KEESOKAN HARINYA, Hongjoong dan Dino keluar bersama-sama dari kamar. Ketika pintu kamar terbuka, Shina dan Farah juga kebetulan sedang membuka pintu kamar mereka.
"Selamat pagi..." Dino menyapa ramah lebih dahulu pada kedua gadis itu. Farah tetap diam, enggan berbicara panjang. Entahlah, tadi malam dia sulit memejamkan mata karena terus teringat kejadian di tepi pantai bersama Hongjoong. "Selamat pagi, Dino, Tuan Hongjoong..." jawab Shina dengan riang. Tentu saja mereka harus bersemangat hari ini agar bisa menyalurkan energi untuk memenangkan pertandingan bola voli yang akan segera berlangsung. "Kau pasti sulit tidur, kan?" Hongjoong, yang berjalan beriringan dengan Farah menuju ke resort, mulai berbicara pelan. "Kenapa pula saya sulit tidur?" tanya Farah dengan nada kesal. Seolah-olah pria itu tahu bahwa tadi malam dia tidak bisa tidur nyenyak. "Kalau kau sudah jatuh cinta sama aku, bilang saja. Jangan sampai wajahku membayangi malam-malammu," ujar Hongjoong dengan suara sedikit berat, tetapi nadanya lebih seperti sedang mengusik gadis itu. "Huh! Mana mungkin saya jatuh cinta sama Anda, Tuan Hongjoong. Saya datang ke sini untuk bersaing dengan Anda, untuk membuktikan siapa yang lebih kuat dan bertahan sampai akhir. Jadi, tidak ada alasan bagi saya untuk menyimpan perasaan seperti itu." Farah memanyunkan bibirnya, jelas tidak suka dengan topik pembicaraan mereka. Sepanjang hidupnya, dia tidak pernah memikirkan soal jatuh cinta pada seseorang. Mungkin karena itulah dia dipertemukan dengan Kim Hongjoong, yang selalu menjadi pesaingnya dalam segala hal, baik hal kecil maupun besar. "Oke. Aku juga nggak mau kau suka sama aku. Serem!" ujar Hongjoong sambil berpura-pura merinding di samping Farah. Perilaku pria itu membuat Farah melemparkan pandangan tajam. Dia kesal dengan sikap Hongjoong. Setelah momen manis di pantai semalam, pria itu tetap melontarkan kata-kata yang sama. "Aku tahu aku tampan... tapi agak ngeri juga kalau kau terus menatapku tanpa berkedip seperti itu." Dia masih ingat kata-kata itu. Dasar pria narsis! gerutu Farah dalam hati, lalu melangkah cepat, meninggalkan Hongjoong di belakang. Farah bahkan sempat menarik tangan Shina, yang berjalan di depan sambil berbincang dengan Dino. "Eh, eh... ada apa ini, Farah?" Shina terkejut saat tangannya ditarik dan terpaksa berjalan cepat mengikuti langkah Farah. "Nggak ada apa-apa, aku cuma mau cepat-cepat sarapan dan pergi ke pantai. Nggak sabar untuk bertanding. Hehe..." jawab Farah, pura-pura santai, padahal dia hanya tidak ingin berjalan beriringan dengan Hongjoong. Dino tertawa kecil sambil menggeleng pelan, memandang Hongjoong. "Kapan ya kau dan dia bisa akur? Dari zaman kuliah, kalian nggak pernah bisa akur. Ada saja masalahnya." Hongjoong mengangkat bahu, tanda dia juga tidak tahu sampai kapan. "Yang pasti, aku dan dia memang ditakdirkan untuk jadi musuh." Sekali lagi Dino menggeleng. Ada-ada saja. Mereka sudah berteman sejak masa kuliah. Sekarang, bahkan mereka bekerja di divisi yang sama. Namun, di depan umum, Dino tetap menggunakan panggilan formal pada Hongjoong. Tapi, jika hanya mereka berdua, bahasa mereka seperti teman biasa saja. SESUDAH sarapan, para peserta program bergegas menuju ke tepi pantai untuk melakukan pemanasan sebelum memulai pertandingan bola voli antar kelompok. Kelompok pertama yang dipanggil untuk bertanding adalah kelompok Farah, sementara lawannya adalah kelompok Ryoko. "Bisa nggak kau main?" tanya Hongjoong saat Farah bersiap mengambil tempatnya. "Lihat saja nanti!" jawab Farah dengan nada ketus sambil melangkah ke tengah lapangan yang sudah dipasangi net. Hongjoong dan Dino mengambil posisi di belakang Shina dan Farah. Semua peserta sudah bersiap, hanya menunggu peluit dari Jungmyeon sebagai wasit untuk memulai pertandingan. Bola yang dipukul oleh lawan terlalu tinggi untuk Farah, yang tingginya hanya 159 cm. Meski sudah melompat setinggi mungkin, dia tetap gagal mengembalikan bola tersebut. Seperti biasa, Hongjoong bergerak cepat untuk menyelamatkan situasi dan memastikan kelompok mereka tetap bisa mengejar poin. "Kalau sudah tahu pendek, nggak usah sombong bilang ‘lihat tangan’ segala," sindir Hongjoong. Wajah Farah memerah karena kesal dengan ejekan itu. Pertandingan berlangsung hampir satu jam, dan skor kelompok Farah imbang dengan kelompok lawan. Semua peserta diberi waktu istirahat sejenak sebelum melanjutkan pertandingan penentuan untuk menentukan pemenang babak pertama. Farah melangkah ke area bebatuan di dekat lereng tangga menuju resort. Dia mengambil botol air mineral dan meminumnya hingga setengah botol. Haus dan lelah jelas terlihat di wajahnya. Hongjoong, Dino, dan Shina ikut mendekati Farah. Mereka duduk di dekatnya, sementara Hongjoong menyiramkan air mineral ke wajahnya untuk menyegarkan diri. "Hei!" Farah berteriak saat Hongjoong menggoyangkan kepalanya, membuat air dari wajahnya memercik ke arah Farah. "Jaga jaraklah, Tuan Hongjoong. Basah semua kena peluh Anda," omel Farah sambil berdiri, menjauhkan diri dari Hongjoong. "Oh, maaf..." sahut Hongjoong singkat. Tapi wajah Farah sudah menunjukkan rasa jengkel. Saat mereka mengamati pertandingan babak kedua, tiba-tiba suara seorang gadis menggema melalui speaker, memanggil seseorang yang sangat mereka kenal. "Yaa... Hongjoong oppa..." Mendengar namanya dipanggil, Hongjoong terkejut dan langsung menoleh ke arah tangga. Farah dan Shina ikut memandang, bingung dengan kehadiran seorang gadis yang terkesan manja dari nada bicaranya. "Oppa... Eunji datang." Hongjoong memejamkan mata, mengingat ibunya memang menyebut gadis itu akan datang ke Pulau Jeju untuk menemaninya. Ah, satu masalah baru, pikirnya. Eunji, yang mengenakan dress selutut dengan pita besar di kepalanya, berlari menuruni tangga menuju Hongjoong, diikuti seorang bodyguard yang khawatir dia terjatuh. "Oppa..." panggil Eunji lagi sambil melompat ke pasir. Tingkahnya yang mirip anak kecil menarik perhatian semua peserta program, bahkan pertandingan babak kedua terhenti sejenak. "Annyeong..." jawab Hongjoong canggung sambil melambaikan tangan pelan. Shina mencuit bahu Farah, ingin tahu siapa gadis itu, tapi Farah hanya mengabaikannya. Dalam hati, dia merasa lega karena perhatian Hongjoong kini beralih ke gadis lain. Mungkin ini kesempatan baginya untuk menang melawan pria itu. Farah tersenyum sendiri, membayangkan kemenangan yang akan diraihnya. Ketika Eunji dan Hongjoong berbasa-basi, Jungmyeon meniup peluit untuk melanjutkan pertandingan. Farah, yang masih tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, membuat semua orang menoleh ke arahnya. Shina mencubit pinggang Farah, membawanya kembali ke kenyataan. "Sakit, Shina!" protes Farah sambil menggosok pinggangnya. "Kau kenapa, Farah?" tanya Shina bingung. Farah menggeleng, enggan mengakui apa yang ada di pikirannya. Hongjoong, yang memperhatikan, ikut menyindir. "Jangan-jangan kau kesurupan? Setahuku belum pernah ada kasus kerasukan di Jeju, tapi mungkin kau yang pertama." Farah hanya tersenyum penuh arti. "Mungkin justru Anda yang akan kena nanti." Sambil membawa botol air, Farah berjalan menuju tangga. "Saya mau ke toilet sebentar," katanya kepada Shina. Melihat itu, Hongjoong bergegas mengikuti. "Aku juga mau ke toilet," ujarnya, berusaha menghindari Eunji. "Oppa! Oppa!" Eunji memanggil-manggil, tapi Hongjoong tidak peduli. Dia terus menaiki tangga, meninggalkan Eunji yang mulai merengek. Farah menarik nafas panjang sambil mengetap bibir. Sikap Hongjoong sebentar tadi benar-benar membuatkan dia rasa tak tentu arah. Bukan marah, tetapi lebih kepada rasa bersalah. Dia tak berniat pun nak mencuri dengar, tetapi keadaan sempit di laluan itu menyebabkan dia tiada pilihan lain. "Apa aku nak buat sekarang? Kalau dia dendam, habislah aku nanti," gumam Farah perlahan sambil melangkah perlahan menuju ke pantai semula. Namun, fikirannya masih melayang memikirkan butir perbualan lelaki itu. Bakal bertunang? Dengan gadis yang namanya Eunji tadi? "Hongjoong oppa... Eunji datang..." Suara manja gadis itu kembali terngiang-ngiang di telinga Farah, membuatkan dia mencebik tanpa sedar. "Kalau dah ada tunang, kenapa masih sibuk nak sakitkan hati aku?" Farah mendengus sambil menggelengkan kepala. Entah kenapa, perasaan pelik menjalar dalam hatinya. Dia tak peduli pun kalau lelaki itu nak kahwin dengan siapa, tetapi kenapa rasa tak puas hati pula yang muncul? Sesampainya di kawasan pertandingan, Farah melihat Shina sedang melambai ke arahnya. "Farah! Cepatlah, kita kena mulakan perlawanan akhir ni." Suara Shina memanggilnya. Farah mempercepatkan langkah. Ketika itu, Hongjoong sudah berdiri di tengah gelanggang bersama Dino, bersiap sedia untuk perlawanan. Farah mencuri pandang wajah lelaki itu. Riaknya tenang, tetapi pandangan mata Hongjoong seperti menyimpan sesuatu. "Mungkin dia masih marah," fikir Farah. "Cepatlah, Farah! Jangan buat muka blur sangat!" tegur Shina sambil menarik lengan Farah ke tengah gelanggang. Farah menarik nafas dalam-dalam. "Aku takkan kalah kali ni," tekadnya dalam hati. Walau apa pun yang berlaku antara dia dan Hongjoong tadi, dia tak akan membiarkan lelaki itu terus-terusan menjadikan dia bahan ketawa. Ketika wisel ditiup, Farah sudah bersiap untuk membuktikan sesuatu. Kali ini, dia tidak akan melepaskan peluang untuk menunjukkan kelebihannya, walaupun tubuhnya tidak setinggi Hongjoong atau Dino. Namun, jauh di sudut hati, dia tidak dapat mengelak daripada terus memikirkan tentang lelaki itu dan apa yang berlaku sebentar tadi. Apa sebenarnya yang disembunyikan oleh Kim Hongjoong?Langkah kaki menuruni sebuah taksi.Suasana di Itaewon terasa sedikit berbeda bagi Farah hari ini karena ia datang ke sini dengan satu tujuan saja. Sudah lama sejak terakhir kali ia menginjakkan kaki di sebuah bangunan berwarna putih dengan tangga di depannya seperti yang ada di hadapannya sekarang.Tampak banyak orang keluar-masuk dari bangunan itu, ada juga yang sedang duduk-duduk di bagian anak tangga. Jantung Farah berdebar saat melihat situasi yang terasa begitu asing baginya kini.Ia menarik napas sedalam mungkin sebelum melangkah mendekati tangga berwarna putih itu. Kebanyakan orang di sekitar tidak memperdulikan kehadirannya yang sedang menaiki anak tangga satu per satu. Tapi entah kenapa, ia merasa jantungnya memompa darah begitu cepat hingga rasa gugup mulai menguasai dirinya.Ia panik! Tapi ia mencoba menahan perasaan itu. Meski tangga itu tidak setinggi tangga di Batu Caves, Kuala Lumpur, yang harus dipanjat hingga ke puncak, tapi Farah merasa langkahnya sangat lambat dan
Hari terasa begitu lambat berlalu, meskipun sekilas melihat jam di tangan sudah menunjukkan pukul enam petang.Enam petang di Korea Selatan tidak sama dengan waktu di Malaysia. Jika di tanah airnya, saat itu masih terlihat cahaya jingga di luar sana, tetapi di Korea, warna jingga sudah terganti dengan gelapnya senja.Farah merasa tidak nyaman ketika diperhatikan oleh Nyonya Hongju. Sejak tadi, wanita bergaya kebaratan itu tidak mengucapkan sepatah kata pun selama mereka berada di meja makan.Hongjoong juga tidak betah dengan situasi tersebut. Selera makannya sudah hilang sejak awal.“Hmm... kenapa kamu memilih perempuan ini?” tiba-tiba Nyonya Hongju bertanya sambil mengangkat gelas berisi minuman anggur.Farah menoleh ke arah Hongjoong di sampingnya. Dalam hatinya turut timbul rasa ingin tahu — kenapa lelaki itu memilih dirinya untuk menjadi pasangan palsu di depan wanita itu?Misteri dan pertanyaan itu masih belum terjawab dalam
Sebuah rumah banglo yang memadukan ukiran klasik dan sentuhan modern menyambut pandangan dari kejauhan. Hanya rumah itulah yang berhasil menarik perhatian Farah ketika mobil perlahan-lahan mendekati gerbang yang masih tertutup rapat.Jantung Farah berdetak semakin kencang saat mobil yang dipandu Hongjoong berhenti di depan pagar, menunggu penjaga membukakan pintu untuk mereka.Tangannya spontan meraih sabuk pengaman sambil menengok-nengok ke luar jendela. Keresahan mulai menyesakkan dada. Bagaimana rupa dan sikap Nyonya Hongju? Farah benar-benar tidak tahu. Selama bekerja di Radiance Marketing, belum pernah sekalipun dia bertemu atau bahkan berselisih jalan dengan wanita itu.Yang sering dia lihat hanyalah Taejoong dan Hongjoong. Tuan Besar Kim pun hanya beberapa kali muncul, itu pun saat pemilik perusahaan itu datang sekadar ingin menikmati suasana kantor yang katanya sangat ia rindukan. Itulah satu-satunya informasi yang dimiliki Farah tentang keluarga H
Akhir pekan yang tidak dinantikan akhirnya tiba juga.Kalau bisa, Farah ingin hari ini cepat-cepat berlalu agar dia tak perlu menghadapi seorang pria yang sejak tadi malam terus terbayang di pikirannya.Untuk pertama kalinya dalam "pertempuran" mereka, pria itu bersedia mengalah dan membiarkan Farah menang dalam persaingan mereka untuk hari-hari mendatang—dengan syarat dia harus setuju pada kontrak yang sudah dibacanya berulang kali!Hatinya bimbang dengan setiap syarat yang tertulis di atas kertas putih itu. Terlalu banyak hal yang harus diakuinya—Hongjoong terlalu teliti dalam setiap permintaannya.Sebagai seorang gadis yang tinggal di negara asing, dia sebenarnya tidak terlalu terdesak untuk menikah, meskipun kesepian sering kali terasa dalam menjalani hidup di negeri orang.Sejak menginjakkan kaki di Korea Selatan, dia sudah terbiasa dengan berbagai macam perangai manusia. Ada yang menusuk dari belakang, ada yang bermusuhan dengannya. Ada pula yang suka membully, bahkan ada saja p
"FARAH..." Shina menyentuh-nyentuh tangan Farah dengan lembut. Dia tahu, seharusnya dia tidak ikut campur dalam urusan gadis itu. Tapi, hatinya benar-benar dipenuhi rasa ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi.Kontrak pernikahan yang dia lihat tadi pagi. Benarkah Farah dan Hongjoong akan menikah? Bukankah mereka musuhan? Muslihat dan rencana apa yang sedang mereka susun bersama?Farah yang sedang menunduk menatap meja makan di kafetaria perusahaan mereka perlahan-lahan mengangkat kepala.“Kamu baik-baik saja?” Lain yang ingin dia tanyakan, lain pula yang keluar dari mulutnya saat melihat wajah Farah yang tampak linglung.“Entahlah, Shina… Kepalaku kacau. Nggak bisa fokus kerja. Semua gara-gara laki-laki nggak berguna itu.” Ucapan Farah terdengar pelan di akhir kalimat, dan Shina langsung paham siapa yang dimaksud oleh gadis itu.“Aku masih nggak ngerti…” Shina mencoba membuka pembicaraan sambil menyeruput minuman jeruk segarnya.“Kalau kamu nggak ngerti, aku lebih nggak ngerti!” N
DUA hari telah berlalu, kesehatan Farah sudah pulih dan hari ini dia sangat bersemangat untuk kembali bekerja seperti biasa. Setelah selesai membersihkan diri dengan air hangat, terlintas di hatinya untuk merias sedikit wajahnya dengan lipstik yang sudah lama dibeli namun jarang sekali dipakai di bibirnya.Maklumlah, dia memang tidak suka merias wajah terlalu tebal. Cukup dengan cushion dan lip balm saja. Padahal, di negara metropolitan ini terkenal dengan berbagai produk skincare dan kecantikan wajah. Farah berbeda, dia tidak tertarik dengan semua itu. Bahkan, jika wanita lain suka berbelanja dan shopping sepuasnya, dia lebih senang menonton film atau hanya diam di rumah. Gaji yang diperoleh lebih banyak disimpan dan digunakan hanya saat diperlukan.Padahal sebenarnya dia bisa saja menggunakan uang yang dimilikinya untuk berbelanja karena dia tidak punya keluarga, tidak punya saudara kandung. Dia hanya perlu menanggung dirinya sendiri saja. Namun, sikap hemat itu sudah tertanam dalam
SETELAH sampai di rumah, Farah langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang kecil miliknya. Sudah demam, ditambah lagi rasa tak berdaya. Sekarang makin parah pula sakit kepalanya setelah menerima kejutan tak terduga dari Hongjoong tadi."Aku rasa, dia benar-benar sudah hilang akal. Iya lah, masa dia mau nikah sama aku? Kami ini beda dalam segala hal. Apa dia pikir ini zaman anak-anak 90-an dulu? Main masak-masakan, main rumah-rumahan, main nikah-nikahan?" gerutu Farah sendirian sambil berbaring tengkurap di atas ranjang, memeluk bantal."Tapi dia kan bukan orang Malaysia. Jadi, mustahil dia tahu permainan yang aku maksud itu." Farah menghela napas berat. Dahinya sudah berkerut sejak tadi. Ucapan dan kata-kata dari Hongjoong masih terngiang-ngiang di telinganya, menyulitkan pikirannya untuk tenang walau sejenak.Tak ingin memikirkan apa yang dia dengar tadi, matanya dipejam seerat mungkin. Dia butuh istirahat. Daripada memikirkan pria yang sudah biasa jadi saingannya itu, lebih baik d
Tubuhnya terasa sangat lemas sejak kembali ke rumah tadi malam. Meskipun pemanas sudah dinyalakan untuk mengurangi rasa dingin, tetap saja tubuhnya masih menggigil kedinginan.Selendang dan selimut tebal sudah membungkus tubuhnya rapat-rapat, namun kali ini dia benar-benar mengalami demam yang cukup parah. Jarang sekali dia jatuh sakit, tapi kalau sudah sakit, pasti rasanya sangat menyiksa.Selain menggigil, berkali-kali dia mencoba memejamkan mata untuk menenangkan pikirannya, yang entah memikirkan apa pun dia tidak tahu pasti. Namun, denyutan di kepalanya terasa begitu menyakitkan, membuatnya sulit untuk bisa tertidur.Ditambah lagi, tiba-tiba bel rumah berbunyi berkali-kali. Entah siapa yang datang di saat dia sedang tidak enak badan seperti ini.Kalau dikatakan tetangga, rasanya kecil kemungkinan mereka akan menjenguknya.Yah, masing-masing pasti sibuk dengan kehidupan sendiri. Jika bertemu pun hanya di dalam lift, itu pun hanya sekad
Keesokan paginya, Hongjoong bangun seperti biasa. Namun, pagi ini ia hanya mengenakan pakaian santai, tidak seperti biasanya yang selalu tampil rapi dengan setelan korporat lengkap.Perlahan-lahan, ia menuruni tangga sambil mengintip ke arah ruang tamu di bawah, mencari keberadaan ayah dan kakaknya yang mungkin sedang menikmati sarapan di meja makan."Apa yang kamu intip-intip begitu?"Pertanyaan dari Taejoong membuat tubuh adiknya langsung berbalik dengan drastis.Untung saja tangannya sigap mencengkeram pegangan tangga, kalau tidak, mungkin ia sudah terguling ke bawah."Kamu kenapa sampai berantakan begini? Sakit?"Taejoong dengan cepat mengulurkan tangan hendak menyentuh dahi adiknya, tapi Hongjoong segera menghindar.Memang sengaja ia membiarkan rambutnya tetap berantakan, menandakan bahwa ia tidak ingin pergi ke kantor hari ini."Aku mau ambil cuti hari ini. Pulang dari Pulau Jeju tadi malam, rasanya masih