Share

Bab 3

Pagi hari saat Bianca hendak berangkat kerja, di depan rumahnya susah terparkir sebuah mobil. Tyo dengan seringai khasnya menunggu di halaman. Lelaki itu menjegal langkah Bianca yang hendak melewatinya. Tangan keriputnya menarik tangan gadis itu.

"Lepaskan!" bentak Bianca. Laki-laki itu kembali menyeringai menunjukkan giginya yang kuning karena kopi dan rokok.

"Kau tidak akan ke mana-mana, gadis bodoh. Kau akan ikut denganku sekarang," ucapnya lalu menarik Bianca masuk ke dalam mobil. Setelah itu Tyo memerintahkan sang sopir segera menjalankan mobil. Sekuat tenaga Bianca melawan, tetapi akhirnya kalah dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Tubuh mungil itu pun terkulai lemas.

Satu jam kemudian, Tyo sudah sampai di kediaman Danish. Sekuriti sepertinya sudah mengenali siapa yang datang. Dia langsung membuka gerbang tanpa diminta.

Tyo dibantu sang sopir langsung membopong tubuh Bianca ke dalam rumah itu. Diantar sekuriti itu, mereka akhirnya mengempaskan tubuh Bianca di hadapan sang Tuan.

Senyum terkembang di bibir Tyo saat Danish memberinya sebuah cek dengan angka yang membuat matanya terbelalak.

"Terima kasih Tuan Danish. Sekarang dia menjadi milikmu." Tyo mundur dan meninggalkan putrinya untuk menjadi mangsa sang Tuan.  

Sepeninggal Tyo juga anak buahnya, Danish bersandar ke tembok sambil memandangi wajah polos gadis itu. Sebuah gelas berkaki panjang dengan wine dalam genggamannya sesekali dia goyangkan.

Setengah jam berselang akhirnya Bianca mulai sadar. Dia melihat sekeliling. Asing. Keningnya mengerut. Kepalanya masih terasa berat.  

Sebuah deheman membuat Bianca menoleh.

"Kau sudah sadar?" sapanya lalu mendekat ke arah ranjang

Bianca berusaha bangkit. Namun, kepalanya terasa sakit. Bianca kembali berbaring.

"Si-siapa kamu?" Bianca balik bertanya. Bukan sebuah jawaban yang Bianca dapat, tapi lengan lelaki itu meraih lehernya. Sebuah ciuman panas mendarat di bibirnya.  Bianca terdiam sejenak karena kaget.

"Hei, kau mencuri ciuman pertamaku!" jerit Bianca seraya mendorong tubuh lelaki itu. Lelaki itu tersenyum sinis.

"Jangankan sebuah ciuman, bahkan tubuhmu sekali pun aku berhak menikmatinya sekarang. Ayahmu sudah menjualmu padaku," ucap lelaki itu kembali mendekat.

"Berhenti! Atau aku akan menjerit," sergah Bianca yang membuat Danish tersenyum kecut.

"Bianca ... Bianca. Kau pikir kau ada di mana? Ini rumahku. Tidak ada satu pun yang berani melawanku." Danish semakin mendekat. Bianca dengan sigap menendang selangkangan lelaki itu saat mencoba mengungkungnya.

"Aowww!" Danish tanpa sadar berteriak karena terkena tendangan Bianca. Lelaki itu bangkit sambil memegangi senjatanya yang terkena tendangan.

Tok! Tok! Tok!

"Kak Danish ... Kak ... kamu baik- baik saja?" Terdengar suara seorang laki-laki dari luar.

"Pergi! Jangan ganggu!" teriak Danish sambil meringis merasakan sakit yang teramat ngilu.

"Tapi kamu menjerit barusan. Tolong buka pintunya!" Suara itu terdengar kembali. Danish melirik ke arah Bianca. Tatapannya terlihat marah.

Danish kemudian membuka pintu. Terlihat di sana seorang lelaki tampan yang lebih muda sedang terbengong melihat ada seorang gadis di atas ranjang.

"Kalian sedang ...? Sorry aku ganggu ya, Kak. Soalnya biasanya kalau kamu bawa cewek ke rumah, aku cuman bisa denger desahan kalian. Nah barusan aku denger jerit kesakitan."

Lelaki muda itu masuk ke kamar sambil menatap Bianca.  Danish memperhatikan dari tempatnya berdiri.

"Atau permainanmu begitu hebat hingga Kak Danish menjerit?" tanya Rey pada gadis itu. Bianca tergagap. Dia malah merasa jijik setelah mendengar ucapan adiknya Danish.

"Apaan sih? Kakak kamu itu barusan mau perkosa orang," jawab Bianca dengan mata mendelik.

"Apa? Dia mau perkosa? Oh my Gosh! Gak mungkin. Yang ada cewek-cewek pada antri mau kencan sama Kak Danish." Rey kemudian menatap sang kakak yang menyugar rambut  gondrongnya. Lelaki itu melengos mendapati tatapan adiknya.

Bianca bangkit dari ranjang dan melangkah menuju ke luar.

"Hei, kau jangan coba-coba melarikan diri!" teriak Danish. Rey menatapnya dengan mimik wajah yang aneh. Sementara Bianca tetap melangkah tak menghiraukan.

"Aku tidak mau berada satu ruangan dengan laki-laki mesum seperti kalian," ujar Bianca.

Keluar dari kamar, Bianca melangkah menuju ke bagian belakang rumah. Di sana ada beberapa pelayan berseragam  sedang membersihkan rumah. Semakin ke belakang, Bianca mencium aroma masakan yang begitu menggugah selera. Dia menghampiri dua orang koki yang tengah sibuk memasak.

"Hai, kalian sedang masak apa?" tanya Bianca sambil tersenyum manis. Kedua koki itu melirik sekilas.

"Anda siapa, Nona? Jika ingin makan, silakan tunggu di ruang makan."

"Aku duduk di sini, saja," jawab Bianca kemudian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status