Share

Bab Tujuh - Naksir

"Maaf, dengan Mbak Chaterine Marissa? Adik dari Pak Edgar?" tanya Anton kepada Marissa yang diiringi dengan senyumnya yang memikat hati kaum hawa.

"Saya sendiri." jawab Marissa.

"Mari ikut saya, mbak."

Entah bagaimana, ucapan yang dilontarkan Anton bagaikan mantra sihir yang mampu menghipnotis Marissa. Sedangkan kini, Marissa hanya berjalan mengekori Anton menuju ruang kerja Edgar.

Sepertinya Marissa mulai tertarik kepada Anton.

Marissa yang merasa bersalah atas insiden tak mengenakan siang tadi akhirnya memberanikan diri untuk memecahkan keheningan di antara keduanya.

"Pak Anton, maafkan atas sikap saya siang tadi ya." ucap Marissa yang sedikit gugup.

Anton yang merasa diajak bicara pun akhirnya menghentikan langkahnya dan menatap manik coklat milik Marissa. Ada segaris senyum terukir di bibir brigadir polisi satu itu. Senyum tulus nan ikhlas yang selalu ia berikan kepada siapapun yang ia temui.

"Gak apa kok Mbak Chaterine, saya memaklumi atas apa yang mbak alami tadi. Mungkin kalau saya ada di posisi mbak pun akan melakukan hal yang sama. Terlebih jika itu ulah saudara kita yang terlalu jahil." jawab Anton yang masih saja mengulas senyum.

"Rissa. Panggil saja Rissa, gak perlu pakai embel-embel mbak. Sepertinya umur saya di bawah umur Pak Anton."

Tanpa sadar, keduanya telah sampai di depan ruang kerja Edgar.

"Rissa, tugas saya mengantar kamu ke ruangan Pak Edgar sudah selasai. Saya mohon ijin untuk kembali ke tempat saya bertugas." ucap Anton yang terlihat bergegas meninggalkan Marissa.

"Tunggu dulu pak." ucap Marissa yang berusaha untuk menghentikan langkah Anton. Tak disangka, Marissa mengulurkan sekotak donat dan kopi yang ia beli tadi kepada Anton.

"Ini untuk Pak Anton, anggap saja sebagai permintaan maaf saya kepada bapak atas sikap saya yang kurang sopan. Jangan ditolak pak. Saya gak menerima penolakan. Hehehe." ucap Marissa yang diiringi dengan sedikit tawa yang memamerkan deretan giginya.

"Terima kasih Marissa. Seharusnya kamu tak perlu memberikan saya makanan seperti ini. Saya jadi merasa tidak enak hati kepadamu. Lagi pula tanpa kamu memberikan apapun kepada saya, saya sudah memaafkan kamu." pungkas Anton.

"Thank you so much. Nice to know you, Mr. Anton." ucap Marissa dengan senyum manis yang selalu menghiasi bibir tipisnya. "Bye Pak Anton, see you again." ucap Marissa yang kemudian menghilang di balik pintu ruang kerja Edgar.

"Menarik." ucap Anton lirih yang hanya mampu ia dengar sendiri.

Ruang Kerja Edgar

"Halo bapak-bapak tampan yang nyatanya tidak lebih tampan dari Chanyeol oppa. Kerja mulu, tapi gak kaya-kaya." ujar Marissa sembari meletakkan makanan serta barang belanjaannya di atas salah satu meja.

"Sumpah ya Ed, adik lo kalo ngomong nyelekit banget. Udah tahu kenyataan emang sepahit itu, kenapa harus diperjelas lagi? Speechless gue, Ed." keluh David kepada Edgar yang sedari tadi fokus pada layar komputernya.

"Terima kenyataan aja sih Kak Dave. Udah terbukti kalau kakak kalah tampan dari Chanyeol oppa. Lagi pula kenapa sih kalian berdua lengket banget. Heran deh. Dari orok sampai setua ini masih aja berdua. Atau jangan-jangan Kak Dave gak punya teman lain selain Kak Edgar? Hayo ngaku aja kak." cecar Marissa kepada David yang entah sejak kapan sudah memulai sesi makan sorenya.

"Kak David gak sopan banget sih!" ucap Marissa dengan lantang yang membuat Edgar dan David terperanjat.

"Kakak kenapa makan duluan sih? Padahal aku belum nawarin loh. Main makan aja. Emang kakak tahu itu yang kakak makan punya siapa? cecar Marissa lagi.

"Ya maaf. Kan gak tahu dek. Namanya juga lapar, ya langsung sikat aja." ucap David yang masih mengunyah makanannya.

"Tanya dulu kan bisa, kak." 

"Sudah-sudah, gak baik bertengkar di depan makanan. Lo juga Vid, ngapain langsung makan. Gak inget kalo lo paling anti sama cabe?". Seketika David menghentikan aktifitasnya. Otaknya seakan mengajaknya untuk mencerna lebih dalam apa yang Edgar katakan. Tiba-tiba...

"Dek Ica! Kenapa gak ngomong kalau ini ayam Richeese? Astaga!" ucap David panik. Pasalnya ia memang tak bisa jika harus memakan makanan pedas. Jika ia makan makanan pedas, maka asam lambungnya akan naik dan mengakibatkan dadanya nyeri.

Edgar yang mengetahui hal tersebut dengan sigap langsung memberikan ranitidine kepada David. David memang selalu menyimpan obat tersebut dimanapun, pasalnya ia selalu lupa akan pantangan makanan yang ia makan.

Beberapa saat kemudian, keadaan sudah kembali kondusif.

"Kak Edgar, aku boleh tanya?" tanya Marissa yang kini tengah mengunyah donat matcha.

"Tanya apa sih princess?" jawab Edgar.

"Tadi waktu di mall, aku gak sengaja lihat Kak Jevin. Dia pakai baju preman. Kakak tahu kah kalau Kak Jevin lagi ada di Jogja?". Seketika Edgar terkejut atas pertanyaan sang adik. Pasalnya ia sendiri tak tahu tentang kebenaran hal itu.

"Kakak gak tahu. Beberapa hari ini kakak gak berkabar dengan Jevin. Mungkin Jevin sedang mengunjungi kerabatnya di sini." jawab Edgar sekenanya.

"Oh gitu. Berarti aku gak salah lihat dong tadi. Ya walaupun sudah beberapa tahun gak bertemu, tapi aku masih hafal muka dan postur tubuh Kak Jevin."

"Kak Edgar..." ucap Marissa sedikit ragu.

"Kenapa lagi? Kamu mau tanya apa lagi? Selagi kakak bisa, pasti kakak jawab. Tapi kalau kakak gak bisa jawab, biar dijawab Kak David." ucap Edgar sembari mengusap rambut adiknya.

"Hehehe... Anggota kakak yang namanya Anton jomblo gak sih?" ucap Marissa yang kini terdengar malu-malu.

"Anton? Anton siapa?" tanya Edgar kepada adiknya.

"Itu loh kak, yang tadi siang hampir tilang aku, tapi gak jadi."

"Oh Anton Fernando? Kenapa? Kamu naksir ya? Katanya gak mau punya suami polisi?" goda Edgar.

"Kakak kok hobi goda aku sih? Aku kan cuma tanya. Bukan berarti aku langsung naksir. Ya memang sih pesona dia kuat banget, semacam peletnya Taehyung oppa kalo ada di atas panggung. Sungguh tampan nan rupawan. Serbuk berlian banget lah pokoknya." ucap Marissa dengan mata yang berbinar.

"HAH? SERBUK BERLIAN?" ucap Edgar dan David bersamaan.

"Anton kamu sebut serbuk berlian, dek?" tanya Edgar yang tengah memicingkan matanya.

"Bukan Anton, tapi Taehyung Oppa." jawab Marissa sewot.

"Kalau Anton serbuk perak, soalnya lumayan tampan. Mungkin kalau mau perawatan gak kalah tampan dengan artis-artis Korea. Tapi dia jomblo gak sih kak?"

"Mana kakak tahu, kakak kan bukan bapaknya." jawab Edgar yang kini dilanda rasa cemburu.

"Kira-kira Anton mau gak ya jadi teman aku selama aku di Jogja? Lumayan kan kalau punya teman polisi, jadi teman rasa bodyguard. Kemana pun pasti ada yang jaga dan lindungi. Sungguh indahnya khayalanku." ucap Marissa yang diakhiri dengan meneguk minuman favoritnya.

"Sadar kan sekarang kalau adik kecil lo beranjak dewasa? Buktinya dia sudah sedikit melupakan Jevin dan berpaling ke Anton. Ayolah Edgar, coba relakan adik lo untuk jatuh cinta kepada laki-laki pilihannya. Kalau lo posesif terus, Marissa akan jadi perawan tua." bisik David kepada Edgar yang sedari tadi menatap adiknya yang sedang berandai tentang teman prianya.

"Entahlah, gue belum bisa ikhlas kalau Marissa pacaran dengan Jevin ataupun Anton. Jevin yang sudah jelas naksir Marissa dari SD pun aku halangi, apalagi Anton yang baru tadi siang ketemu Marissa." jelas Edgar.

Tergambar jelas raut kekhawatiran Edgar atas Marissa. Pasalnya ia tak ingin adiknya merasakan sakitnya patah hati apalagi sakitnya ditinggalkan kekasih. Edgar tetaplah Edgar. Ia hanya ingin melihat adik kecilnya bahagia tanpa merasakan sakit dan perihnya dunia percintaan. Karena yang Edgar lihat, Marissa hanyalah seorang gadis kecil berusia 7 tahun yang harus ia jaga.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status