Grace dan Kevin terlihat bahagia dan sangat menikmati kebersamaan yang dilewati, Kevin menemani Grace ke sebuah taman hiburan. Grace tak pernah luput dari pandangan Kevin, ke mana dia melangkah, tatapan matanya akan selalu mengikuti Grace.
“Grace,” panggil Kevin.
Grace yang sedang bercanda dengan seorang anak kecil, menoleh ke arah Kevin. Sungguh, mau berpakaian seperti apa pun, pemuda di hadapannya ini benar-benar terlihat menarik. Belum lagi pembawaan Kevin yang selalu membuat hati Grace merasa tenang. Tatapan matanya yang begitu teduh, tutur katanya yang sopan, sikapnya yang manis, dan lembut selalu berhasil membuat hati Grace bergejolak.
“Ya, ada apa?”
“Hmmm, kemari, aku ingin memberimu sesuatu,” sambung Kevin, meminta Grace mendekat. Ada sesuatu yang memang sudah dipersiapkan Kevin untuk Grace sejak beberapa hari sebelumnya.
“Apa yang kau sembunyikan di belakang tanganmu?” tanya Grace ketika melihat satu tangan Kevin berada di belakang pu
Okay, Ethan sudah terlalu muak dan mual berasa di dalam pesawat selama puluhan jam belum lagi dia harus transit dan menunggu lagi di ruang tunggu, kepalanya terasa sakit, dan pada akhirnya dia pun sampai di kota tercinta. "Sepertinya... Aku tak akan langsung ke rumah besar yang tampak seperti sangkar buatku, hmmm...," ujar Ethan sambil tersenyum penuh arti. Sebetulnya, Ethan malas kembali ke rumah itu, tapi ada rasa rindu untuk kembali dan bertemu dengan Edward—adik satu-satunya—untuk melihat seperti apa keadaan Edward sekarang. Ethan memanggil taksi, dan meminta pengemudi itu mencarikan hotel untuknya, padahal kalau dipikir-pikir untuk apa dia menyewa hotel, sedangkan kedua orangtuanya memiliki banyak hotel yang tersebar di daerah itu. Entahlah apa pikiran anak orang kaya satu ini. * Grace baru saja selesai berbelanja beberapa keperluan dari Walmart, dan waktu dia di sana hanya tinggal satu minggu, seandainya saja dia
Seorang pria berjas hitam tergesa-gesa memasuki pintu rumah Edward, kemudian beranjak naik ke lantai dua menuju kamar di mana Edward berada. Dia mengetuk pintu kamar beberapa kali namun masih belum juga menerima jawaban. Tadi siang Mr. Jason memberitahukan perihal kedatangan Ethan, dan memintanya memberitahu Edward. "Masuklah," jawab Edward menanggapi ketukan dari luar pintu. "Tuan Ed, Ethan akan segera kembali dari Inggris ke Detroit, saat ini menurut kabar, dia masih dalam perjalanan" ujar pengawal Edward. Edward menoleh dan menjawab dengan agak malas, "Ah, maksudmu, kakakku kembali bersama calon istrinya?" "Bukan, tapi sendiri. Karen telah membatalkan pernikahan, Mr. Jason memintanya kembali, dan Ethan memutuskan untuk kembali tinggal bersamamu." “Membatalkan pernikahan? Kenapa bisa batal, setahuku Ethan sangat mencintai Karen. Kalau benar Ethan sudah membatalkan pernikahannya, berarti dia mampu melakukan seg
“Hah, memangnya aku peduli? Aku tak peduli berapa harga mawar itu, aku tak peduli berapa harga dirimu, yang aku tahu ... aku tak suka melihatmu di sini!” Ethan memajukan wajahnya sedikit lagi sehingga hidung keduanya saling bersentuhan, dia tak tahu betapa Grace merasa jantungnya ingin melompat keluar dari tubuh karena kelakuan Ethan padanya, dia benar-benar tak bisa berkutik, Ethan menguncinya dengan ketat, tak ada ruang untuk bergerak melepaskan diri. “Grace, kau membawa kawanmu?” Tiba-tiba Mrs. James membuka pintu dan keluar, dia terlihat begitu senang melihat kehadiran pemuda ganteng yang bersama Grace, Mrs. James mengira dia adalah kawan Grace. “Nenek, dia—“ “Senang bertemu Anda, saya adalah kawan—“ Ethan melepas kedua tangannya kemudian melirik Grace, dia belum tahu nama gadis yang dikejarnya daritadi. “Grace?” tanya Mrs. James. “Ya, saya kawan dari Grace, Anda terlihat menarik sore ini, perkenalkan ... saya Ethan,” ujar Ethan se
Ethan mengempaskan tubuh ke atas kasur, hari itu dia benar-benar merasakan lelah yang teramat sangat, tapi ada rasa senang di hatinya. “Gadis itu sedikit aneh, serampangan, tapi unik. Karen tak seperti dia yang selalu menuruti segala kemauanku, tak pernah membantah, tapi gadis itu selalu membantahku, dia memiliki karakter sendiri yang bisa membuat siapa pun tertarik padanya, hmmm ...,” ujar Ethan berbicara sendiri seraya menatap langit-langit kamar. Ethan melirilk jam yang berada di telepon genggam, dilihatnya sudah hampir pukul setengah tujuh malam, dia sudah berjanji akan menemani Grace pergi ke pesta perayaan hari jadi Keluarga Steward, dia tak ingin membuat wanita tua itu menjadi kecewa jika dia tak datang atau sampai terlambat. Ethan membuka koper, dan memilih beberapa pakaian formal, entahlah ... dia sendiri tak paham kenapa dia menuruti wanita tua itu, padahal dia bukan siapa-siapa Grace dan baru saja saling mengenal dalam waktu beberapa jam, tetapi wa
Valerie memesan sebotol champagne, dia memerhatikan Kevin sejak tadi, sepertinya Kevin tak bergairah sama sekali meski saat ini sedang berhadapan dengannya. Kevin lebih banyak diam, tak mengatakan sesuatu apa pun, dan membuat canggung keadaan. “Kev,” panggil Valerie pelan. “Ya?” jawab Kevin. “Apa kau merindukanku?” “Tentu saja,” jawab Kevin dengan nada datar, dia terlihat sangat dingin di hadapan Valerie saat itu. “Ehmmm, aku menginginkannya,” ujar Valerie tersipu. “Menginginkan cumbuanku?” “Ya, apalagi?” Kevin mendekati Valerie di sofa dan duduk di samping Valerie, “Katakan kau mencintaiku, Valerie,” pinta Kevin dengan nada memelas. “Aku menyukaimu, Kevin,” kata Valerie sembari menarik kerah baju Kevin untuk mendekat, lebih dekat ke arahnya. “Bukan, bukan rasa suka, aku ingin kau bisa mencintaiku,” balas Kevin. Valerie menarik kepala Kevin, Kevin memejamkan kedua matanya, bisa dirasakannya bibir
Valerie menyambar sebuah handuk di atas kursi, membalut tubuhnya, kemudian mengejar sosok Kevin yang sudah berjalan menuju pintu. Valerie menahan tubuh Kevin dengan mendekapnya dari arah belakang, membuat langkah Kevin terhenti. “Kau tidak seperti Kevin yang kukenal, “ ujar Valerie dengan lirih. Kevin menundukkan kepalanya, tak tahu apa yang ingin dikatakan, “Aku tak memiliki alasan tepat untuk kujelaskan, Val.” “Apa karena gadis itu?” tanya Valerie. Pertanyaan Valerie membuat Kevin terpaku diam, tak mampu menggerakkan kedua kakinya untuk melangkah lebih jauh, bagaimana Valerie bisa tahu mengenai Grace? Siapa yang sudah mengatakannya kepada Valerie? “Darimana kau bisa mengatakannya?” “Aku sudah tahu semuanya, Kevin, meski kau tak mengatakan apa pun.” “Katakan padaku, siapa yang memberitahumu?” “Edward,” jawab Valerie singkat. Kevin melepas kedua tangan Valerie yang melingkar di pinggangnya, ada amarah yang kini
Kedua lelaki yang tersisa dan masih sadarkan diri, bergerak mundur, tak ingin mengalami nasib yang sama dengan satu kawannya yang kini terkapar tak berdaya di lantai dengan wajah yang berdarah. “Kau gila?!” seru lelaki bertubuh kurus yang menghampiri Grace sebelumnya. “Iya, aku memang gila. Kau ... tak akan kubiarkan menyentuhnya sedikit pun, atau aku tak segan membunuh kalian semua,” jawab Ethan menahan sakit. Kursi jati yang menghantam tubuh bagian belakangnya benar-benar menyisakan rasa sakit yang teramat sangat, bagaimana tidak sakit, jika kursi itu sampai patah dan hancur tanpa bentuk karena menghantam tubuh Ethan. Akhirnya kedua lelaki itu berlari ke arah luar sambil mengumpat dengan kata-kata kasar, meningalkan salah satu temannya, Ethan, dan Grace di dalam ruangan. Ethan merasa sakit di punggungnya semakin menjadi, setengah merayap di lantai, dia berusaha mendekat ke arah sofa di mana Grace masih terbaring belum sadarkan diri. Setelahnya dia berhasil
Tubuh Grace terasa berat, membuat Ethan sedikit kelelahan, jarak antara rumah Keluarga Steward dan Mrs. James memang tak terlalu jauh, jadi dia memutuskan membopong tubuh Grace tanpa harus memanggil taksi, meski menahan rasa sakit di punggungnya, Ethan tetap bertahan, sekuat tenaga yang tersisa, dia berjalan dengan tertatih, berharap dapat segera sampai. Wajah Ethan dipenuhi keringat, tubuhnya sudah terlalu lelah, hampir tak ada lagi tenaga yang tersisa pada dirinya, tak lama kemudian, keduanya sampai di rumah Mrs. James. Ethan mengetuk pintu, dan Mrs. James membukakannya, raut wajahnya terlihat panik melihat keadaan Grace yang berantakan berada di dalam dekapan Ethan. Terburu-buru Mrs. James memersilakan Ethan masuk, dan memintanya meletakkan tubuh Grace di atas sofa. “Ethan, jelaskan padaku, apa yang terjadi pada kalian berdua, apa kalian berdua dirampok orang di tengah jalan atau—“ “Mrs. James ... kumoho ... jangan bertanya lebih banyak, setidaknya Grace—“