Keduanya akhirnya kembali saling menjauh. Kasih meneruskan kegiatannya meskipun dengan sedikit canggung. Bagaimanapun rasa gugup mendera, seumur hidup ini adalah pengalaman pertamanya sekamar berdua dengan seorang lelaki. Evan tampak cuek saja. Dia bergegas ke kamar mandi dan membawa pakaian gantinya dari dalam lemari. Tampak dia menyalakan water heater sesaat sebelum masuk. Hingga akhirnya guyuran shower yang terdengar dari dalam kamar mandi. Kasih yang sudah selesai membersihkan make up berdiri mematung. Bingung berada di ruangan asing ini. Kamar yang luas dan rapi, nuansa kamar yang dominan putih membuat kesan lapang semakin kuat. Tak berapa lama, Evan keluar dari kamar mandi sudah berganti dengan kaos oblong dan celana pendek. Dia pun menoleh pada Kasih yang masih terduduk pada sofa dan memainkan gawainya. “Belum tidur?” tanya Evan seraya duduk pada sofa, berjarak hanya beberapa jengkal saja dari istrinya. “Ahm, belum solat isya! Kamu sudah, Mas?” Kasih berdiri dan berjalan m
Semua sudah berkumpul. Stevani dan Vania berjalan bersisian. Stevani lagi-lagi menebak-nebak apa yang akan disampaikan. Namun Vania tak acuh, hatinya masih sangat kacau apalagi hari ini Reyvan tak masuk. Di aula utama, akhirnya semua berkumpul dengan penuh suka cita. Rupanya Tuan ingin memperkenalkan langsung Evan dan Kasih pada seluruh Karyawan. Semua mata tertuju pada pasangan pengantin baru yang tak lepas mengumbar senyuman.Tuan Gasendra mengumumkan jika hari ini, sebagai bukti kebahagiaannya. Akan dibagikan voucher belanja untuk seluruh karyawan yang sudah bisa diambil di bagian GA setelah pulang kerja. Semua bersorak, suka cita dan bahagia kecuali satu orang yang hatinya penuh dengki, iri dan rasa tersaingi---Vania.Deretan kursi yang sudah disiapkan oleh tim GA dan helper sudah penuh terisi. Beberapa karyawan yang tertinggal tampak berlarian dari lorong-lorong yang terhubung dan memburu pintu aula. Semua saling berbisik, apalagi yang kemarin belum sempat hadir pada perhelatan
“Hallo, Van! Pulang kerja ikut Papa.” Dia berbicara melalui internal telepon. “Ke mana, Pah?” “Ke hotel sehati.”“Untuk?” “Tante Niki mau ketemu.” “Ck, dia lagi. Kenapa sih, Papa masih saja-” “Sssst! Papa ajak kamu karena Papa gak ingin kesalahpahaman terjadi lagi.” “Ok!” Evan menutup gagang telepon dan tersenyum hambar. Dia duduk dan kembali berkutat dengan pekerjaan yang hari ini baru digelutinya. Sementara itu, Kasih yang sudah mulai bosan berada di ruangan. Dia berjalan-jalan berkeliling, tetapi para temannya waktu kerja di helper, bahkan segan ketika dirinya sekadar menyapa pun. *** Kasih duduk di samping Evan. Keduanya tengah menuju hotel sehati seperti yang disampaikan Tuan Gasendra. Sementara itu, sang ayah berangkat dengan mobilnya sendiri juga ke sana. “Mau ngapain sih, Mas?” Kasih menoleh pada Evan. “Lo, eh kamu ikut saja. Sekalian mau cari kamar buat bulan madu gak?” Evan tersenyum ringan dan mengerling pada sang istri.“Bulan madu? Gak salah?” Kasih mengedik la
"Evelyn! Tunjukkan pada keluargaku seperti apa busuknya perempuan ini!” titah Syahnaz dengan anggun. Perempuan yang dipanggil Evelyn itu mengeluarkan sebua tablet dari tas yang diselempangnya. Lalu dia mulai membuka layar dan menunjukkan pada semua orang yang ada di sana. Dia menunjukkan beberapa capture percakapan antara Niki dengan seseorang yang tampak tengah membuat sebuah rencana untuk menjebaknya. Kedua bola mata Niki membulat, bahkan dia mundur beberapa langkah dan hampir terjatuh ke belakang. “Dia tak suka aku kembali, Mas! Wajah lugunya yang membuat kamu selalu mengasihi dia sebagai mantan adik yang paling setia hanyalah tipuan. Iniliah dia yang asli. Dia ingin kembali menyingkirkanku lagi.” Syahnaz menuruni anak tangga. Wajah Niki tampak pucat. Dia tak menyangka jika perempuan yang dulu begitu mudah di provokasi kini sudah berubah. Syahnaz tersenyum ringan dan dia pun mendekat. “Apa kamu mau menyampaikan pembelaan?” Syahnaz mendekat pada Niki.“Mbak gak bisa nuduh aku g
Gasendra menatap istri dan anak menantunya yang baru saja turun dari mobil. Ada helaan napas berat yang dia hembuskan. Dia pun mengusap wajah sebelum akhirnya melangkah pada ketiga orang yang menuju ke arahnya yang tengah duduk sendirian di teras rumah. “Papa mau bicara, Mah!” tukasnya pada Syahnaz yang berjalan menggandeng Kasih. “Kalau kamu cuma mau membela wanita itu, gak usah dibahas sekarang, Mas. Jangan rusak momenku dengan menantuku. Kami tengah merencanakan hal menarik setelah ini!” Syahnaz menatap Gasendra. “Bukan, aku tak akan membahas soal Niki. Aku mau bahas soal kita.” Gasendra menatap penuh harap. Perempuan keras yang ada di depannya itu mau memberinya waktu. Syahnaz menoleh pada Kasih. Dia menepuk pundak menantunya itu. “Sayang … besok kita bahas lagi terkait kelas music untuk kamu itu, ya! Mama pasti carikan instruktur terbaik buat kamu!” tukasnya seraya tersenyum lembut.“Baik, Mah. Makasih, ya!” tukas Kasih seraya menatap hangat perempuan yang membuatnya merasa
Niki menatap Hangga yang baru saja mematikan ujung rokoknya. Lelaki itu tersenyum lalu mengulurkan tangan pada perempuan dengan wajah ditekuk di depannya. “Ayolah … kamu jelek kalau cemberut!” kekeh Hangga seraya menjawil dagu belah yang selalu memabukkannya itu. “Aku gak nyangka perempuan itu pintar sekarang.” Niki berdecak. “Karena kamu sudah tahu, maka sebaiknya ke depan lebih berhati-hati, apalagi kalau dia sampai mengendus hubungan kita. Bisa-bisa kejadian dulu waktu kamu menjebaknya denganku akan kembali dia ungkit dan dibongkar pula,” tukas Hangga seraya menyandarkan tubuh pada sofa. “Kapan sih kamu mau meresmikan hubungan kita, Sayang? Aku kalau sudah resmi jadi Nyonya Hangga gak perlu lagi menanti nafkah dari Gasendra.”Niki mendelik. Lelah juga sebetulnya menjalin hubungan yang tanpa kepastian. Memang dirinya yang salah, dulu mendekati Hermawan yang dikiranya adalah adik kandung Gasendra dan sama-sama memiliki waris untuk mega perusahaannya. Namun seiring berjalannya wakt
Acara makan malam tersebut diluar yang Kasih bayangkan. Benar yang Evan katakan, dua biduan cantik dengan pakaian seksi disediakan oleh pihak hotel. Pakian dengan belahan dada rendah dan rok di atas paha tersaji di sana. Bahkan senyuman dan sikap mereka begitu lemah lembut. Beberapa kali dirinya melirik dua biduan yang ditugaskan untuk mendampingi suamia dan ayah mertuanya mencuri-curi pandang pada Evan yang sibuk menikmati makanan. Kasih mendelik sebal. Rasanya ingin segera keluar dari ruangan tersebut. Berulang kali dia menginjak kaki Evan, tetapi suaminya tak peka apa yang dia inginkan. Hanya bertanya kenapa? Mau apa? Gak mungkin juga terang-terngan minta pulang. Akhirnya dia memutar otak dan menemukan cara yang dirasa cukup efektif juga.Hoek hoek!“Sayang!” Evan terkejut dan mengusap-usap punggung sang istri, tetapi ketika melihat sudut mata Kasih yang mengerjap, Evan paham. Dia pun menatap ayah dan kliennya yang tampak menatap terkejut ke arah mereka. “Mohon maaf, istri saya
Kasih pun mengekor sang suami yang berjalan lebih dulu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku dan berjalan menunduk. Kasih diam-diam mencuri-curi pandang, beruntung sekali andai pernikahannya memang untuk selamanya. Evan tak sekaku ketika awal berkenalan, sikapnya lebih cair dan cenderung usil sekarang. Terus terang, hal tersebut menorehkan arti tersendiri dalam kehidupan Kasih yang sebelumnya terbuang. Mereka mengucap salam, tak berapa lama terdengar jawaban dan pintu dibukakan. Kasih mencium punggung tangan Ayah diikuti Evan. Lalu mereka bergabung dan duduk di ruang tengah. Alam pun sudah ada di sana. “Gimana kronologisnya sampai Mbak Vania hilang, Yah? Aku lihat mobilnya masih ada. Apa dia diculik atau memang pergi dari rumah karena ada malasah?” tanya Evan ketika mereka sudah duduk bergabung dengan Ibu yang masih saja menunduk sambil terisak. “Kami memang tadi pagi ada acara, Vania sejak kemarin pulang kerja hanya mengurung diri dalam kamar, lalu memang akhir-akhir ini dia m