Share

Bab 4

"Hei, kamu! Ternyata ke sini." Rey ternyata mencari keberadaan Bianca. Dia menarik satu kursi lalu duduk beseberangan.

"Kamu, beneran tadi nolak ajakan bercinta dari Kak Danish?" telisik Rey. Bianca menatap laki-laki di depannya.

"Hei, aku gak kenal kalian itu siapa. Yang jelas kalian pasti ada hubungannya sama si Bandot tua itu."

"Bandot tua?" Kening Rey mengerut.

"Itu, orang yang menjualku sama kakak kamu," jawab Bianca polos.

"Apa? Kamu dijual? Wah gawat, berarti kamu harus melayani Kak Danish seumur hidup," ucap Rey mendekatkan wajahnya ke arah Bianca.

"Apa? No way! Buat aku, penghulu dulu baru tempat tidur!" jawab Bianca tegas.

"Lah, bapakmu juga sadis amat jual anak sendiri."

"Dia cuman bapak tiri. Orang yang tidak punya otak," jawab Bianca.

"Hahaha, kamu gadis pemberani ternyata."

"Tidak, aku justru penakut jika sudah berurusan dengan Bandot Tua itu. Aku takut karena ibuku sangat mencintanya." Bianca mengembuskan napas kasar.

"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan dengan Kak Danish?" Rey menatap lekat gadis itu.

"Entahlah, mungkin aku akan memintanya pekerjaan untuk melunasi uang yang sudah diambil oleh ayah tiriku," jawab Bianca gamang. Rey mengangguk pelan.

"Kak Danish itu orang yang baik, kok. Cuman dia memang ... doyan main perempuan," ujar Rey lirih.

***

Malam tiba, seorang pelayan menyampaikan jika Bianca diminta Danish menemuinya di ruang kerja. Tak punya pilihan, gadis itu pun menurut.

Ragu, Bianca mengetuk pintu itu pelan.

"Masuk!" Terdengar perintah dari dalam. Bianca membuka pintu itu perlahan. Rasanya seperti seekor ayam yang akan masuk ke sarang musang.

Bianca ragu-ragu melangkah. Danish mengangkat wajahnya dari buku yang dia baca. Bianca berdiri kaku. Dia benar-benar merasa kikuk diperhatikan seperti itu.

Danish bangkit dari kursinya. Dia mendekati gadis yang tampak gemetar.

"Kau begitu berani menolak keinginanku!" ucap lelaki itu seraya mengangkat dagu Bianca. Pandangan mereka bertemu.

"Kau tau? Tyo sudah menjualmu padaku. Jadi sekarang, aku berhak menikmati tubuhmu kapan pun aku mau." Danish berbisik di telinga Bianca, membuat gadis itu merinding seketika.

"Jangan coba-coba! Atau aku akan menendang selangkanganmu seperti pagi tadi!" jawab Bianca menggertak. Danish tertawa sinis. Tangannya terangkat, lalu mencengkeram wajah mungil itu.

"Kau tau? Tidak pernah ada perempuan yang menolakku," lirih Danish dengan tatapan nyalang. Bianca membalas tatapan itu dengan tak kalah nyalang.

"Dan kau juga harus tau, kalau aku bukan perempuan-perempuan itu!"

"Benarkah?" Danish makin mendekatkan wajahnya. Wajah Bianca memerah seketika.

"Prinsipku, penghulu dulu, baru tempat  tidur!" ucap Bian tepat di muka Danish. Tawa Danish meledak.

"Jadi, maksudmu aku harus menikahimu dulu, begitu?" tanya Danish.

"Kau pikir, kau siapa ingin menjadi istriku? Masih banyak wanita yang lebih baik darimu yang bisa kujadikan istri." Mata Danish melotot seakan menahan amarah. Bianca membalasnya dengan senyuman hambar.

"Kau pikir aku mau menjadi istrimu, Tuan? Kau salah besar. Aku sama sekali tidak pernah berpikir memiliki seorang suami yang sudah dicicipi banyak perempuan. Membayangkannya saja aku jijik!" balas Bianca. Danish menyeringai lalu sedikit menjauh dari gadis itu.

"Sudahlah, Tuan. Kita tidak perlu membahas lagi soal tempat tidur. Aku sama sekali tidak tergoda seperti perempuan-perempuan yang kau sebutkan tadi.

"Aku bersedia menemuimu, karena aku ingin membicarakan uang yang sudah diambil bandot tua itu." Bianca meghentikan ucapannya. Kening Danish mengerut.

"Bandot tua? Tyo maksudmu?" Danish kemudian tertawa hambar.

"Aku bersedia bekerja padamu, sampai hutang bandot tua itu lunas," ucap Bianca percaya diri. Danish kembali mendekat.

"Dengan bekerja padaku, kira-kira berapa lama kau bisa membayar utang sebesar lima ratus juta." Ucapan Danish membuat mata Bianca terbelalak.

"Li-lima ra-tus ju-ta?" tanya Bianca meyakinkan diri. Danish mengangguk.

"Ta-tapi, kemarin lintah darat itu menagih utang, lima puluh juta saja," gumam Bianca. Rahangnya mengeras menahan emosi yang meluap. Danish kembali mendekat.

"Karena itu, sebaiknya kau layani saja aku di tempat tidur agar masalah ini cepat selesai," lirih Danish mencoba memeluk gadis itu.

"Jangan harap!" teriak Bianca kemudian kembali menendang lelaki di depannya. Danish meringis menahan ngilu.

Bianca tidak menyia-nyiakan itu. Dia segera berlari ke luar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status