Setelah mengalami kecelakaan, dengan terpaksa Vellza harus dirawat di rumah sakit. Meskipun lukanya tidak seberapa, tetapi Alfa menginginkan pengobatan yang terbaik untuk Vellza dan bersikeras memaksanya tinggal.
“Kalau sakit, kenapa justru ngotot untuk ceoat keluar dari rumah sakit?”‘Ya, suka-suka gue, lah. Memangnya kamu siapa gue?’ ucap Vellza di dalam hatinya.Sementara itu Alfa yang baru selesai rapat, masih terlihat mimik wajah serius di sana sedang menatapnya tajam.“Kenapa diam? Masih suka menyanggah dan keras kepala?”Tentu saja hati Vellza bersungut-sungut akan hal itu. Bukannya kata sayang atau ucapan perhatian, ia justru mendapatkan tekanan batin.Beruntung Devon datang tepat waktu dan bisa mencairkan suasana. Alfa sebenarnya sangat khawatir pada Vellza, sayang ia tidak bisa berucap halus padanya. Apalagi beban pikirannya terlalu dalam dan tidak ada tempat berbagi sama seperti di saat Vellza sehat.Jika Vellza merasa uring-uringan karena AlfAlfa tidak menyangka jika neneknya sudah mengatur sebuah acara yang tidak masuk akal untuknya. Saat itu Alfa terpaksa datang untuk memenuhi perjamuan makan dengan Isabella dan juga nenek. Atas persetujuan Vellza, Alfa berangkat seorang diri. Tentu saja Vellza tidak mungkin ikut karena tidak ingin cemburu. Sementara itu Devon justru terkejut saat melihat Vellza berdiri di balkon sendirian. Tadi ia sempat mendengar percakapan Alfa dan Vellza sewaktu minta ijin datang ke apartemen Isabella."Hai ...."Vellza tampak menoleh dan tersenyum pada Devon. Lalu kembali menatap hamparan halaman rumah mewah Alfa. "Hai, juga. Tumben malam-malam ke sini?""Iya, tadi Alfa telepon gue buat datang ke sini khusus buat temenin lo.""Oh, ya? Semenyedihkan itukah diriku? Sampai harus ditemani?"Devon tidak menyangka jika Vellza berubah ketus padanya. "Huft, ya gak gitu juga konsepnya, Nona Vellza. Dibalik wajah angkuh Alfa, masih tersembunyi banyak kebaikan dan kasih sayang di sa
Merasa jika sakitnya sudah sembuh tentu saja membuat Alfa bahagia. Tanpa pikir panjang ia pun langsung menghubungi Devon asistennya untuk membahas acaranya dengan Vellza, sang istri kontrak.Sementara itu Devon sedang menikmati liburannya merasa terganggu, karena sang bos menelpon di saat yang tidak tepat. Ingin mengomel, tapi tertahan membuat Devon pasrah saat mendapatkan tugas dadakan dan di luar nurul dari Alfa.“Devon, kamu dimana?”“Sedang berenang, Tuan. Ada apa?”“Aku membutuhkan bantuanmu segera. Dengarkan baik-baik.”“Siap, Tuan.”“Devon, aku punya ide yang luar biasa untuk ….”“Untuk apa, Tuan?”“Merayakan pesta untukku bersama Vellza. Aku ingin momen ini menjadi sangat istimewa baginya. Bisakah kamu membantuku mewujudkannya?” “Tentu, Tuan. Apa ide yang Anda punya?” Alfa pun mendekatkan bibirnya ke ponsel, sekaligus memastikan jika tidak ada satu orang pun mengetahui percakapan anta
Setelah Alfa mengungkapkan perasaannya, kini justru Vellza yang merasa jika dirinya tidak pantas bersanding dengan Alfa. Alfa adalah seorang CEO kaya raya. Sementara dirinya adalah gadis miskin yang dijual untuk menebus hutang.“Bagaimana aku akan berdiri di samping Alfa? Jika dia bagaikan langit, sementara aku hanyalah butiran tanah. Terkadang menjadi becek dan dibenci karena mengotori sepatu kaum borjuis.”Vellza merasa sangat rendah diri saat ini. Wajahnya yang natural membuatnya semakin menarik diri dari Alfa.Di sisi lain Alfa sangat cemas karena istrinya belum juga turun. Beberapa kali Alfa tampak melihat jam tangan miliknya hanya untuk memastikan dan melihat ke arah tangga menuju ke kamarnya. Berharap Vellza segera turun dan mereka bisa pergi secepatnya. Namun, ternyata Vellza tak kunjung turun sampai saat ini. Seketika pikiran cemas seketika memenuhi kelapa Alfa. Membuat CEO muda itu ragu untuk naik dan menyusul sang istri, hanya untuk memastikan
Vellza tak pernah jika Alfa bisa memperhatikan dirinya sedetail itu. Hingga minuman pun harus diperhatikan sangat khusus. Alfa memang memperlakukan Vellza dengan sangat baik.Pikiran buruk yang semula memenuhi kepala Vellza kini sirna sudah. Nyatanya menikah dengan pria asing tidak seburuk bayangannya.“Alfa, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?”“Katakan, kamu mau tanya apa?”“Kenapa kamu mau membeliku saat ibu tiriku menjadikanku sebagai penebus hutangnya. Aku sempat berpikir jika ….”“Jika lelaki yang kamu nikahi adalah tua bangka dan akan segera meninggal sehingga dengan mudah kamu akan mendapatkan harta gono gininya?”“Hust, kamu ngomong apa? Maaf jika ucapanku tadi menyakitimu.”Alfa tampak tersenyum manis saat melihat Vellza kelimpungan. Apalagi merasa dia membuat dirinya marah. Nyatanya, Alfa bersikap biasa saja karena ia sudah mulai jatuh cinta pada Vellza.Tidak terasa perjamuan tersebut berjalan deng
Melihat sang istri sedang menyiapkan makanan, Alfa pun diam-diam mendekat dan mulai menyusupkan kedua tangannya ke sela-sela tangan dan berhasil memeluk tubuh ramping Vellza. Kepalanya pun ia sandarkan ke bahu sang istri.Aroma maskulin yang berasal dari tubuh Alfa membuat Vellza nyaman dan tidak berontak ketika sang suami bersikap mesra padanya.“Sedang apa istriku, Sayang?”“Buat sarapan dong. Bukannya kamu lapar?”“Sepertinya aku nggak salah milih istri, deh.”Vellza merasa sangat bahagia karena Alfa benar-benar membuatnya bahagia. Sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan selama hidup miskin, kini didapatkan setelah perjuangan panjangnya. Hidup bersama dengan ibu tirinya membuat Vellza banyak mendapatkan pelajaran hidup. Kehidupan dan status sosialnya kini sudah berubah. Semua kebahagiaan yang didapatkan kini justru berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan ibu tirinya.Semua keinginan Vellza, selalu dipenuhi oleh Alfa.
Apa penyebab Vellza tiba-tiba pingsan? Alfa yang panik segera menghubungi dokter terkait. Dia tidak ingin istrinya kenapa-napa. padahal Vellza pingsan karena kecapekan. ditambah lagi itu hari pertamanya haid.Alfa yang panik segera menghubungi dokter terkait karena ia tidak ingin istrinya, Vellza, mengalami masalah yang serius. Setelah menjelaskan kondisi Vellza kepada dokter, Alfa diberi tahu bahwa pingsannya Vellza kemungkinan disebabkan oleh kelelahan dan hari pertama haid yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah. Dokter menyarankan Alfa untuk memberikan istirahat yang cukup kepada Vellza dan memastikan bahwa ia terhidrasi dengan baik. Alfa merasa lega mendengar penjelasan tersebut dan segera memberikan perawatan yang dibutuhkan oleh Vellza. Beberapa hari kemudian, setelah Vellza pulih sepenuhnya, mereka berdua duduk bersama untuk membahas kejadian tersebut. Alfa menyampaikan kekhawatirannya dan berjanji akan selalu mendukung Vellza dalam menjag
Devon tidak menyangka jika saat ini ia memiliki pasangan. Akan tetapi sejujurnya ia masih belum siap karena ia tidak mau repot mengurusi perempuan yang belum pasti akan menjadi jodohnya.Devon duduk di meja kerjanya, sambil memikirkan ide yang tiba-tiba muncul dalam benaknya. Alfa, teman baiknya dan rekan kerja di perusahaan yang sama, melihat Devon dalam keadaan terdiam dan bertanya dengan ramah, "Kamu kenapa, Dev? Mikirin pacar kamu?" Devon terkejut dengan pertanyaan itu dan buru-buru menjawab, "Bu-bukan, saya baru memikirkan ide bagaimana kalau setiap karyawan yang mempunyai loyalitas tinggi pada perusahaan sebaiknya mendapatkan apresiasi lebih." Alfa mengangguk, menunjukkan ketertarikannya pada ide Devon. "Hm, sepertinya kamu memiliki ide yang bagus. Kamu boleh mencobanya." Devon merasa lega mendapat dukungan dari Alfa. Mereka berdua sering kali berdiskusi tentang perusahaan dan bagaimana meningkatkan kepuasan karyawan. Devon melanjutkan, "
Hari itu, suasana di kantor terasa berbeda. Para karyawan terlihat ceria dan penuh semangat. Mereka berkumpul di area pantry, saling berbicara dan tertawa. Keputusan rapat hari ini telah memberikan dampak yang positif bagi mereka. Devon, yang masih terpesona dengan kehadiran kekasihnya, Anna, tersenyum bahagia. Saat Devon sedang duduk di meja kerjanya, Anna tiba-tiba muncul dengan senyum manis di wajahnya. "Hai, sayang," sapanya sambil mencium pipi Devon. "Aku punya kejutan untukmu. Ayo, kita makan siang bersama!" Devon terkejut dan senang sekaligus. Dia segera menutup laptopnya dan mengikuti Anna ke luar kantor. Mereka berjalan berdua dengan tangan tergenggam, saling bercanda dan tertawa. Meskipun suasana kantor sedang ramai, mereka terasa seperti berada dalam dunia sendiri. Mereka memilih restoran favorit mereka, sebuah tempat yang tenang dan romantis. Meja mereka dikelilingi oleh bunga-bunga segar dan lilin-lilin kecil yang memberikan suasana yang in