terbuang   26# Telephon Reghina

    "Arkana Hardiyantara, saya tidak tahu kalian memiliki sejarah yang lebih gelap." Frada menundukkan kepalanya. Kepalanya menunduk. Suara berat Noval nyatanya seperti melodi yang mengusik telinganya. Tangannya menggenggam erat mug gelas. Sekuat tenaga, Frada tidak mengluarkan air mata setelah menceritakan segalanya kepada Noval. Tentangnya masalalunya bersama si bejat Arkana. "Istirahat di sini, sebentar lagi Yumna akan--""Frada, apa yang terjadi!" Belum sempat Noval mengakhiri perkataannya, Yumna sudah masuk dan berteriak heboh. "Dia sudah berada di sini." Noval lantas menuju keluar. Membiarkan Yumna dan Frada saling berpelukan dan menguatkan. Ia keluar. Tepat di depan pintu, seorang bermata hijau sudah menungguinya. Matanya menjadi menajam. "Kau menemuinya lebih cepat dari dugaan." Noval terus bergerak berjalan. Menuju ke atas sofa yang letaknya tak jauh dari mereka."Tentu saja. Ini kesempatan langka kau memperbolehkanku untuk berdekatan dengannya."Noval memdengkus acuh. Jika

  • Frada : Gadis Terbuang   25# Yumna Rai

    Menangis. Sama ketika bertemu dengan Frada pertama kali, respon tubuhnyapun begini. Rasa sesak dan kesedihan menyeruak menjadi satu. Terlebih amarah juga perlahan-lahan menyembul kala ia melihat warna hijau pada bola mata itu.Siapa lelaki ini?Yumna tak pernah ingat ia memiliki teman bule. Dalam catatannya tak tertulis hal macam itu. Apa pria ini juga berasal dari masalalunya? Eksistensi yang sudah lama ia lupakan? "Jangan menangis. Aku tak pernah bermaksud apapun." Pria itu tegang. Manik hijaunya bergulir menatap sekitar seolah meminta bantuan. Tubuhnya maku nyaris memeluk Yumna seandainya gadis itu tidak mundur dan mencegah interaksi mereka. 'Yumna harus menguasai diri. Yumna tidak boleh terlihat lemah. Yumna ... adalah wanita pemberani.'Ia berusaha mengulang kalimat itu dalam hatinya. Sebuah mantra yang berulang kali secara ajaib menenangkannya. Dan begitupun saat ini. Ia mulai santai kala menatap mata hijau pria asing it

  • Frada : Gadis Terbuang   Kegilaan Arkana

    Arkana Hardiyantara adalah momok terbesar dalam hidup Frada. Bahkan kengerian lelaki itu melebihi ibunya sendiri. Larasati Hardiyantara. Frada merasakan seluruh tubuhnya meremang. Merinding bukan main ketika mendapati Arkana sudah berhasil masuk ke dalam kamarnya. Frada meloncat dari atas ranjang. Membuka pintu dan lari menuju bawah. meminta pertolongan pada siapapun.Semoga Yumna belum jauh. Semoga pengawal Noval masih ada di depan. Semoga dan semoga. Hanya saja, belum sempat Frada menginjakkan kakinya di lantai bawah, Arkana berhasil menarik tangannya kembali ke atas. Ia berusaha menolak dan berteriak sekeras-kerasnya. Namun Arkana malah hanya tertawa tak berdosa."Untuk apa kau berteriak seperti itu? Meminta pertolongan pada orang-orang bodoh di depan?" Lelaki itu mendengkus malas. "Lakukan saja. Mereka sudah kubuat pingsan."Frada dilempar oleh Arkana begitu merek tiba di lantai dua. Kamar Frada. Gadis itu menvoba merangkak menjauh. Kali ini targetnya adalah balkon. Ia tak mau be

  • Frada : Gadis Terbuang   23# Penjelasan

    Melani Bianca Maheswara.Maheswara. Sebuah nama keluarga yang dulu selalu dielu-elukan oleh Larasati. berharap apabila salah satu kakaknya dapat bersanding dengan keturunan perempuan keluarga konglomerat itu. Ak seperti Hardiyantara mauoun Ardiansyah--keluarga Noval dan Yumna. Maheswara berada di level berbeda. mereka berada di puncak bersama dua keluarga lainnya yang begitu dihormati dan disegani.Frada baru pertama kali bertemu dengan salah seorang dari mereka. itupun karena statusnya yang merupakan teman dari adik tunangan Melani Bianca Maheswara.Haruskan Frada senang dan menunuduk hormat pada Melani? Alih-alih memendam kecemburuan dan hanya tersenyum kikuk di depan wanita berkuasa itu."Aku ingat tudak memiliki janji denganmu. Mengapa kau bisa ada di depanku?" tanya Noval.Melani mendengkus sinis. "Memangnya bertemu dengan tunangan harus membutuhkan janji?"Noval memilih bungkam. sementara Melani nampak tersenyum angkuh. Lantas tatapan matanya jatuh pada Yumna. Matanya mengerlin

  • Frada : Gadis Terbuang   22# Tunangan Noval

    Frada tidak yakin bagaimana mediasi tadi berjalan. Yang jelas, sekarang surat perjanjian perdamaian antara durinya dan juga Larasati Hardiyantara sudah sama-sama ditandatangi. Dalam persidangan tadi, Yumna bisa merasakan tatapan menghunus mantan ibu tirinya.Ya, mantan. Frada secara khusus meminta untuk mengubah identitas Frada dan mencabut semua hak keluarga Hardiyantara atas dirinya. sebab sekalipun dia sudah lama diusir, nama Frada masih berada dalam kartu keluarga itu."Kalian sudah melakukannya dengan baik." Entah sejak kapan Noval Adriyansyah berada di antara dia dan Yumna. Bahkan tidak hanya dia yang kaget, Yumna pun menampakkan raut terkejut."Kakak kenapa ke sini?" Yumna nampak tak terima.*Hanya ingin menjemput kalian. apa salah?" "Salah! Salah besar! Aku ingin mengajak Frada jalan-jalan habis ini. Kakak kan pasti punya banyak kerjaan di kantor, kan? udah cepet sana balik!"seperti biasa, Yumna menolak keberadaan kakaknya itu. padahal tidak ada salahnya Noval berada di sin

  • Frada : Gadis Terbuang   BAB 21

    Setelah sampai di pengadilan, Frada bisa melihat banyaknya wartawan yang berjejer apih menunggunya. Para pencari berita itu berdesak-desakan ingin mengorek info dan mengambil gambarnya. Frada bahkan bisa melihat dibeberapa tempat ada beberapa yang sedang live siaran.Helaan napas lelah terdengar samping. Tunggu, bukankah seharusnya Frada yang melakukan itu? mengapa kini malah Yumna yang terlihat capai melihat banyaknya media yang menunggu turunnya mereka.“Sekarang aku bisa mengerti perasaan para selebriti yang tertekan dengan kehadiran para wartawan sialan itu.”“Yumna, jangan berbicara kasar,” tegur Frada.Tapi Yumna malah memasang wajah innocent tak berdosa. “Aku tidak.”“Sudahlah.” Frada hanya menghela napas lelah dan membiarkan Yumna. Kini jantungnya tengah berlompat ria. Berulang kali ia mencoba meyakinkan diri bahwa orang-orang yang akan ia temui bukanlah siapa-siapa. Mereka bukan lagi bagian dari Frada bahkan terkecil sekalipun.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status