Suara dering ponsel berbunyi. Jelena yang tak sengaja tertidur di sofa kamarnya langsung membuka mata, dan mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Dia pikir yang menghubunginya adalah Xavier atau Jasmine, rupanya yang menghubunginya adalah asisten pribadinya. Tanpa pikir panjang, Jelena menjawab panggilan itu.“Halo?” sapa Jelena kala panggilan terhubung.“Selamat siang, Nona Jelena. Maaf mengganggu Anda,” ucap sang asisten dari seberang sana.“Ada apa? Apa ada masalah di salon?”“Begini, Nona, ada beberapa dokumen yang harus Anda tanda tangani. Apa hari ini Anda bisa ke salon?” “Bisa. Aku akan ke sana. Tunggulah.”“Baik, Nona. Terima kasih.” Jelena menutup panggilan teleponnya. Wanita cantik itu terdiam sejenak. Pesannya untuk Jasmine dan Xavier, tidak ada satu pun yang dijawab. Entah kenapa Jasmine dan Xavier menghilang di waktu yang bersamaan.“Astaga, Jelena. Kau ini berpikir apa.” Jelena menepuk keningnya, merutuki dirinya yang bodoh, karena sudah berpikir macam-macam. Deti
Tubuh Jasmine membeku melihat pesan masuk dari orang asing yang tak dikenal. Pesan yang merupakan sebuah ancaman, tak main-main. Tangan Jasmine sampai bergetar membaca pesan masuk itu. Otaknya mencerna dengan cepat akibat kekhawatiran melanda. Detik itu juga, Jasmine berjalan keluar rumah—dia menuruti pesan dari orang asing yang tak dia kenali.Sebuah mobil berwarna hitam terparkir tidak jauh dari rumah Jasmine. Jalanan sangat sepi, tidak ada siapa pun di sana. Rasa takut menyelimuti, tetapi dia berusaha untuk tenang, dan berusaha menepis rasa takut. Satu-satunya yang ada di dalam pikiran Jasmine saat ini adalah keselamatan Jelena.Saat Jasmine mendekat ke arah mobil yang terparkir, pintu kaca mobil itu terbuka. Tampak raut wajah Jasmine berubah melihat Bernard yang ada di dalam mobil. Sorot matanya langsung menajam penuh amarah.“Kau!” Jasmine mengepalkan tangannya, dengan raut wajah penuh kemarahan.Bernard tak memedulikan kemarahan Jasmine. “Masuk!” Jasmine berusaha menahan emosi
Jasmine turun dari mobil bersaman dengan Bernard. Tatapannya melihat dirinya berada di sebuah gudang tua yang jauh dari pusat kota. Ada empat penjaga dengan tubuh besar yang berdiri di depan gudang tua itu. Rasa takut menjalar dalam diri Jasmine, tetapi wanita itu berusaha sekeras mungkin menutupi rasa takutnya.Saat ini Jasmine fokus pada keselamatan Jelena. Kakaknya itu tidak seharusnya terlibat dalam masalah ini. Jelena adalah korban yang tak bersalah. Jasmine tidak akan membiarkan siapa pun ada yang melukai Jelena.“Di mana kakakku, Bernard?!” Mata Jasmine bagaikan laser yang siap menembak Bernard.“Kakakmu ada di dalam tenanglah, Sayang.” Bernard ingin menggenggam tangan Jasmine, tapi wanita itu menepis kasar tangan pria itu.Bernard tersenyum penuh arti. “Jangan membantahku, Jasmine. Jika kau membantah, anak buahku di dalam bisa melakukan hal buruk pada kakakmu.”“Kau mengancamku?!” Jasmine semakin menatap Bernard tajam.“Ya, aku mengancammu. Maka dari itu, aku peringatkan kau j
Jasmine sangat membenci Bernard. Semua yang terjadi merupakan jebakan agar Jelena tahu tentang dirinya dan Xavier. Umpatan dan makian lolos dalam hati Jasmine di kala pisau terulur ke lehernya. Sorot matanya sejak tadi tak lepas menatap Bernard yang tertawa meledek—seolah ini semua adalah permainan.Manik mata cokelat gelap Xavier bagaikan laser yang siap menembak. Aura kemarahan di wajah pria itu terlihat jelas. Di hadapannya ada Jelena yang diancam menggunakan pistol, sedangkan Jasmine diancam menggunakan pisau.‘Berengsek!’ Xavier mengumpat dalam hati, merada dipermainkan oleh Bernard. Tangan Xavier mengepal kuat. Dia ingin sekali menghajar Bernard, tetapi sialnya tidak bisa, karena di hadapannya Bernard memberikan ancaman tak main-main. Dia dihadapkan dengan pilihan Jasmine dan Jelena yang telah disandera. “Lepaskan Jasmine dan Jelena, Bernard. Aku peringatkan padamu, jangan sakiti mereka!” geram Xavier penuh ancaman tak main-main pada Bernard.Bernard tertawa meledek. “Xavier
Sorot mata Bernard terhunus tajam penuh dendam pada Xavier. Dia selama ini sama sekali tidak diberi tahu tentang kisah masa lalu Jasmine dan Xavier. Dia merasa tertipu! Emosi dalam dirinya semakin menjadi karena merasa telah ditipu oleh Jasmine dan Xavier.“How dare you, Jasmine! Berani sekali kau menutupi semua ini dariku!” seru Bernard dengan nada tinggi penuh emosi pada Jasmine. Dia tidak bisa menerima telah ditipu. Dirinya disudutkan karena telah berselingkuh. Namun, padahal sebenarnya yang terjadi adalah Jasmine menjalin hubungan dengannya penuh dusta kebohongan.“Aku tidak pernah menipumu. Aku menutupi masa laluku karena aku berhak menutupi apa pun, bagian dari masa laluku! Aku bukan kau yang tidur dengan pelacur saat masih menjalin hubungan dengan seseorang!” bentak Jasmine tak terima disalahkan.Tangan Bernard mengepal penuh emosi. “Kau bukan diriku? Kau pikir aku buta, hah?! Aku pernah memergokimu ciuman dengan Xavier! Apa itu namanya?! Jangan munafik, Jasmine!”“C-ciuman?” S
“Kau tahu tentang Jasmine dan Xavier?”Pertanyaan pertama yang diajukan Jelena pada Dave, di kala sempat keheningan membentang dari dalam mobil. Sebelumnya suasana di dalam mobil hening, tidak ada suara apa pun. Mata wanita itu sudah sembab karena sepanjang jalan menangis.Jelena merasa ditipu dan dikhianati oleh orang terdekatnya sendiri. Bahkan rasanya dia tidak sanggup menjalani kehidupannya lagi. Pria yang dia cintai membohonginya. Adik kandungnya sendiri membohonginya. Permainan macam apa ini? Jika tidak ada kejadian Bernard menculiknya, maka dirinya akan tetap menjadi sosok yang bodoh tak tahu apa pun.Kebodohan Jelena ini membuatnya sangat yakin bahwa masih banyak hal yang Xavier dan Jasmine tutupi. Semua hal pastinya hanyalah dusta. Jelena bagaikan idiot di tengah permainan orang terdekatnya sendiri. Ingin rasanya dia menertawakan dirinya sendiri.Dave terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan oleh Jelena. “Awalnya aku tidak tahu, tapi akhirnya aku tahu setelah aku menginga
Johan dan Mila membeku akibat keterkejutannya mendengar pengakuan dari Xavier. “K-kau mencintai Jasmine?” Mila nyaris tak bisa berkata-kata. Pun Johan yang mendengar belum bisa berkata apa pun, akibat keterkejutan ini. Xavier mengangguk tanpa ragu. “Empat tahun lalu, aku dan Jasmine adalah sepasang kekasih. Dan aku meninggalkannya karena dulu aku seorang pecundang. Aku mencintai Jasmine. Ini semua salahku. Jujur, aku sama sekali tidak menyangka Jelena adalah kakak Jasmine.” Air mata Jelena berlinang mendengar pengakuan jujur dari Xavier. Dia menginginkan sejak dulu ungkapan cinta dari Xavier, tapi sayangnya semua itu hanyalah mimpi yang tak akan pernah bisa menjadi sebuah kenyataan. “Aku dan Xavier sudah berakhir! Aku mohon hentikan semua ini!” seru Jasmine dengan air mata yang juga berlinang. Dia lelah. Sangat lelah. Baginya tidak ada apa pun antara dirinya dan Xavier. Kisahnya dengan Xavier telah usai. Xavier menatap dingin dan tegas Jasmine. “Kisah kita tidak pernah usai. Kau
Jasmine ingin sekali bicara dengan Jelena, tapi pintu kamar kakaknya sudah terkunci dan tertutup rapat. Dia ingin sedikit memberikan penjelasan pada Jelena—sayangnya kakaknya itu sama sekali tidak memberikan akses untuknya bicara. Ini tidak seperti yang Jelena pikirkan. Jasmine bersumpah tak pernah sedikit pun berniat mengambil Xavier dari hidup Jelena.Suara dering ponsel Jasmine berbunyi. Jasmine yang berdiri di depan kamar Jelena, menyingkir menjauh di kala ponselnya berbunyi. Tampak tatapan Jasmine menatap bingung nomor asing yang menghubunginya. Nomor itu sama sekali tidak dikenal oleh Jasmine. Awalnya, Jasmine ingin menolak panggilan telepon itu, tapi hatinya tergerak untuk menjawab panggilan telepon tersebut.“Halo?” sapa Jasmine di kala panggilan terhubung.“Kau Jasmine?” tanya seorang suara wanita paruh baya dari seberang sana. “Ya, aku Jasmine. Maaf, kau siapa?”“Fanny Coldwell. Aku ibu Xavier.” Jasmine terdiam di kala tahu yang menghubunginya adalah ibu Xavier. Dia yakin