Share

Bab 5

Bianca duduk termenung di kursi taman, memandang air mancur yang jatuh ke kolam dengan ikan koi di dalamnya. Gadis itu merasa bingung, antara ingin pulang karena rindu sang ibu, juga rasa jijik mengingat kelakuan sang ayah tiri.

Rambutnya yang tergerai, sesekali melambai tertiup angin. Sebagian menutupi wajahnya yang cantik meski tanpa make up.

"Hei!" Sebuah suara menyadarkan lamunannya. Biancaca menoleh. Rey tersenyum sebelum mengempaskan tubuh di samping Bianca.

"Kenapa melamun?" tanya Rey sambil menatap gadis yang memandang kosong ke arah kolam.

"Aku ingin pulang, tapi ... bandot tua itu pasti akan menyerahkan aku lagi pada kakakmu. Jika aku kabur, kakakmu pasti tidak akan tinggal diam." Bianca menghentikan ucapannya lalu menoleh pada pemuda di sampingnya.

"Pilihanku hanya satu, aku harus bekerja pada kakakmu untuk melunasi hutang ayahku. Bukan demi dia, tapi demi ibuku." Bianca menghela napas panjang. Seolah ada sebuah beban berat di pundaknya.

"Kamu gadis yang kuat, Bianca. Aku akan bujuk Kak Danish agar mau mempertimbangkan permintaanmu. Seperti yang aku bilang, dia itu orang yang baik. Tapi, dia agak tertutup dan suka main perempuan.

"Dia orang yang baik, tapi bukan laki-laki baik. Sudah banyak perempuan yang jatuh ke pelukannya."

"Kecuali aku," potong Bianca.

"Ya, kamu memang berbeda, Bianca. Yang aku lihat, cuma kamu perempuan yang berani menolak Kak Danish. Biasanya perempuan-perempuan itu dengan senang hati berkencan dengan kakakku."

"Hei, ngomong-ngomong soal berbeda, apa benar Tuan Danish itu kakakmu? Kenapa kalian berbeda? Dia memiliki tubuh tinggi atletis dengan wajah seperti orang asing, kenapa kamu justru tidak tampak seperti itu?" tanya Bianca seraya melirik ke arah Rey. Pemuda itu tersenyum sekilas.

"Pasti beda, karena ibu kami berbeda. Ibuku orang Indonesia asli, sedangkan ibu Kak Danish berasal dari  Turki."

"Oowh, jadi kalian hanya satu ayah?"

"Yes, tepat sekali. Tapi itu tidak menyurutkan kedekatan kami. Ibunya Kak Danish meninggal dalam suatu kecelakaan, lalu Ayah menikah lagi dengan ibuku. Setelah itu kamu pasti bisa menebaknya 'kan? Kak Danish dibesarkan oleh ibuku,"  jelas Rey.

"Kalian satu ayah, beda ibu, tapi bisa saling menyayangi. Tidak seperti aku dan adikku, Anis, kami tidak pernah cocok. Dia selalu dimanja oleh ayahnya. Sedangkan aku ... selalu jadi kambing hitam," ujar Bianca lirih. Matanya kembali menatap kosong ke depan.

"Kamu kambing hitam? Seputih ini masih merasa jadi kambing hitam?" goda Rey dengan tawanya yang renyah.

"Dih, kamu. Gak tahu peribahasa." Bianca mendelik. Rey masih saja terkekeh.

"Kamu ini, nyebut ayah kamu dengan bandot tua, terus nyebut diri sendiri dengan kambing hitam. Jangan-jangan adik dan ibu kamu adalah domba wol." Rey kembali tertawa. Mendengar itu Bianca mencubit lengan pemuda di sampingnya. Rey meringis.

"Iihh ... gak lucu, tau!" umpat Bianca. Rey malah semakin terbahak.

Bianca bangkit hendak meninggalkan pemuda yang terus saja menggodanya. Menyadari itu, Rey segera memanggil.

"Hei, Bianca! Kak Danish sudah menyiapkan sebuah kamar untukmu di lantai atas. Dan sebentar lagi kita akan makan malam. Persiapkan dirimu secantik mungkin!" teriak Rey. Bianca mengacuhkan panggilan pemuda itu. Dia terus melangkah menuju ruang tengah.

Sesampainya di sana, Bianca merasa bingung harus berbuat apa.

"Duh, sepertinya aku butuh bantuan si Rey itu." Walaupun malas, Bianca akhirnya berbalik kembali ke taman.

"Hey, Rey! Bisa tolong tunjukkan kamarku?" pinta Bianca, dibalas cengengesan dari mulut Rey.

"Tadi, saja, kau tidak mau mendengarku. Ah, baiklah. Ayo kuantar ke sana," jawab Rey yang bangkit dari duduknya.  

"Ngomong-ngomong, ke mana kakakmu?" tanya Bianca sambil memindai sekeliling.

"Dia ... pergi tadi. Ada urusan penting, katanya. Sebentar lagi juga dia pulang untuk makan malam. Kenapa? Kamu kangen?" goda Rey.

"Ish, apaan, sih. Justru aku bersyukur kalau dia tidak ada di sini. Pikirannya mesum terus."

Mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna putih.

"Kamu beneran, gak suka sama Kak Danish?" tanya Rey sebelum membuka pintu.

"Lelaki mesum macam itu? Oh come on, aku tidak akan pernah tertarik. Yang ada, aku mual melihatnya," jawab Bianca seolah mau muntah. Melihat itu, Rey tertawa pelan.

"Sepertinya pamor Kak Danish mulai menurun. Ok, silakan kamu bersiap. Aku pergi dulu, ya. Bye!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status