Frada turun dari taksi yang ia tumpangi. Ada seorang pria yang mengikutinya dan mengambilkan koper dari bagasi mobil. Frada menggumamkan terima kasih kala lelaki itu membantunya untuk memasukkan koper itu ke dalam sana.
“Selamat datang, Mbak Frada,” sapa para karyawan dan designer butiknya. Frada mengangguk dan tersenyum membalas sapaan ramah itu. “Iya. Terima kasih dengan sambutannya.”Frada melangkah lebih dalam. Lelaki tadi yang membawakan koper Frada menggiringnya menuju lantai dua. Tempat yang akan menjadi kamar Frada selama di sini.“Apakah tamuku sudah datang?”Frada meneliti riasan di wajahnya. Memastikan jika make up yang dipakai masih bagus dan tidak luntur atau pudar.
“Belum, Mbak. Mungkin sekitar lima menit lagi.”“Apakah orang yang datang ini adalah pihak itu langsung? Bukan perwakilan?”“Kabar yang saya dengar adalah orang itu langsung, Mbak.”“Baiklah.”Frada menuju tempat duduk yang tersedia dalam ruangan itu. Ia mengistirahatkan diri terlebih dahulu setelah penerbangan yang memakan waktu berjam-jam lamanya. Belum lagi dengan transit di sana sini yang menghabiskan waktu. Frada jadi kesal sendiri. Melirik lelaki yang masih setia menemaninya, “Andi, terima kasih karena mau mengantarkan saya dan koper saya sampai ke sini.”Andi menggeleng sungkan. Dia bahkan tersenyum malu-malu. “Itu memang tugas saya, Mbak. Mbak nggak perlu sungkan.”Ramah dan lucu. Yeah, karater seperti inilah yang dulu sering Frada temui di antara teman-teman sekolahnya. Bahkan dirinya sendiripun dulu memang seramah dan selucu Andi. Sayangnya, waktu sudah mengubah segala hal tentang dirinya.Drrt!Ponsel Andi bergetar. Cepat-cepat, ia mengangkatnya. Tak berapa lama, Andi menutup panggilan itu. ia menoleh pada Frada yang sedari tadi hanya mengamati.“Mbak, orangnya sudah datang. Di arahkan sama Kenya untuk datang ke ruang kerja kepala designer.”Frada mengangguk mengerti. Lalu berdiri menuju tempat yang dimaksud oleh lelaki itu.Ketika diambang pintu ruangan, Frada bisa melihat seorang wanita yang duduk membelakanginya. Frada mendekat dan memberikan salam ketika mereka sudah saling berhadapan.“Halo, selamat siang. Maaf karena membuat Anda kurang nyaman. Saya harap, kita bisa membahas mengenai plagiarisme design itu dengan baik ….”Suara Frada melemah diakhir kala matanya yang awalnya menunduk kini bersibobrok dengan bola mata itu. Frada mengenalinya. teramat sangat. Orang itu ….“Lama tidak bertemu, Rada,” sapanya santai.“Kak Lisa?” sementara Frada sudah mematung kaku.***Frada sudah menduga jika ketika di Indonesia, Frada akan bertemu dengan teman-temannya atau orang-orang yang dikenalnya dulu. Entah itu disengaja atau tidak. Namun Frada tak menyangka akan secepat itu.Tepat ketika Frada sampai di sini, tamu yang selama ini menjadi gangguan di kepalanya rupanya adalah salah satu orang yang ia kenal dengan baik. Dulu.Lisa Naura Adriyani. Kakak kedua dari sahabatnya. Orang yang dulu juga suka menguslilinya dengan wajah garang. Frada tak menyangka jika ternyata orang yang menguhubunginya atas kasus plagiarism design adalah orang itu.Frada tahu dan ingat, jika sahabatnya pernah bilang kalau cita-cita kakaknya adalah menjadi seorang designer. Hanya saja Frada tak menyangka, jika Lisa-lah orangnya.“Saya benar-benar meminta maaf atas kesalahan fatal itu, Kak. Saya akan mengganti kompensasi sebesar yang Kakak inginkan. Bahkan jika Anda mau menempuh jalur hukum, saya bersedia menyerahkan pelakunya.”“Aku sudah bilang jika ingin menyelesaikan ini dengan jalur kekeluargaan. Maka dari itu, kamu sampai repot-repot untuk datang kembali ke sini, kan?”Lisa mengulas senyum. Frada tahu dan mengerti, maksud gadis itu bukan untuk menyinggungnya. Hanya saja Frada merasa janggal. Mengapa Lisa mengatakan kalimat yang menyiratkan jika Frada tidak ingin kembali ke Negara ini? seakan … orang itu sudah tahu semuanya.“Tapi tetap saja. Saya akan tetap membayar kompensasi.”Lisa tak lantas menjawab. Membuat Frada menjadi heran dan bingung.“Rada,” panggil Lisa setelah cukup lama terdiam ragu. Seperti menimang-nimang apa yang hendak disampaikan.Pendaran mata serius itu membuat Frada menegakkan punggung tanpa sadar. “Iya, Kak?”Lisa meremas gelas mug berisi cokelat panas yang sedang dipegang. Dia mengatur napasnya sekali lagi. “Aku ingin meminta kompensasinya bukan dengan uang.”Frada terhenyak sesaat. Jika bukan uang, lalu apa? Apakah langganan ekslusif selama satu tahun di butik ini? Rasanya tidak mungkin. Lisa sendiri adalah seorang designer. Untuk apa membeli?“Apa itu, Kak?”“Tolong bantu penyembuhan Yumna.”Yumna. Nama adik sekaligus sahabat yang sengaja Frada tak sebut karena rasa bersalahnya, akhirnya terdengar. Lisa nampak putus asa. Terlihat sekali dari gurat wajahnya.Frada mengernyit. Membantu penyembuhan Yumna?“Yumna sakit, Kak?”Lisa mengangguk pelan. Dia menghela napas panjang. “Satu tahun setelah kepergianmu dan Rai, Yumna menderita penyakit langka. Mungkin di Negara ini, hanya dia yang mengidapnya.”Frada sedikit menengklengkan kepalanya. Bingung. “Penyakit langka?”“Iya. Yumna akan melupakan seseorang yang dalam kurun waktu satu tahun tidak pernah bertemu dan menghubunginya sama sekali. Yumna akan melupakan segalanya dan otaknya seakan mereset dari nol.”Jantung Frada rasanya berhenti selama beberapa detik. Hawa disekitarnya mendadak menjadi dingin. Bahkan suhunya serasa lebih rendah dari musim dingin di Paris. Sungguh, Frada tak menyangka akan mendapatkan kabar seperti ini. Sahabat yang dulu paling akrab, rupanya tengah sakit. Dan penyakitnya itu langka.“Dokter tidak tahu persis apa penyebabnya. Tapi mungkin itu dilatar belakangi dengan kondisi psikologisnya. Rasa kehilangan dan trauma ditinggalkan oleh orang yang dicintai, membuat diri Yumna membangun tembok itu demi mengokohkan mentalnya dari keterpurukan dan kehilangan.”Rasa sedih itu menguar. Jelas. Lisa nampak putus asa. Jika penyakit itu didalangi oleh trauma, maka penyembuhannya pasti akan sangat sulit. Karena luka yang tidak terlihat akan lebih susah disebuhkan dengan goresan yang terlihat jelas.Frada termangu. Untuk sesaat, ia hanya bisa meresapi apa yang disampaikan oleh kakak sahabatnya. Kenyataan bahwa dirinya mungkin menjadi salah satu dalang munculnya penyakit itu, benar-benar membuat hati Frada tak karuan. Rasa bersalah, menyesal dan nyeri. Semuanya menyatu hingga Frada tak bisa membedakan.“Lalu, berarti Yumna sudah melupakanku?”Lisa mengangguk lirih. “Iya. Dia sudah melupakanmu.”Ada sesak yang mencoba merayap. Tenaga Frada serasa amblas begitu saja. informasi ini, benar-benar membuatnya terkejut.“Tapi, jika Yumna sudah melupakanku, kenapa Kakak ingin meminta bantuan dariku? Bukankah itu tidak ada pengaruhnya?”Lisa menggeleng. Tatapan matanya kini seakan kembali hidup. “Tidak. Beberapa bulan lalu ketika berita kamu hendak membuka butik di Indonesia, Yumna melihat fotomu. Katanya dia merasa kenal. Namun entah di mana. Saat itu, aku menyadari, mungkin ingatan Yumna memang menghapus tentangmu. Tapi tidak dengan hatinya. Kalian dulu sangat dekat dan bersahabat. Tentunya pengaruhmu sangat besar di hidupnya.”Lisa menciba meyakinkan. Senyumnya mengembang penuh. Memperlihatkan jika ada harapan. Adiknya bisa sembuh. Dan tak perlu tersiksa dengan ingatan yang akan terus tereset setiap harinya. “Kamu mau kan bantu Yumna, Da. Maaf jika aku membebanimu seperti ini. Sungguh. Aku dan Kak Noval sudah kehabisan cara untuk mengatasi ini.”“Aku akan memikirkannya kembali, Kak. Tapi kalau boleh, izinkan aku buat ketemu sama Yumna.”Lisa mengangguk. “Aku akan mempertemukanmu dengan Yumna. Tapi setelahnya, aku mohon, tolong pertimbangkan ini. semua demi Yumna. aku hanya berharap dia bisa beraktifitas seperti biasa.”“Dia ada di dalam.” Frada memandang ruang yang berisi banyak anak-anak. Itu mengingatkannya atas hal-hal yang dulu selalu ia lakukan bersama sahabatnya. Frada meremas tangannya. Ada kerinduan juga rasa sesak yang entah timbul dari mana. Frada tahu dirinya tak berhak merasa begini. Ia yang meninggalkan semuanya. Ia yang tak tahu malu mengnginkan itu kembali. “Apakah Yumna sekarang resmi menjadi guru?” Lisa mengangguk. “Benar. Yumna mengambil jurusan keguruan. Satu-satunya hal yang ia ingat dengan jelas dan yang ia lakukan selama ini adalah mengajari anak-anak. Makanya ia memutuskan untuk menjadi guru. Tepatnya, guru untuk anak-anak.” Hati Frada berdenyut ngilu mendengar penjelasan dari Lisa. Sungguh, ia tak pernah memperkirakan menjadi seperti ini. padahal Yumna bercita-cita ingin menjadi salah satu pegawai di BMKG. Sayangnya, rencana itu harus sirna begitu saja. Yumna pasti melupakan cita-citanya. “A
“Jadi kamu sudah kembali?” Noval menyapa. Semuanya seketika hening. Bagi mereka, Noval adalah salah satu orang yang sangat jarang mengeluarkan kalimat sapaan.Frada segera mengangguk. dia mendengar helaan napas dari lelaki itu. lalu matanya menelisik Noval dengan seksama. Apakah lelaki tidak suka melihatnya? Mungkinkah lelaki itu marah padanya? “Mari kita bicara sebentar. Hanya kamu dan saya.” Noval melirik Yumna. adiknya jelas mengajukan sirat mata yang tak setuju. Namun Noval mengabaikannya. Sepertinya ada hal penting yang harus ia bicarakan dengan perempuan itu. “Kakak mau ngajak Rada kemana?” “Apa kamu mengenalnya, Yumna?” Noval membalikkan pertanyaan yang diajukan oleh adiknya. Yumna jelas jengkel setengah mati. Kalimat itu malah seperti mengejeknya. Tentang ingatannya yang sudah tak normal selama beberapa tahun ini. “Nggak. Tapi kata Kak Lisa dan suaminya, dia adalah teman dekatku. Dul
Frada meremas ponselnya. Bibirnya menciptakan seringai. Nampak buas sekaligus menawan. Kemarahan Frada tiba-tiba hadir. Nyonya keluarga Hardiyantara. Wanita dulu yang pernah Frada sebut sebagai mama. Namun sama sekali tak mempunyai sifat dan sikap yang mencermikan seorang ibu. “Apa ada masalah?” tanya Noval setelah ia puas mempethatikan saja. Respon Frada yang seperti itu telihat mengerikan dan membuatnya penasaran. Frada mengalihkan perhatiannya pada Noval. Ia baru saja tersadar jika masih di ruangan yang sama dengan lelaki itu. Frada mengganti seringainya menjadi senyuman sungkan. Ia telah bertingkah kurang sopan.“Tidak. Hanya sebuah masalah kecil.” “Jika saya bisa membantu masalah itu, saya akan dengan senang hati membantunya.” Frada tercenung sejenak. Noval tiba-tiba menawarkan bantuan. Keningnya sedikit berlipat. Curiga. “Apakah Anda mengetahui masalah apa itu sehingga mau untuk membantu?” Noval m
“Aku sudah melihat beritanya,” ujar Yumna. menyesap Americano dingin miliknya. Matanya menelisik Frada dalam. Gadis yang baru saja datang kembali ke Indonesia itu memasang wajah datar dan cenderung tak peduli. “Apakah kamu memang memiliki hubungan yang buruk dengan keluargamu?” Frada menghela napas dalam. Dia meletakkan Moccacino miliknya ke atas meja. Menyandarkan punggung pada dahan kursi, matanya mengedar sekitar di café ini. café terakhir di mana Frada berkunjung dengan Yumna. Tepatnya dua hari yang lalu. “Rada?” tanya Yumna kembali. seperti sudah tak sabar mendengar jawabn orang yang katanya sahabatnya ini. “Seperti itulah.” Frada memasang wajah datar. Apalagi ketika mendapati beberapa tatapan yang mengarah aneh padanya. Tentu saja, wajahnya sudah menjadi trending selama beberapa hari negeri ini. Sudah tak terhitung banyaknya berita yang bermunculan selama dua hari ini. bahkan infotaimen di televise pun juga turut memberitak
“Ma, kamu sadar apa yang kamu lakuin?!”Yudhistira Hardiyantara berteriak keras pada istrinya. Wajahnya merah padam dengan mata yang memicing tajam. Menatap Larasati dengan sorot penuh amarah.Larasati hanya bergeming. Dia sama sekali tidak merespon suaminya. Telinganya seketika menjadi tuli dan matanya hanya fokus pada layar televise di depannya.Yudhistira mengembuskan napas dengan kasar. Terdengar keras seolah memberitahukan pada dunia jika dirinya kini tengah tengah tidak bercanda.“Ma, kamu tahu apa yang kamu lakukan itu bisa merusak bisnis yang sudah kubangun dari nol. Kenapa kamu tidak bisa duduk diam dengan manis dan beremu dengan perempuan-perempuan sosialita itu?!”Larasati berdecak. Sungguh, Yudhistira saat ini benar-benar menyebalkan. “Aku sudah tidak mau berkumpul dengan orang-orang rendahan itu.”“Orang rendahan katamu?”Mata Yudhisti
“Amazing. Wow. Kamu memanfaatkan media dengan baik. bahkan, hei, lihat komentar-komentar di setiap video maupun artikel yang mengaitkan tentang dirimu. Isinya nyaris semuanya bagus semua. Kamu … benar-benar luar biasa, Fafa.”Frada bisa mendengar suara Ghina yang berdecak puas. Ia sudah memperkirakannya jika gadis itu pasti akan meresponnya demikian.Hal yang paling Ghina sukai ketika Frada melakukan pembalasan adalah, berbalik menyerang dengan menggunakan media sama yang telah digunakan musuh.“Tapi, Fa. Kamu mendapatkan dari mana orang-orang itu? Apakah kamu menyuap mereka?”Menyuap?Ayolah, Frada tak sepicik itu. meskipun ia bisa melakukannya namun jika bukan keadaan yang begitu mendesak, Frada tak akan menggunakan cara kotor hanya untuk menjalankan rencananya.“Tidak. Temanku meminjamkan mereka.”“Teman? Kamu masih mempunyai teman di sana?”G
Frada menoleh kea rah Yumna sekejap sebelum berjalan menuju balkon. Dia menghindari telinga sahabatnya itu. mengingat katanya Yumna tak ingin mendengar apapun tentang kakaknya. Dan Yumna tengah menerima telepon dari orang itu.“Iya, Kak. Yumna berada di sini,” jawan Frada setelah jantungnya tenang.“Syukurlah. Apakah kamu bisa membujuknya ntuk keluar dan pulang? Saya akan segera ke sana.”Frada malah gelagapan sendiri. Noval mau kemari? Tapi penampilan Frada saat ini sangat berantakan. Make up-nya sudah tidak terpasang di wajah dan dia juga telah mengenakan piyama.Namun ….Hei! Sadarlah Frada Adelia!Noval mau ke sini untuk menjemput adiknya! Untuk apa kamu ribut mengurusi penampilanmu yang tak akan digubris olehnya?!“Halo, Rada. Apakah kamu masih di sana?” tanya Noval setela lama tak mendengar jawaban darinya.“Ah … oh itu
“Nilai saham perusahaan sudah merosot sampai dua puluh persen, Tuan Muda.”Lelaki itu hanya menyeringai setelah mendengar laporan dari bawahannya. Memaikan lidah di dalam mulut, tatapan matanya yang tajam disertai dengan senyum bengis bak iblis, mampu membuat bulu kuduk orang-orang di sekitanya meremang.“Apakah ayahku sudah melakukan sesuatu?”“Sejauh ini beliau hanya berusaha menarik investor dan membereska masalah-masalah terkait isu masalalunya yang dikulik oleh media.”“Lelaki tua itu, sama sekali belum mau menyerah, ya?”Dasar.Padahal memiliki dua anak lelaki yang telah dewasa, mengapa tidak menyerahkan perusahaan kecil itu pada salah satu dari mereka? Ayahnya itu sudah tua. Rambutnya bahkan sebagian telah memutih. Seharusnya Yudhistira tahu kapan dia akan berhenti. Ck!Arkana Hardiyantara berdiri dari kursinya. Dia berjalan menuju jendela