“Dia ada di dalam.”
Frada memandang ruang yang berisi banyak anak-anak. Itu mengingatkannya atas hal-hal yang dulu selalu ia lakukan bersama sahabatnya. Frada meremas tangannya. Ada kerinduan juga rasa sesak yang entah timbul dari mana. Frada tahu dirinya tak berhak merasa begini. Ia yang meninggalkan semuanya. Ia yang tak tahu malu mengnginkan itu kembali.“Apakah Yumna sekarang resmi menjadi guru?”Lisa mengangguk. “Benar. Yumna mengambil jurusan keguruan. Satu-satunya hal yang ia ingat dengan jelas dan yang ia lakukan selama ini adalah mengajari anak-anak. Makanya ia memutuskan untuk menjadi guru. Tepatnya, guru untuk anak-anak.”Hati Frada berdenyut ngilu mendengar penjelasan dari Lisa. Sungguh, ia tak pernah memperkirakan menjadi seperti ini. padahal Yumna bercita-cita ingin menjadi salah satu pegawai di BMKG. Sayangnya, rencana itu harus sirna begitu saja. Yumna pasti melupakan cita-citanya.“Anak-anak, ini sudah waktunya untuk pulang. Jika ada yang belum dijemput orang tua atau orang yang sudah dipercaya orang tua kalian, jangan pulang dulu ya. di sini sama Mis Yumna. Mis Yumna akan menemani kalian sampai dijemput. Okay?”“Okay, Mis.”Itu suara Yumna yang disahuti oleh murid-muridnya. Frada melirik sepintas. Wajah Yumna tak kelihatan karena perempuan itu membelakanginya.“Kita duduk saja. sebentar lagi Yumna akan membubarkan anak-anak.”Lisa menuntun Frada menuju bangku tunggu yang sudah disediakan oleh sekolah. Gedung sekolah ini cukup besar dan memiliki banyak fasilitas. Meskipun hanya lantai satu, namun Frada bisa memastikan kalau semua yang dibutuhkan sudah lengkap.“Kami pulang, Mis.”Seorang anak perempuan yang rambutnya dikuncir dua melambaikan tangan pada gurunya. Tangannya memegang erat pada waniat dewasa yang memakai pakaian pengasuh. Mungkin itu babysitter-nya.Yumna tersenyum membalas lambaian tangan itu. Frada dan Lisa mengamati dari belakang.Sepertinya Yumna belum menyadari keberadaan mereka. Ketika gadis itu berbalik, matanya membelalak melihat kakaknya yang tengah duduk bersama seorang wanita lain.
“Kak Lisa? Kakak ke sini?”Lisa dan Frada berdiri. Yumna mengahampiri mereka. “Iya. Kakak ke sini. kakak kangen sama kamu.”“Apaan, sih? Baru seminggu lalu aku habis dari rumah kamu.”“Udah seminggu itu, Yumna.”Yumna hanya mendengkus. lalu matanya beralih menuju seseorang yang lain yang balik melihatnya. Yumna tak mengenali orang itu. jelas, dalam ingatannya, ia tak pernah bertemu. Namun air matanya jatuh begitu saja kala melihat Frada yang tersenyum ke arahnya.“Yumna, kamu kenapa nangis?”Lisa bertanya panik. Sementara Frada hanya terdiam mematung. Yumna menggelengkan kepala. dia tidak tahu. Sama sekali tidak mengerti.“Aku … hanya ingin menangis.” Dan air mata masih saja beranak sungai.“Yumna, ini aku. Rada.” Frada mencoba mengingatkan. Namun Yumna malah semakin terisak. Mungkin ingatan Yumna sudah tak menyimpan apapun tentang dirinya. Hanya saja, jalinan pertemanan yang mereka bangun memang sudah sangat kokoh.Perasaannya tak akan semudah itu digoyangkan. Hati Yumna masih mengenalinya. dan mungkin, gadis itu juga tengah merindukannya. Sayangnya, otaknya sudah memblokir segala tentangnya.
“Aku … tak mengenalmu. Tapi mengapa rasanya begitu menyesakkan?”Dengan kalimat itu, rasa bersalah Frada membludak dengan penuh.“Maaf.”***“Jadi kamu adalah teman SMA-ku yang tiba-tiba pindah waktu akhir semester dua di kelas sebelas?”Yumna sudah tenang. Kini mereka tengah makan siang di salah satu café dekat dengan sekolah Yumna. Yeah, meskipun ini sudah lewat waktu makan siang, sih. Tapi tak apalah. Toh juga mereka belum sempat memakan sesuap nasi.Frada mengangguk. “Iya. Kita dulu teman dekat.”“Jika kita teman dekat, mengapa aku tidak punya satupun fotomu?”Frada melirik Lisa yang sedari tadi hanya terdiam. Frada sudah menjelaskan apa saja yang harus diketahui. Namun untuk masalah yang satu itu, Frada tentu tak mengerti. Dulu mereka memiliki banyak foto. Hanya saja, milik Frada ditinggalkan di rumah keluarga—ah, bukan. Mantan keluarga, lebih tepatnya. Sedangkan punya Yumna, Frada jelas tak tahu keberadaannya.“Kamu sudah membakar semuanya, Na,” jawab Lisa.“Aku membakarnya?” Yumna tak mengerti, mengapa ia harus membakar jika itu foto masalalu. Apalagi dengan orang terdekat. Seingatnya, Yumna selalu menyimpan dan mengabadikan momen apapun hingga ia tak akan pernah lupa. Tapi tunggu, iya. Ingatannya kan hal yang bahkan tidak bisa Yumna percayai seutuhnya. Mungkin kebiasannya untuk menyimpan segala barang bermemori, itu baru terbentuk ketika otaknya memiliki masalah. “Karena kepergian Frada yang sangat mendadak bahkan tidak sempat berpamitan padamu, kamu jadi sangat marah padanya. Dan karena emosimu, kamu jadi membakar foto dan segala kenangan tentang kalian berdua.”Frada dan Yumna saling bungkam. Dengan pikiran masing-masing, mereka memiliki perasaannya sendiri. jelas raut penyelasan ada dalam diri Yumna, sedangkan pancaran kesedihan menyelimuti ekspersi Frada.Lisa hanya bisa menghela napas. ia juga menyayangkan apa yang terjadi. Mungkin jika dulu ia bisa mencegah adiknya untuk menghapus satu saja foto Frada, mungkin Yumna masih ingat jika ia pernah memiliki teman yang selalu ada untuknya.“Maaf, aku tidak tahu,” ucap Yumna.Frada menerbitkan senyum. “Tak masalah. Mungkin jika dulu aku berpamitan dengamu, semuanya tak akan terjadi serunyam ini. Maaf jika karena aku kamu bisa menderita penyakit langka itu, Na.”Dulu Frada tak sempat. Bukan, bukannya tak sempat, kenyataannya dulu ia tak memiliki kesempatan. Semuanya kala itu direnggut paksa begitu saja.“Kenapa kamu meminta maaf? Ini bukan salahmu, Rada. Sungguh.”“Sayang, kamu di sini?” Seorang lelaki memeluk leher Lisa dari belakang. Frada dan Yumna menoleh. Tatapan malas langsung saja terpasang di wajah Yumna.“Oh, Halo adik ipar,” sapa lelaki itu semangat. Lantas matanya bergulir menuju mata lain yang juga memberikan atensinya. Bola matanya membesar. “Kamu … Frada?”“Hai, Kak Alka. Lama tidak bertemu.”“Kalian saling kenal?” Yumna bertanya. Memecah keterkejutan di antara keduanya. Merasa heran namun sekejap kemudian mengerti dengan sendirinya. Jika Frada memang datang dari masalalunya, jelas, Frada bisa mengenal Alka yang notabene juga alumni dari sekolah yang sama.“Tentu saja. Gue kan terkenal. Terus dia kan temen lo dulu. Jadi, gue kenal juga.”Alka membanggakan diri. Sementara Lisa berusaha melepaskan lehernya dari belitan tangan lelaki itu.“Alka, sudah. Lama-lama aku bisa sesak napas.”Alka melepaskan kaitan tangannya. Lalu pandangannya menuju sang istri. Menunjuklan kecemasan yang terkesan berlebihan.“Sayang, maaf. Aku menyakitimu, ya? aduh, terus bagaimana kondisi baby? Nggak sakit, kan? baik-baik saja, kan?”Tangan Alka berpindah menuju perut Lisa dengan heboh. Orang-orang bahkan menoleh kea rah mereka dengan penasaran.Yumna dan Frada kompak memalingkan muka. Mungkin melihat tingkah yang berlebihan seperti itu membuat mereka risih sekaligus geli.Lisa segera monoyor kepala suaminya. Dan tangan lain juga menyingkirkan Alka dari jangkauan perempuan itu.“Jika kamu masih bertingkah kekanakan seperti itu, saya bisa memisahkanmu dengan adik saya untuk selamanya.”Suara itu?Frada menoleh. Lalu jantungnya bertalu dengan ngilu. Lelaki yang nampak dewasa itu … masih tetap saja sama. Hati Frada berdesir tak karuan. Melihat rupa yang sudah lama tak ia temui, mengapa membuatnya tak karuan begini?Cinta pertamanya. Noval Eka Adriansyah. Kakak sulung dari sahabatnya. Orang yang selalu memadnganya sebagai sahabat adiknya tidak lebih. Kini tengah memandangnya dengan sorot yang tak terbaca.“Jadi kamu sudah kembali?” Noval menyapa. Semuanya seketika hening. Bagi mereka, Noval adalah salah satu orang yang sangat jarang mengeluarkan kalimat sapaan.Frada segera mengangguk. dia mendengar helaan napas dari lelaki itu. lalu matanya menelisik Noval dengan seksama. Apakah lelaki tidak suka melihatnya? Mungkinkah lelaki itu marah padanya? “Mari kita bicara sebentar. Hanya kamu dan saya.” Noval melirik Yumna. adiknya jelas mengajukan sirat mata yang tak setuju. Namun Noval mengabaikannya. Sepertinya ada hal penting yang harus ia bicarakan dengan perempuan itu. “Kakak mau ngajak Rada kemana?” “Apa kamu mengenalnya, Yumna?” Noval membalikkan pertanyaan yang diajukan oleh adiknya. Yumna jelas jengkel setengah mati. Kalimat itu malah seperti mengejeknya. Tentang ingatannya yang sudah tak normal selama beberapa tahun ini. “Nggak. Tapi kata Kak Lisa dan suaminya, dia adalah teman dekatku. Dul
Frada meremas ponselnya. Bibirnya menciptakan seringai. Nampak buas sekaligus menawan. Kemarahan Frada tiba-tiba hadir. Nyonya keluarga Hardiyantara. Wanita dulu yang pernah Frada sebut sebagai mama. Namun sama sekali tak mempunyai sifat dan sikap yang mencermikan seorang ibu. “Apa ada masalah?” tanya Noval setelah ia puas mempethatikan saja. Respon Frada yang seperti itu telihat mengerikan dan membuatnya penasaran. Frada mengalihkan perhatiannya pada Noval. Ia baru saja tersadar jika masih di ruangan yang sama dengan lelaki itu. Frada mengganti seringainya menjadi senyuman sungkan. Ia telah bertingkah kurang sopan.“Tidak. Hanya sebuah masalah kecil.” “Jika saya bisa membantu masalah itu, saya akan dengan senang hati membantunya.” Frada tercenung sejenak. Noval tiba-tiba menawarkan bantuan. Keningnya sedikit berlipat. Curiga. “Apakah Anda mengetahui masalah apa itu sehingga mau untuk membantu?” Noval m
“Aku sudah melihat beritanya,” ujar Yumna. menyesap Americano dingin miliknya. Matanya menelisik Frada dalam. Gadis yang baru saja datang kembali ke Indonesia itu memasang wajah datar dan cenderung tak peduli. “Apakah kamu memang memiliki hubungan yang buruk dengan keluargamu?” Frada menghela napas dalam. Dia meletakkan Moccacino miliknya ke atas meja. Menyandarkan punggung pada dahan kursi, matanya mengedar sekitar di café ini. café terakhir di mana Frada berkunjung dengan Yumna. Tepatnya dua hari yang lalu. “Rada?” tanya Yumna kembali. seperti sudah tak sabar mendengar jawabn orang yang katanya sahabatnya ini. “Seperti itulah.” Frada memasang wajah datar. Apalagi ketika mendapati beberapa tatapan yang mengarah aneh padanya. Tentu saja, wajahnya sudah menjadi trending selama beberapa hari negeri ini. Sudah tak terhitung banyaknya berita yang bermunculan selama dua hari ini. bahkan infotaimen di televise pun juga turut memberitak
“Ma, kamu sadar apa yang kamu lakuin?!”Yudhistira Hardiyantara berteriak keras pada istrinya. Wajahnya merah padam dengan mata yang memicing tajam. Menatap Larasati dengan sorot penuh amarah.Larasati hanya bergeming. Dia sama sekali tidak merespon suaminya. Telinganya seketika menjadi tuli dan matanya hanya fokus pada layar televise di depannya.Yudhistira mengembuskan napas dengan kasar. Terdengar keras seolah memberitahukan pada dunia jika dirinya kini tengah tengah tidak bercanda.“Ma, kamu tahu apa yang kamu lakukan itu bisa merusak bisnis yang sudah kubangun dari nol. Kenapa kamu tidak bisa duduk diam dengan manis dan beremu dengan perempuan-perempuan sosialita itu?!”Larasati berdecak. Sungguh, Yudhistira saat ini benar-benar menyebalkan. “Aku sudah tidak mau berkumpul dengan orang-orang rendahan itu.”“Orang rendahan katamu?”Mata Yudhisti
“Amazing. Wow. Kamu memanfaatkan media dengan baik. bahkan, hei, lihat komentar-komentar di setiap video maupun artikel yang mengaitkan tentang dirimu. Isinya nyaris semuanya bagus semua. Kamu … benar-benar luar biasa, Fafa.”Frada bisa mendengar suara Ghina yang berdecak puas. Ia sudah memperkirakannya jika gadis itu pasti akan meresponnya demikian.Hal yang paling Ghina sukai ketika Frada melakukan pembalasan adalah, berbalik menyerang dengan menggunakan media sama yang telah digunakan musuh.“Tapi, Fa. Kamu mendapatkan dari mana orang-orang itu? Apakah kamu menyuap mereka?”Menyuap?Ayolah, Frada tak sepicik itu. meskipun ia bisa melakukannya namun jika bukan keadaan yang begitu mendesak, Frada tak akan menggunakan cara kotor hanya untuk menjalankan rencananya.“Tidak. Temanku meminjamkan mereka.”“Teman? Kamu masih mempunyai teman di sana?”G
Frada menoleh kea rah Yumna sekejap sebelum berjalan menuju balkon. Dia menghindari telinga sahabatnya itu. mengingat katanya Yumna tak ingin mendengar apapun tentang kakaknya. Dan Yumna tengah menerima telepon dari orang itu.“Iya, Kak. Yumna berada di sini,” jawan Frada setelah jantungnya tenang.“Syukurlah. Apakah kamu bisa membujuknya ntuk keluar dan pulang? Saya akan segera ke sana.”Frada malah gelagapan sendiri. Noval mau kemari? Tapi penampilan Frada saat ini sangat berantakan. Make up-nya sudah tidak terpasang di wajah dan dia juga telah mengenakan piyama.Namun ….Hei! Sadarlah Frada Adelia!Noval mau ke sini untuk menjemput adiknya! Untuk apa kamu ribut mengurusi penampilanmu yang tak akan digubris olehnya?!“Halo, Rada. Apakah kamu masih di sana?” tanya Noval setela lama tak mendengar jawaban darinya.“Ah … oh itu
“Nilai saham perusahaan sudah merosot sampai dua puluh persen, Tuan Muda.”Lelaki itu hanya menyeringai setelah mendengar laporan dari bawahannya. Memaikan lidah di dalam mulut, tatapan matanya yang tajam disertai dengan senyum bengis bak iblis, mampu membuat bulu kuduk orang-orang di sekitanya meremang.“Apakah ayahku sudah melakukan sesuatu?”“Sejauh ini beliau hanya berusaha menarik investor dan membereska masalah-masalah terkait isu masalalunya yang dikulik oleh media.”“Lelaki tua itu, sama sekali belum mau menyerah, ya?”Dasar.Padahal memiliki dua anak lelaki yang telah dewasa, mengapa tidak menyerahkan perusahaan kecil itu pada salah satu dari mereka? Ayahnya itu sudah tua. Rambutnya bahkan sebagian telah memutih. Seharusnya Yudhistira tahu kapan dia akan berhenti. Ck!Arkana Hardiyantara berdiri dari kursinya. Dia berjalan menuju jendela
“Siapa kau?” tanya salah satunya.“Ah, bukankah kau Tuan Muda Hardiyantara?” Arkana menoleh pada asal suara yang menyebutkan namanya.“Kau mengenalku?”“Ya. Ada urusan apa Anda datang kemari?”Arkan tak lekas menjawab, hanya mengamati dua orang yang masih saja berdiri menghadangnya. Padahal mereka tahu siapa dia, bukankah harusnya menyingkir dan memberinya jalan?“Adikku tinggal di sini. Aku hanya ingin menemuinya. Apa ada masalah?”“Tentu saja masalah. Anda ingin menemuinya di jam fajar seperti ini? Seperti yang dirumorkan, Anda benar-benar tak tau tata karma, Tuan Muda Arkana.”Satu suara datang menjawab pertanyaan yang tadi dia ajukan pada dua pengawal itu. mereka bertiga serontak menoleh dan menemukan Noval tengah berjalan menghampiri mereka.Kedua pengawal itu menunduk sejenak sebelum berjalan menja