Farah Anisa dan Kim Hongjoong adalah dua orang yang sulit akur. Sejak masa kuliah selalu ada persaingan, selalu ada kekesalan dan pertengkaran diantara mereka. Pantas saja rekan-rekan lain sudah matang dengan kelakuannya. Suatu hari, majikan mengirimkan memo yang mewajibkan Farah dan Hongjoong mengikuti program liburan perusahaan untuk 'mengembangkan kerja sama'. Namun keduanya langsung protes dan berusaha menghapus nama tersebut dari program tersebut. Sementara itu, Ny. Hongju, ibu Hongjoong telah merencanakan untuk menjodohkan Hongjoong dengan gadis pilihannya. Untuk menghindarinya, Hongjoong pun merencanakan sesuatu dengan melibatkan Farah dalam masalah keluarganya. "Aku tidak ingin menikah lagi, tapi ibuku suka memaksa. Jadi, aku ingin menikah denganmu." - Kim Hong Joong. "Apa?! Kamu gila Tuan Hongjoong!" - Farah Anisa. Ego masing-masing, tak mau mengakui perasaan yang tumbuh di hati. "Ini kontrak, aku tidak peduli kamu mau menerimanya atau tidak. Yang penting akhir pekan ini aku akan mengantarmu ke rumah ibu." - Kim Hong Joong. "Orang ini benar-benar gila. Aku bahkan tidak setuju, dia melemparkan kontrak itu ke wajahku!" -Farah Anisa. Keduanya terus adu mulut, ego masing-masing tak mau mengakui perasaan yang mulai tumbuh. Ketika akad nikah yang pertama hanya sekedar tipuan, akhirnya menjadi lebih dekat. Namun, mereka harus menghadapi perbedaan budaya, adat istiadat, dan agama yang menjadi tantangan. Akankah mereka mampu mengubah kontrak ini menjadi cinta sejati dan mungkin jannah bersama? Ataukah semua ini hanya drama seperti biasanya?
Lihat lebih banyakTERGESA-GESA, Farah melangkah masuk ke pintu kantor sambil melirik ke arah jam tangan. Wajahnya tampak berkerut karena dia sudah terlambat masuk kerja. Entah bagaimana, hari ini dia malah bangun kesiangan. Biasanya, dia adalah orang pertama yang tiba di kantor.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan tiga puluh pagi, semua gara-gara menunggu kereta api pukul tujuh tadi. Untung saja dia sempat berlari masuk ke dalam kereta api yang pintunya hampir tertutup. Kalau tidak, entah apa nasibnya hari ini jika sampai ketinggalan kereta api tersebut. Farah mengepalkan bibir sambil melangkah cepat menuju meja kerjanya. Beg laptop yang dibawanya diletakkan di kursi. Setelah itu, dia mengambil laptop dari dalam tas untuk diletakkan di atas meja. Tanpa peduli keadaan sekitar, Farah langsung menyalakan laptop untuk memeriksa slide presentasi yang akan digunakan beberapa hari lagi. "Kelihatan buru-buru banget?" sapa sebuah suara dari meja kerja yang tidak jauh darinya. "Tadi kesiangan. Capek banget ngejar kereta api pagi ini," jawab Farah sambil menghela napas. Rekan kerjanya tersenyum kecil sebelum duduk di kursinya. "Tenang aja, bos belum datang kok." Farah mengangguk pelan, lalu menghela napas panjang. Syukurlah bosnya belum datang. Kalau tidak, dia pasti tidak akan bisa duduk tenang di mejanya saat ini. Maklum saja, bos di perusahaan Radiance Marketing itu seperti sengaja ingin menyulitkan hidup Farah Anisa. Apalagi, Farah adalah satu-satunya perempuan berdarah Melayu yang bekerja di perusahaan itu. Tidak heran jika ia sering mendapat berbagai tugas tambahan dari bosnya. Masalahnya, dia juga tidak akur dengan pria itu—yang menurut Farah penuh dengan sikap menyebalkan. Jika saja Farah tahu bahwa pria itu adalah pewaris utama perusahaan Radiance Marketing, dia pasti tidak akan pernah melamar pekerjaan di sini apalagi menerima posisi sebagai eksekutif pemasaran di perusahaan kecantikan dari Korea Selatan ini. Sambil asyik menatap layar laptop, tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi. Ding! Sebuah email masuk. Dahi Farah mengerut karena rasa penasaran. Cepat-cepat dia membuka email tersebut dan membaca judul yang tertera di layar. "Instruksi Wajib: Program Team-Building Bersama Rekan Kerja." Farah mendengus sebal sebelum melanjutkan membaca isi email itu. "Kepada staf yang terpilih, Anda diwajibkan mengikuti program team-building selama tiga hari di Pulau Jeju. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kerjasama, kepercayaan, dan mengatasi kesenjangan komunikasi antar karyawan." Farah mengepalkan tangan. "Mengatasi kesenjangan komunikasi? Ini pasti trik pria aneh itu untuk menjebakku lagi!" gumam Farah, hingga menarik perhatian rekan kerjanya di sebelah. Shina, rekan sekaligus sahabat baik Farah di kantor, melirik ke layar laptop Farah. Tidak heran jika ia bisa ikut mencuri pandang karena mereka memang sangat akrab. "Kamu juga dapat memo ini?" tanya Shina. Farah hanya mengangguk pelan. "Bagus dong, nanti kita bisa bersenang-senang bareng," ujar Shina sambil tersenyum. Farah tersenyum kecut. Jika Shina juga mendapatkan memo ini, itu berarti semua rekan kerja lainnya juga pasti ikut. Dan yang paling penting, pria yang sangat tidak disukainya itu juga pasti akan hadir! Dengan berat hati, Farah memeriksa daftar peserta program tersebut. Namun, matanya langsung terpaku pada satu nama. "Kim Hongjoong." Farah menepuk dahinya ke meja. "Tidak mungkin..." Bisikannya terdengar lemah. Shina hanya terkekeh kecil. Dia tidak perlu bertanya lebih jauh. Hampir seluruh kantor tahu bahwa Farah dan pria itu seperti musuh bebuyutan. "Eh, siapa tahu dengan program ini kamu dan dia bisa berdamai," ujar Shina mencoba menghibur. Farah mendongak dengan tatapan penuh kebencian. "Kamu pikir aku bisa damai dengan dia? Setiap hari ada saja hal yang dia persoalkan tentangku!" balas Farah dengan nada tinggi. Hubungan buruk mereka bahkan sudah dimulai sejak di universitas. Jika Farah tahu akan bekerja di tempat yang sama dengannya, dia pasti tidak akan pernah melamar pekerjaan di sini. Baru saja Shina hendak menjawab, tiba-tiba sebuah suara terdengar dari pintu masuk. "Wow, kamu juga dapat memo ini, Anisa?" Farah menoleh. Di sana, berdiri Kim Hongjoong dengan senyum sinis di wajahnya. Sungguh, seolah-olah pria itu muncul hanya untuk memperburuk harinya. "Kalau aku dapat, memangnya kenapa?" balas Farah dengan nada jengkel. Hongjoong menyilangkan tangan. "Kupikir kamu akan menolak ikut program ini. Jadi, kita tidak akan 'berlibur' bersama." Farah berdiri dan menatapnya tajam. "Bukankah ini program yang kamu buat?" Hongjoong tertawa kecil. "Aku tidak punya waktu untuk mengatur program seperti ini. Tapi, kalau kamu ikut..." Pria itu menatap Farah dengan senyum sinis. "... Aku akan memastikan kamu menyerah sebelum program ini selesai." Farah mengepalkan tangan. "Kim Hongjoong, jangan pikir aku akan menyerah begitu saja. Kita lihat siapa yang akan bertahan sampai akhir!" Farah berbicara dengan tegas. Dia tahu, program ini bukan sekadar kesempatan untuk bertahan dengan pekerjaannya, tetapi juga untuk membuktikan bahwa dia tidak akan menyerah kalah pada Kim Hongjoong, pria penuh rasa percaya diri yang selalu mencari cara untuk menang tanpa harus bersaing! Inilah saatnya bagi Farah untuk membalas semua yang pernah dia alami di masa kuliah dulu akibat pria itu.Langkah kaki menuruni sebuah taksi.Suasana di Itaewon terasa sedikit berbeda bagi Farah hari ini karena ia datang ke sini dengan satu tujuan saja. Sudah lama sejak terakhir kali ia menginjakkan kaki di sebuah bangunan berwarna putih dengan tangga di depannya seperti yang ada di hadapannya sekarang.Tampak banyak orang keluar-masuk dari bangunan itu, ada juga yang sedang duduk-duduk di bagian anak tangga. Jantung Farah berdebar saat melihat situasi yang terasa begitu asing baginya kini.Ia menarik napas sedalam mungkin sebelum melangkah mendekati tangga berwarna putih itu. Kebanyakan orang di sekitar tidak memperdulikan kehadirannya yang sedang menaiki anak tangga satu per satu. Tapi entah kenapa, ia merasa jantungnya memompa darah begitu cepat hingga rasa gugup mulai menguasai dirinya.Ia panik! Tapi ia mencoba menahan perasaan itu. Meski tangga itu tidak setinggi tangga di Batu Caves, Kuala Lumpur, yang harus dipanjat hingga ke puncak, tapi Farah merasa langkahnya sangat lambat dan
Hari terasa begitu lambat berlalu, meskipun sekilas melihat jam di tangan sudah menunjukkan pukul enam petang.Enam petang di Korea Selatan tidak sama dengan waktu di Malaysia. Jika di tanah airnya, saat itu masih terlihat cahaya jingga di luar sana, tetapi di Korea, warna jingga sudah terganti dengan gelapnya senja.Farah merasa tidak nyaman ketika diperhatikan oleh Nyonya Hongju. Sejak tadi, wanita bergaya kebaratan itu tidak mengucapkan sepatah kata pun selama mereka berada di meja makan.Hongjoong juga tidak betah dengan situasi tersebut. Selera makannya sudah hilang sejak awal.“Hmm... kenapa kamu memilih perempuan ini?” tiba-tiba Nyonya Hongju bertanya sambil mengangkat gelas berisi minuman anggur.Farah menoleh ke arah Hongjoong di sampingnya. Dalam hatinya turut timbul rasa ingin tahu — kenapa lelaki itu memilih dirinya untuk menjadi pasangan palsu di depan wanita itu?Misteri dan pertanyaan itu masih belum terjawab dalam
Sebuah rumah banglo yang memadukan ukiran klasik dan sentuhan modern menyambut pandangan dari kejauhan. Hanya rumah itulah yang berhasil menarik perhatian Farah ketika mobil perlahan-lahan mendekati gerbang yang masih tertutup rapat.Jantung Farah berdetak semakin kencang saat mobil yang dipandu Hongjoong berhenti di depan pagar, menunggu penjaga membukakan pintu untuk mereka.Tangannya spontan meraih sabuk pengaman sambil menengok-nengok ke luar jendela. Keresahan mulai menyesakkan dada. Bagaimana rupa dan sikap Nyonya Hongju? Farah benar-benar tidak tahu. Selama bekerja di Radiance Marketing, belum pernah sekalipun dia bertemu atau bahkan berselisih jalan dengan wanita itu.Yang sering dia lihat hanyalah Taejoong dan Hongjoong. Tuan Besar Kim pun hanya beberapa kali muncul, itu pun saat pemilik perusahaan itu datang sekadar ingin menikmati suasana kantor yang katanya sangat ia rindukan. Itulah satu-satunya informasi yang dimiliki Farah tentang keluarga H
Akhir pekan yang tidak dinantikan akhirnya tiba juga.Kalau bisa, Farah ingin hari ini cepat-cepat berlalu agar dia tak perlu menghadapi seorang pria yang sejak tadi malam terus terbayang di pikirannya.Untuk pertama kalinya dalam "pertempuran" mereka, pria itu bersedia mengalah dan membiarkan Farah menang dalam persaingan mereka untuk hari-hari mendatang—dengan syarat dia harus setuju pada kontrak yang sudah dibacanya berulang kali!Hatinya bimbang dengan setiap syarat yang tertulis di atas kertas putih itu. Terlalu banyak hal yang harus diakuinya—Hongjoong terlalu teliti dalam setiap permintaannya.Sebagai seorang gadis yang tinggal di negara asing, dia sebenarnya tidak terlalu terdesak untuk menikah, meskipun kesepian sering kali terasa dalam menjalani hidup di negeri orang.Sejak menginjakkan kaki di Korea Selatan, dia sudah terbiasa dengan berbagai macam perangai manusia. Ada yang menusuk dari belakang, ada yang bermusuhan dengannya. Ada pula yang suka membully, bahkan ada saja p
"FARAH..." Shina menyentuh-nyentuh tangan Farah dengan lembut. Dia tahu, seharusnya dia tidak ikut campur dalam urusan gadis itu. Tapi, hatinya benar-benar dipenuhi rasa ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi.Kontrak pernikahan yang dia lihat tadi pagi. Benarkah Farah dan Hongjoong akan menikah? Bukankah mereka musuhan? Muslihat dan rencana apa yang sedang mereka susun bersama?Farah yang sedang menunduk menatap meja makan di kafetaria perusahaan mereka perlahan-lahan mengangkat kepala.“Kamu baik-baik saja?” Lain yang ingin dia tanyakan, lain pula yang keluar dari mulutnya saat melihat wajah Farah yang tampak linglung.“Entahlah, Shina… Kepalaku kacau. Nggak bisa fokus kerja. Semua gara-gara laki-laki nggak berguna itu.” Ucapan Farah terdengar pelan di akhir kalimat, dan Shina langsung paham siapa yang dimaksud oleh gadis itu.“Aku masih nggak ngerti…” Shina mencoba membuka pembicaraan sambil menyeruput minuman jeruk segarnya.“Kalau kamu nggak ngerti, aku lebih nggak ngerti!” N
DUA hari telah berlalu, kesehatan Farah sudah pulih dan hari ini dia sangat bersemangat untuk kembali bekerja seperti biasa. Setelah selesai membersihkan diri dengan air hangat, terlintas di hatinya untuk merias sedikit wajahnya dengan lipstik yang sudah lama dibeli namun jarang sekali dipakai di bibirnya.Maklumlah, dia memang tidak suka merias wajah terlalu tebal. Cukup dengan cushion dan lip balm saja. Padahal, di negara metropolitan ini terkenal dengan berbagai produk skincare dan kecantikan wajah. Farah berbeda, dia tidak tertarik dengan semua itu. Bahkan, jika wanita lain suka berbelanja dan shopping sepuasnya, dia lebih senang menonton film atau hanya diam di rumah. Gaji yang diperoleh lebih banyak disimpan dan digunakan hanya saat diperlukan.Padahal sebenarnya dia bisa saja menggunakan uang yang dimilikinya untuk berbelanja karena dia tidak punya keluarga, tidak punya saudara kandung. Dia hanya perlu menanggung dirinya sendiri saja. Namun, sikap hemat itu sudah tertanam dalam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen