Share

Part 7

David dengan cepat menarik tangannya dari Pak tua. Lalu berdiri dan menghampiri Olivia. Silvia juga sama. Seperti melihat hantu, keduanya tampak memucat. Hingga para keluarga dan tamu menatap heran.

"Aku bisa jelaskan, Oliv." Suara David tercekat. Dia tampak menyesali perbuatannya. 

"Apa yang ingin kau jelaskan? Bahwa selama ini kalian menertawakanku dari belakang?" Olivia terlihat santai. Berusaha tidak berapi-api di hadapan mereka. 

Padahal hatinya kini remuk redam melihat sepasang pengantin yang belum sah itu.

"Olive, maaf...." David seperti tak mampu mengucapkan apa pun. "Silvia... hamil."

Olivia melirik Silvia yang tertunduk. Ingin sekali rasanya dia mencekik leher gadis itu. Dan juga membunuh David dengan tangannya sendiri. Selama berbulan-bulan Olivia menjaga dirinya dari pria itu. Dan David tak pernah memaksanya. Lalu kini dia bilang Silvia hamil. Benar-benar Olivia tak bisa mempercayainya.

"Kau yakin dia anakmu, David?" Olivia sedikit bermain-main dan berusaha mempermalukan keduanya.

"Apa maksudmu?!" Silvia tampak berang dengan ucapannya.

"Kau bertanya padaku? Kau tidak ingin David tahu apa pekerjaan sampinganmu?" Olivia menantang tatapan Silvia.

"Hentikan omong kosongmu, Olive! Pergi dari sini. Jangan mengganggu kebahagiaan kami. David sudah memilihku. Dan kau hanya iri."

Olivia memaksa tawanya dengan keras. Lalu menoleh ke arah David yang sama terkejutnya dengan ucapan kekasih yang dikhianatinya.

"Apa maksudmu, Olive?" David sedikit percaya. Karena dia menyadari saat pertama kali merasakan Silvia, gadis itu sudah tidak suci lagi.

Silvia mengaku bahwa saat masih remaja dia begitu polos. Hingga dengan mudahnya dimanfaatkan oleh kekasihnya yang lebih dulu berpengalaman.

Saking berhasratnya, David percaya begitu saja. Dia bahkan tidak tahu apa itu cinta atau bukan. Dia hanya khilaf dan berpaling dari Olivia karena Silvia kerap kali menggodanya. Hal-hal yang tidak pernah Olivia berikan, dengan mudah dia dapatkan dari Silvia. Hingga akhirnya rasa yang berkali-kali mereka lampiaskan berujung kehamilan.

David tak bisa mengelak. Namun tak punya keberanian mengaku pada Olivia. Jujur di lubuk hatinya yang paling dalam, dia ingin Olivia yang menikah dengannya.

Namun semua tak bisa berjalan sesuai dengan keinganannya. Anak yang dikandung Silvia butuh ayah. Dan yang dia tahu, Silvia hanya berhubungan dengannya.

Tak ada pilihan lain. Tak ingin menyakiti hati Olivia saat ini, dia melarikan diri bersama Silvia. Kelak jika keadaan sudah cukup tenang, dia akan kembali menemui Olivia dan meminta pengampunan.

"Kau sama sekali tak tahu apa pekerjaan Silvia? Atau kalian bersekongkol dan menikmati uangnya bersama?" Olivia menyeringai.

Gadis itu menikmati tiap inchi wajah Silvia yang ketakutan.

"Tutup mulutmu, Oliv. Kumohon pergilah. Biarkan aku bahagia." Silvia tampak memohon. Namun Olivia bisa melihat tak ada gurat penyesalan di wajahnya.

"Bahagia? Kau bahagia dengan semua ini?" Olivia lagi-lagi tertawa palsu.

"Katakan saja, Oliv. Jangan bertele-tele. Apa yang tidak aku tahu tentang Silvia." David merasa tidak sabar dengan ucapan Olivia. Berharap hal itu bisa membuat pernikahan yang tidak diinginkannya hari ini batal.

"Silvia seorang pelacur!" Olivia berkata dengan geram. " Dia menjual tubuhnya pada pria hidung belang melalui mucikari." Tatapan Olivia tampak berapi-api. Dia merasa puas telah berhasil melampiaskan amarahnya hari itu.

Semua orang ternganga. Orang tua David tampak sempoyongan menahan malu. Lalu terdengar bisik-bisik dari tiap tamu yang berkoloni.

"Apa yang kau katakan?" Mata David memerah. Tungkai kakinya melemah dan bergetar. Kata-kata Olivia sungguh di luar nalar dan tak pernah terpikirkan olehnya. 

Tadinya dia berharap Olivia hanya mengatakan kalau Silvia memiliki kekasih lain yang Olivia kenal. Dan anak yang dikandungnya bisa saja anak dari lelaki itu. Tapi sekarang, Olivia mengatakan kalau Silvia seorang pelacur. Bukan hanya satu, tapi puluhan, bahkan ratusan pria yang pernah tidur dengannya.

David benar-benar tidak menyangka.

"Pembohong!" Silvia histeris. "Kau jangan percaya, David. Aku tidak seperti itu. Ini anakmu. Olivia hanya ingin membuatmu ragu dan membatalkan pernikahan. Dia tidak terima kalau kau akan menikahiku, bukan dia!" Silvia menjerit histeris.

David masih ragu dengan pembelaan Silvia. Namun di sudut hatinya, dia mengaminkan ucapan gadis itu. Berharap Olivia jauh-jauh datang dan hanya ingin membatalkan pernikahan mereka. Lalu dengan semua kejadian ini, Olivia dapat menggantikan posisi Silvia untuk untuk menjadi istrinya.

"Kumohon pergilah, Oliv. Biarkan aku bahagia. Jangan ambil David dariku. Aku mencintainya." Silvia semakin meraung. Riasannya bahkan hampir luntur karena air mata memenuhi pipinya.

"Mengambil David?" Olivia kini berucap pelan dengan tatapan mengejek. Lalu mendekatkan wajahnya ke arah gadis itu. "Aku tidak akan memungut sampah sisa darimu." Kata-kata itu terdengar kejam. 

David masih bisa mendengarnya, namun dia hanya menunduk memahami kesalahannya.

"Lalu kenapa kau datang kemari dan menghancurkan semuanya?" Suara Silvia tampak melemah.

"Kau lupa? Kau masih membawa milikku yang berharga. Apa kau juga bermaksud merebutnya?" Olivia melirik kalung dengan liontin dari cincin giok berwarna hijau yang menggantung di leher Silvia.

"Ini?" Silvia memegangi benda yang baru sadar masih dipakainya. "Kau hanya ingin menjemput ini?"

Silvia meminjam kalung itu untuk memperindah penampilannya saat berpose terbuka demi melancarkan pekerjaan sampingannya. Dia menyesal karena tak segera mengembalikannya pada Olivia.

Andai saat itu dia langsung mengembalikannya, Olivia pasti tak akan sampai datang dan mengacau pada pernikahannya. 

"Kau hanya ingin kalung ini, kan? Suara pelannya tampak bersemangat. Seolah semuanya akan selesai usai Olivia menerima kembali miliknya. "Akan kukembalikan."

Silvia bergegas melingkarkan tangan ke belakang lehernya. Bersamaan dengan itu, wanita yang tidak lain ibunya David ambruk dan pingsan.

Semua orang terkejut dan langsung mengerumuninya. Termasuk David yang begitu merasa bersalah telah membuat ibunya harus seperti itu.

Silvia dan Olivia juga menoleh ke arah kerumunan. Kalung yang dipakai Silvia belum juga terlepas. Saat dia kembali menyentuh belakang lehernya, suara kaca terdengar dihempaskan ke lantai hingga berserakan.

Puluhan pria dengan setelan jas hitam masuk, dan mendominasi ruangan. 

"Semuanya keluar!" Salah seorang di antaranya berteriak hingga membuat orang-orang terkejut.

Wajah-wajah pria itu tampak garang, lalu mendorong orang-orang tidak berkepentingan untuk segera keluar. Beberapa di antaranya membantu wanita yang pingsan tadi hingga membuat semua orang terheran-heran. Termasuk keluarga David selaku pemilik rumah.

Pria-pria berjas hitam itu tidak peduli. Memaksa mereka hingga yang tersisa hanya Silvia dan Olivia menghadapi orang-orang tak dikenal itu.

Mata Olivia membesar saat melihat pria berbadan tinggi tegap berjalan menuju ke arah mereka. Olivia mengenalinya. Bahkan saat mata pria itu ditutupi kacamata hitam.

Dia itu....

                                  ~~~~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status