Gedung-gedung megah dan ikonik New York berdiri kokoh, mencerminkan kebesaran dan kemegahan kota itu. Skyscraper menjulang tinggi ke langit dan jalanan dipenuhi dengan cahaya neon dari iklan yang berkilauan di malam hari.Jasmine memejamkan mata, menghirup aroma kota yang akan menjadi destinasi baginya selama tiga hari dua malam nanti. Aroma jalanan, aroma bunga, aroma taman, aroma kopi, aroma … vetiver yang maskulin?Jasmine langsung membuka mata, mendapati Xavier berdiri di sampingnya. Aroma vetiver yang Jasmine hirup tadi ternyata berasal dari Xavier—sangat kuat dan kompleks.“Kau tidak lupa apa yang terjadi pada kita sebelumnya, kan?” Xavier mengingatkan. Selain dia ingin melihat bagaimana reaksi Jasmine, dia juga ingin memastikan kalau Jasmine tidak pura-pura lupa.Jasmine memilih tidak menjawab, dia hanya menatap Xavier dengan tajam. Jelena yang tadi mengantarkan pemenang event untuk menaiki mobil, mulai menghampiri Jasmine dan Xavier yang sudah menunggu.Mereka bertiga duduk di
Hari itu Jasmine menghadapi pasangan pemenang event dengan sungkan. Berkat Xavier yang menjemputnya, dia masih bisa melakukan tugasnya sampai akhir. Untungnya pasangan itu tidak marah atas keterlambatan Jasmine.Hal yang membuat pasangan pemenang event itu tidak marah adalah ada orang penggantinya sementara—yang menemani pemenang event itu. Itu membuatnya bersyukur. Dugaan Jasmine bahwa orang suruhan itu adalah orang suruhan Xavier.Xavier seharusnya pergi karena urusannya di sini telah selesai. Namun pria itu justru malah mengikuti Jasmine berkeliling kota New York bersama John dan Emma—pasangan pemenang event.“Berada di kota New York sebagai pemenang event Bloomsburry Bliss Salon rasanya luar biasa. Berlibur manis membuat kami senang. Terima kasih sudah menemani kami, Jasmine,” ucap John tulus pada Jasmine.“Benar, mengobrol denganmu sangat menyenangkan. Kami menyukaimu, Jasmine.” Emma menambahkan, memberikan senyuman hangat pada Jasmine.Pasangan pemenang event itu terlihat menyuk
Di tengah sore yang cerah, Jelena tiba dengan langkah ringan dan senyum lembut di bibirnya saat dia menemui Jasmine. Dia datang membawakan kabar gembira bahwa John dan Emma merasa sangat puas dengan trip mereka di kota New York.“Jasmine, pekerjaanku bisa diselesaikan lebih awal, besok biar aku saja yang menemani mereka. Kau bisa menikmati waktu liburanmu,” ucap Jelena bersemangat. Dia tahu pasti adik tercintanya itu ingin berlibur menikmati kota New York. Itu kenapa dia memutuskan menggantikan adiknya.Jasmine menghempaskan tubuhnya di ranjang seraya berkata, “Akhirnya aku bisa berbaring! Kakiku sepertinya mati rasa.” Jelena tersenyum melihat Jasmine yang kelelahan. “Apa harimu begitu melelahkan, hm?” Jasmine mengambil bantal, dan memeluk bantal itu erat. “Aku sudah terbiasa dengan kesibukanku di kantor. Seharusnya aku tidak merasa lelah seperti ini. Mungkin, karena ekspektasiku sudah tertuju pada waktu liburan dari awal.” Dia berkata sambil mengumpulkan semangatn
Liburan Jasmine di kota New York telah usai, dengan sedikit drama dirinya menghilang dan juga terluka karena hampir dicopet. New York sangat indah. Sayangnya dia tak benar-benar menikmati liburannya.Impian Jasmine adalah liburan tenang dan damai, demi menyegarkan isi kepalanya yang luar biasa penat. Akan tetapi, sayangnya Impian itu merupakan angan semata. Ketenangan jiwa raganya telah terguncang, karena Xavier selalu mengusiknya.Hari ini adalah hari di mana Jasmine kembali ke London. Seperti biasa kembali pada kenyataan memang membuatnya merasa jenuh. Tapi inilah yang harus dia jalani. Mana bisa dia memiliki pilihan?Setibanya di Bandar Udara Heathrow London, mereka disambut oleh Bernard yang sudah menunggu kepulangan mereka. Rasanya seperti label ‘single’ yang dibawa-bawa Jasmine selama tiga hari liburan luruh seketika. Wajar saja, karena dia berada di tengah sepasang suami istri dan sepasang kekasih yang sudah bertunangan.“Jasmine,” Bernard segera memeluk kekasihnya. “Tiga hari
Jasmine memijat pelipisnya sambil menghela napas berat. Setelah hari di mana dia bertengkar dengan Bernard, mereka tidak berkomunikasi lagi hingga sekarang. Tidak hanya sekali Bernard mencoba untuk menyentuhnya.Selama ini setiap kali Jasmine menolak tidak pernah jadi masalah besar dalam hubungan mereka. Tetapi kemarin ini, mendadak pertengkaran pertama mereka terjadi. Pertengkaran panas yang memojokan dirinya.“Jasmine? Are you okay?” tanya Ivy yang pada saat itu sedang makan siang bersama Jasmine. Melihat raut wajah sahabatnya yang lesu membuat dia khawatir.Jasmine seketika menatap Ivy, menyadari kalau dirinya sejak tadi melamun. “I’m okay, Ivy. Jangan mengkhawatirkanku.” Jasmine tak akan bercerita pada Ivy tentang apa yang terjadi, pada dirinya dan Bernard. Jika dia bercerita, maka Ivy akan berpikir bahwa hubungannya dan Bernard selama ini tidak baik-baik saja.“Kau tidak menyentuh makan siangmu lagi seperti waktu itu,” singgung Ivy soal mereka yang dulu makan siang bersama untuk
Dalam suasana yang penuh ketegangan, Xavier perlahan mengusap bibir Jasmine dengan ujung jari. Cemburu telah membara di dalam dada, perasaannya tak terkendali. Bayangan ketika Bernard mencium Jasmine membuat dia benci pada kemesraan mereka berdua. Bukan hanya sekarang saja, tetapi sudah sejak lama dan bertumpuk-tumpuk.“Aku tidak suka pria sialan itu mencium bibirmu, Jasmine.” Xavier berkata begitu menekankan dan tajam, penuh kobaran amarah cemburu.Jasmine tersenyum sinis, dengan tatapan mata tajam. “Jika kau tidak lupa ingatan, Bernard adalah kekasihku. Jangan bercanda. Kau tidak memiliki hak untuk marah.”“Aku marah, karena kau hanyalah milikku.” Xavier mendekatkan wajahnya perlahan, hendak mencium Jasmine agar noda dari pria lain dapat menghilang. Namun, sebelum bibir mereka dapat bertemu, Jasmine dengan cepat mengangkat tangannya dan mendorong dada Xavier sambil menatapnya dengan mata penuh ketegasan—wanita itu melayangkan tamparan keras di wajah Xavier.PlakkkJasmine mendaratka
“Aku bertanya padamu, kenapa malah kau balik bertanya?” Jelena meletakan gelasnya di atas meja, wajahnya sedikit merona di kala Jasmine ingin tahu tentang pertemuannya dengan Xavier. Tentu saja, otak Jelena langsung mengingat akan moment manis itu. Moment di mana yang akan selalu dia ingat.“Alasannya sama sepertimu. Aku juga ingin tahu tentang pertemuanmu dan Xavier. Kau selama ini belum menceritakan padaku tentang itu.” Jasmine mengulas senyuman di wajahnya. Entah kenapa, dia memutuskan untuk menanyakan hal ini pada Jelena. Pun memang selama ini Jasmine sama sekali tidak tahu tentang pertemuan pertama Jelena dan Xavier.Jelena kian merona. “Kau yakin ingin mendengarkan kisah pertemuan pertamaku dan Xavier?” Jasmine mengangguk berusaha tersenyum. “Tentu saja. Aku ingin sekali mendengarkan ceritamu dan Xavier.”“Saat itu, aku sedang duduk di sebuah kafe. Kesibukanku membuatku memutuskan pergi ke kafe langgananku yang ada di Brooklyn. Aku masih ingat dengan jelas, di mana aku sedang
Jasmine memarkirkan mobilnya dan berjalan ke ruang kerjanya sambil sesekali menanggapi sapaan orang-orang kantor. Sebuah senyuman tidak kunjung menghilang dari wajahnya, merespon semua staff yang menyapa dirinya. Meski sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, tapi Jasmine tak ingin orang tahu.Jasmine duduk di kursi kerjanya, mengambil laporan yang sudah ada di atas meja. Wanita cantik itu melihat beberapa laporan penjualan yang berkembang dengan pesat dan baik. Setidaknya, beban pikiran tentang pekerjaannya—mulai sedikit membaik.“Knock … knock …” Ivy mengetuk pintu, sambil melirik Jasmine.Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Ivy yang muncul. “Hey, morning. Masuklah, Ivy.”Ivy masuk, memberikan dokumen yang dia bawa ke hadapan Jasmine. “Aku membawakan laporan baru. Di Irlandia, permintaan kosmetik meningkat. Kita harus menambah stock, dan mengirimkan mereka lebih banyak lagi.”“Great. Aku akan meminta team untuk mengurusnya.” Jasmine menerima laporan itu, dan membaca seksama