Share

Kangen

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2023-03-18 10:32:40

Sejak hari itu Adeera mengalami depresi cukup berat. Bayang-bayang kelam ditambah teror dari pihak sekolah, membuatnya sering menjerit dan menangis tak kenal lelah. Rasa trauma yang mendalam juga membuatnya enggan keluar rumah, sekalipun untuk berobat.

Elang sendiri tak kenal lelah membujuk. Setiap hari ia datang, walau selalu diacuhkan Adeera.

"Udah seminggu Lu kayak orang gila, Deer. Nggak bosen Lu?“ tanya Elang. Siang itu ia datang membawa banyak makanan yang dibuatnya sendiri.

“Gue lebih baik gila daripada terhina gini, Lang.“ Untuk pertama kalinya, gadis bermata bulat itu menyahut dengan tatapan kosong.

“Lu enggak terhina, Lu masih suci, Adeera!“ Elang melotot sambil menghampirinya.

“Ta-tapi—“

“Gue tau ini sulit, Deer. Sulit banget malah, tapi kalo Lu kayak gini terus  kasihan orangtua Lu, Deer. Apa Lu pikir mereka nggak sakit liat anak gadisnya dilecehkan terus depresi?“

Bukannya menjawab, Tangis Adeera justru pecah.

"Rasa trauma itu emang nggak bisa hilang dalam waktu sebentar, tapi kita bisa meminimalisirnya.“

Adeera menoleh, menatap sahabatnya itu lekat-lekat.

"Lu harus survive, Deer. Buktiin sama si Duda mesum itu kalo Lu bisa bangkit dan kagak takut sama ancamannya,“ lanjutnya membuat tangis Adeera berhenti seketika.

"Tapi gue takut, Lang ... Gue takut—“

“Iya gue tau dan sekarang gue mau kasih solusinya,“ potong Elang sambil menggulung spageti yang dibawanya, hendak menyuapkannya pada Adeera.

“Buka mulut Lu!“

“Enggak. Gue nggak napsu makan,“ tolak Adeera.

“Napsu kagak napsu, Lu harus tetep makan. Ayo makan, demi masa depan Lu,“ kata Elang dan Adeera pun menurut, diiringi dahi yang mengernyit tak paham.

“Kalau Lu makan banyak, otomatis badan Lu melar dan otomatis bikin Lu nggak tertarik lagi di mata-mata keranjang,“ cetus Elang. Adeera masih terdiam, mencerna perkataan sahabatnya.

“Ck ... Dasar Lola! Gini, ya, Lu cewek kan?“ Adeera mengangguk.

“Selain ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya, apa lagi yang biasanya cewek takutin?“ tanya Elang.

“Emm ... Gendut,“ jawab Adeera, ragu.

“Nah itu Lu pinter.“

“Maksud Lu?“

“Ya Allah ... Tobat gusti ...“ Elang menepuk keningnya.

“Kenapa?“ tanya Adeera.

“Dasar pentium dua! Gitu aja kagak paham,“ gerutu Elang sambil menaruh piring berisi spageti di atas meja.

“Lu harus berubah, Deer. Suka atau kagak, Lu harus naikin berat bedan sampai melar, supaya nggak ada lagi yang deketin Lu,“ tambahnya. Adeera terdiam cukup lama. Begitupun dengan Elang. Ia membiarkan Adeera mengerti tujuannya tanpa harus diperjelas lagi.

Cukup lama Adeera berpikir dan kemudian, senyumnya pun mengembang.

“Gue ngerti, Lang. Gue harus bikin badan gue melar biar nggak disukai cowok. Gitu kan? Biar nggak ada lagi yang tergoda sama kecantikan dan body gue? Gitu kan, Lang?“ 

"Nah itu pinter,“ sahut Elang.

  Adeera mengangguk dan senyumnya semakin merekah. Membuat Elang dan kedua orangtuanya yang sedari tadi memerhatikan, ikut tersenyum lega.

“Gue yakin, kalau badan Lu melar, nggak bakalan ada lagi mereka yang deketin Lu. Oh iya, nanti kita lanjut sekolah di PKBM aja, Deer. Terus kita ikut kelas taekwondo juga buat jaga-jaga,“ ujar Elang membuat semangat Adeera kembali tumbuh.

“Gimana? Lu setuju kan?“

"Setuju. Setuju banget.“

“Yaudah ayo kita makan.“ Elang membuka satu persatu menu yang dibawanya. Tak lupa memanggil kedua orangtua Adeera untuk bergabung.

Saran dari Elang langsung disetujui Anjas, tapi tidak dengan Vina—ibunya Adeera. Ia agak keberatan, takut kedepannya Adeera kesulitan mendapat sahabat maupun pasangan hidup.

“Nggak usah khawatir, Bun. Adeera masih SMP. Perjalanan hidupnya masih panjang. Yang penting baginya sekarang bukanlah jodoh tapi keselamatan dan keamanannya.“ Anjas berkata sambil merangkul bahu Vina.

“Lagipula lebih baik punya satu sahabat tapi setia daripada banyak teman tapi tak dapat diandalkan,“ lanjutnya.

.

.

Adeera berdecak dan menggelengkan kepala saat mengingat masa tersulit itu. Merasa beruntung juga karena selama itu, Elang setia menemani dan menyemangatinya.

“Oh God ...“ Adeera memejamkan mata.

“Kejadian itu sudah berlalu tapi kenapa tiba-tiba aku mengingatnya?“ rintihnya sambil mengusap keringat dingin yang mengucur deras dan seperti biasa tiap kali mengingat kejadian itu, tubuhnya selalu bereaksi demikian.

Terkadang Adeera marah pada Sang Pencipta. Kenapa? Kenapa dia harus mengalami kejadian menjijikan itu? Terlebih setelah dikeluarkan karena kesaksian palsu yang diberikan Herlan.

Adeera menggeleng saat seringai tipis Herlan memenuhi pelupuk matanya.

“Arghhh ... Kenapa gue harus inget sama buaya edan itu?!“

Adeera menggerutu kesal karena kembali mengingat lelaki yang hampir merusak harga dirinya. Lelaki yang dia dibenci setengah mati tapi meski begitu, ia enggan menjebloskannya ke jeruji besi. Karena ia yakin, akan ada balasan untuk setiap perbuatan.

.

Adeera menepi di kursi taman. Lalu membuka berbagai makanan yang sudah dibelinya. Car free day kali ini terasa tak begitu menyenangkan. Ketidakhadiran Elang  berpengaruh besar bagi Adeera. Tak ada tawa lepas, saling ledek ataupun kejar-kejaran. 

“Lu dimana sih, Lang? Gue telepon kagak diangkat, gue WA kagak dibaca, rumah Lu juga sepi,“ gerutunya sambil menyuapkan seblak versi kumplit super pedas ke mulutnya.

Tadi sebelum ke car free day, ia  mampir ke rumah yang ditempati Elang tapi sayang rumah itu sepi. Mbak Anggun yang biasanya menyambut pun entah kemana.

Enam puluh menit berlalu dengan cepat. Berbagai makanan juga sudah dilalap habis berganti mata merah dan air mata karena rasa pedas yang belum enyah dari mulutnya.

Adeera menghela napas dalam-dalam. Rasa sedih kini mengabuti hati. Bagaimana tidak, Elangnya yang selalu ada dan setia menemani juga mendukung apapun langkahnya, kini entah kemana.

“Lu kebangetan, Lang. Kalau emang udah nggak mau sahabatan sama gue harusnya Lu bilang jangan begini,“ gumamnya sambil mengucek matanya. 

Namun di menit selanjutnya mulutnya terbuka saat sesuatu yang sangat dingin menempel di pipi tembambnya. Ia terkejut bukan main.

Adeera menoleh dan mendapati Elang berdiri di belakang dengan senyuman yang sangat ia rindukan.

“Elang ...!“ Adeera menjerit dan reflek memeluk sahabatnya itu.

“Lang, Lu kemana aja? Gue kangen banget sama Lu,“ lanjutnya membuat kedua sudut bibir Elang terangkat ke atas. Pemuda itu lantas mengusap rambut legam Adeera dengan lembut.

“Sampe segitunya Lu kangen sama gue, Deer. Langsung nyeruduk kek bajaj. Lepasin ngapa, Deer. Bisa kehabisan napas nih gue,“ celetuk Elang.

“Bodo amat. Kalau Lu kehabisan napas, nanti gue kasih napas buatan. Yang penting sekarang Lu kagak pergi-pergi lagi, kagak ninggalin gue lagi,“ sahut Adeera dengan napas memburu.

“Woy, jangan gitu! Nanti kalo gue mati, Lu mau sama siapa? Kan cuma gue yang mau sahabatan sama Lu.“

Adeera sontak melepaskan pelukannya, mendengar ucapan sahabatnya itu. Elang benar, siapa yang akan menemaninya kalau Elang tiada?

“Nih Mixue. Cepet minum biar mulut Lu adem,“ ujar Elang.

“Ah ... Makasih banyak, Lang. Lu emang terbaik, tau aja gue kehausan,“ sahut Adeera sambil menyeruput minum yang sedang viral itu.

"Cup cup cup ... Kasihan banget anaknya Bapak Anjas, kagak ada yang beliin minum,“ ucap Elang sambil tersenyum geli menatap Adeera yang menyeruput tanpa jeda.

“Eh by the way, tumben Lu berani ke car free day sendiri?“ tanya Elang dengan satu alis terangkat. Merasa heran, karena selama ini Adeera enggan keluar rumah jika tanpa dirinya.

“Gue ke sini sendiri gara-gara Lu, Lang. Kemarin Lu masuk setengah hari. Gue juga udah nelepon Lu, ngirim pesan, ke rumah Lu, tapi Lu kagak ada. Makanya gue ke sini. Lu sebenernya kemana sih?“

Elang menggaruk kepala. Menatap Adeera dengan penuh keraguan.

“Gue ...“

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GADIS 100 KG   Kejujuran yang menyakitkan

    ”Maafkan aku, Ay ...” ucap Reynan tertunduk.”Aku nggak butuh maafmu. Aku butuh kejujuranmu. Katakan semuanya padaku, Reynan!” seru Adeera dengan suara tertahan karena emosi yang meluap.”Akan kuceritakan semuanya, Ay.” Reynan menatap Adeera lekat-lekat.”Dari awal kamu kesulitan berkomunikasi dengannya, aku dan Elang masih bertukar kabar. Kami masih sering berbagi cerita. Termasuk aku yang menceritakan perasaanku padamu, Ay. Termasuk program diet kamu.Dia juga sengaja nggak menghubungimu karena dia sudah menitipkanmu padaku. Dan terakhir ...”Reynan menarik napas sejenak. Menatap Adeera yang tampak tak sabar menunggu ucapannya.”Dan yang terakhir, aku menelponnya saat kita jadian. Aku memberitahunya kalau kamu menerimaku,” lanjut Reynan seraya menelan salivanya kasar.”Lalu?” tanya Adeera tak sabar.”Elang kecelakaan.” Reynan menjawab dengan kepala tertunduk.”Apa?!” Adeera memekik tertahan sambil memegang dadanya yang berdegup kencang.”Dia kecelakaan tunggal, Ay. Dan setelah itu k

  • GADIS 100 KG   Pengakuan Reynan

    ”Ma-maksudnya gimana, Ay?” tanya Reynan, dengan mata membulat sempurna.”Kita seperti dulu, Rey. Sebelum jadi sepasang kekasih,” jawab Adeera. Membuat Reynan susah payah menelan salivanya.”Jangan bercanda, Ay!” serunya frustasi.”Aku nggak bercanda, Rey. Aku serius,” ujar Adeera. Membuat hati Reynan luluh-lantak. Kepalanya menggeleng pelan, sementara bibirnya perlahan melengkung walau tipis.”Enggak, Ay. Aku enggak mau. Jangan minta putus, aku mohon,” ucapnya dengan suara bergetar.”Minta yang lain saja, Ayy. Tapi jangan minta putus,” lanjutnya. Adeera menatapnya lekat-lekat. Ada sedikit rasa iba melihat siluet kecewa yang membentang di bibir lelaki itu. Namun ia juga sudah tak kuat jika terus bertahan di sisi lelaki itu.”Please, Ay ... Minta saja yang lain. Tapi jangan minta putus.”Adeera menghela napas dalam-dalam. Menatap sang kekasih dengan tangan bersedekap di meja.”Kalau begitu, aku minta kamu terima kehadiran Airlangga di kehidupanku. Aku rasa, aku butuh dia,” paparnya. Me

  • GADIS 100 KG   Putus

    Adeera menatap jam digital di atas nakas. Sudah jam satu siang, dan selama itu Adeera tak melakukan aktifitas apapun selain rebahan dan drakoran. Ia mulai bosan dan ingin menghubungi Elang. Tapi ponselnya mati. Lucunya lagi, di rumah sebesar itu, Adeera tak menemukan satu pun charger. Tadi, Adeera sudah meminta pada Narsih. Tapi ponsel mereka ternyata beda. Narsih masih menggunakan ponsel keypad, yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan SMS saja.Adeera merasa heran pada wanita itu. Kenapa tak terbawa arus kecanggihan teknologi? Kenapa tak menggunakan ponsel pintar? Tapi jawaban wanita itu langsung membuat bibirnya mengatup.“Hape itu hanya melenakan, Neng. Sementara saya sudah tua. Daripada waktu luang kita digunakan haha hihi nonton tiktok, mending banyakin ibadah saja.“Adeera mendengkus kasar. Lalu memilih keluar kamar. Mengitari ruang tamu, berpindah ke ruang tengah dan berakhir di dapur saat perutnya melilit minta diisi. Ia pun membuka lemari pendingin dan tudung saji, tapi

  • GADIS 100 KG   Murka Reynan

    Elang bergidik ngeri mendengar penuturan Vino tentang Herlan. Lelaki yang dulu pernah jadi gurunya itu ternyata punya gurita bisnis di bidang prostitusi dan narkoba. Selain punya rumah prostitusi bertopeng tempat karoke, Herlan ternyata memiliki banyak anak buah. Termasuk di institusi kepolisian.Untuk memperkuat bukti, Vino akan mengali lagi lebih dalam supaya nantinya Herlan tak mampu beralibi. Bahkan tak mampu tuk sekadar mengangkat kepala.“Atur saja sesukamu, Vin. Pokoknya kamu harus kuliti habis kasus Herlan. Pastikan juga kasus ini di up di media sosial dan berita nasional. Batasi juga pergerakan anak buahnya. Kalau kamu berhasil, saya akan kasih kamu bonus,“ ujar Elang menggebu-gebu.“Siap, Bos.“Elang menghela napas. Lalu berjalan ke balkon kamarnya sambil menyesap segarnya angin malam.“Kamu pantas dihukum, Herlan. Aku yakin, kamu sudah banyak merugikan orang terutama hawa. Kamu juga menyelewengkan hukum. Sekarang, nikmati hidupmu, Herlan. Sebelum aku menjebloskanmu ke jeruj

  • GADIS 100 KG   Bertindak

    “Mixue?“Adeera yang tengah fokus pada layar komputer, terbelalak seketika saat sebuah cup dingin tiba-tiba menyentuh pipinya. Dengan cepat, ia mendongak dan memutar bola mata melihat Elang tersenyum cengengesan.“Dasar Jahil!“ umpatnya dengan bibir mengerucut.“Cepat ambil, mumpung masih dingin,“ kata Elang.Adeera terdiam sesaat. Memandangi eksrim itu dengan sudut bibir yang berkedut.“Ini buat aku?“ tanyanya. “Bukan, tapi buat kelinci!“ Elang menjawab ketus dan asal.Adeera sontak melotot dan merebutnya dengan segera.“Sayang banget kalo buat kelinci,“ katanya sambil mencicipi eskrim asal negeri Thailand itu.“Enak banget, dingin seger,“ katanya sambil memejamkan mata dan tiba-tiba saja bayangan Elang melintas di pikirannya.Ia ingat betul lelaki itu sering membawakan minuman serupa untuknya. Sejurus kemudian, air matanya menetes. Rindu itu semakin tumbuh subur di dalam hatinya. Walau ada Airlangga sang bos, tapi tetap saja tak mengurangi kerinduannya pada Elang.“Hei, kok malah na

  • GADIS 100 KG   Bertemu Herlan

    “Sudah siap?“ tanya Adeera saat masuk ke ruangan Elang.“Sudah,“  jawab Elang sambil tersenyum tipis.“Hanya saja moodku lagi nggak baik,“ lanjutnya dalam hati.Hari ini mereka berdua ada agenda bertemu dengan klien baru yang bersinggungan dengan divisi Adeera.“Kamu kok kayak nggak semangat gitu?“ ujar Adeera sambil menatap wajah Elang yang tampak kuyu.“Emang nggak semangat. Klien yang ini sangat merepotkan dan manja. Modal sedikit aja banyak gaya. Pake pengen meeting di restoran mahal segala,“ jawab Elang sambil bangkit berdiri dan merapikan penampilan.“Harus semangat dong. Mereka punya banyak koneksi termasuk di bea cukai. Sayang banget kalau kita melewatkannya,“ sahut Adeera sambil tersenyum.“Iya, Ibu Adeera. Yaudah ayo!“Mereka pun langsung bertolak ke restoran di sebuah hotel bintang lima. Sepanjang perjalanan, mereka membahas rancangan pr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status