Share

Rasa masakan ini

Aku memberanikan diri membalikan tubuh kebelakang. Pandanganku tepat beradu dengan pandangannya.

Brugg

***

"Argghh... hsss, kepalaku pusing sekali. Dimana aku?" Ku pijat plipis keningku. Ku edarkan pandangan menyapu ruangan yang tak asing bagiku. Kamar ini lagi? "Hah, mungkin memang takdirku hidup dan mati disini." Gumamku tak bertenaga.

"Kau ingin sekali mati?" Suara laki- laki yang tanpa kusadari tengah duduk di sofa memandangiku. Dia adalah laki- laki semalam. Dia pasti kaki tangan Xiloe. Dimana Lelaki Iblis itu? Untuk apa aku menayakannya.

"Siapa kau?" Tanyaku to the point.

Bukannya menjawab lelaki itu malah berdiri dan keluar kamar. Hih, dasar aneh. Tak berapa lama setelah lelaki itu pergi Rani datang. Seperti biasa menyiapkan sarapan dan air untuk mandi.

"Selamat pagi Nona Seira," sapanya dengan senyum manisnya.

"Pagi Rani," jawabku sedikit malas.

"Aku lapar Rani. Bisakah aku makan terlebih dahulu?" Ku tatap wajah gadis remaja itu, sedikit menunduk seperti merasa sedikit bersalah.

"Maafkan saya nona, semal...,"

"Bisa atau tidak?!" Aku menatap lekat wajah Rani. Semalam, "Rani apakah kemarin terjadi sesuatu padmu?"

"Sesuatu? Tidak, saya baik-baik saja nona. Terima kasih sudah menghawatirkan saya."  Senyum manis kembali di tunjukan padaku. "Nona mandilah terlebih dahulu! Saya akan menyiapkan sarapan sesegera mungkin."

Jawaban Rani membuatku mengerucutkan bibir.

"Ck! Tawanan tetaplah tawanan," umpatku pelan. Rani yang mendengar itu hanya menunduk tak enak hati lalu pamit ke kamar mandi.

***

Ku benamkan tubuhku di dalam air. Hangat itulah yang kulitku rasakan. Selama menjadi tawanan disini aku selalu mandi dengan air hangat, lebih tepatnya lagi sedari kecil. Jujur saja aku suka dengan suhu air yang seperti ini. Aku memang tidak tahan dingin. Bagiku lebih baik tidak mandi dari pada harus mandi dengan air dingin.

Sekitar 15 menit aku berendam, kuputuskan untuk mengakhirinya. Mengeringkan tubuh dan rambut dari air, lalu memakai pakaian putih itu lagi. Aku tidak tahu mengapa, kenapa hanya dress model begini- begini saja dan selalu warna putih? Putih bukan warna kesukaan ku. Hidup seperti tiada warna jika hanya mengenakan dress putih pajang yang begini- begini saja. Tapi ya sudahlah, setidaknya dia memberiku pakaian layak untuk membalut tubuhku.

Cklek

"Nona, silahkan makan." Pinta Rani, begitu aku keluar dari kamar mandi.

Tak banyak bertanya, aku langsung duduk dan segera memakan sarapanku. Makanan ini terasa enak, karena aku sudah sangat kelaparan. Dengan lahap aku memakan makanan yang tersaji. Sesekali kulirik Rani tampak memperhatikanku sambil tersenyum kecil. Mungkin karena melihatku tampak lahap makan. Karena biasanya aku sangat enggan untuk memakan makanan yang Iblis itu berikan padaku.

Glegkk,

Seteguk air putih mengakhiri sarapanku. Segera Rani merapikan piring dan sisa makananku.

"Rani?" Panggilku, menghentikan kesibukan Rani.

"Iya, ada apa nona?" Tanya Rani sambil memandangku.

"Siapa yang memasak makanan yang selalu ku makan?" Ku perhatikan wajah Rani sambil menanti jawabannya.

Dia tampak ragu untuk menjawab, itu terlihat jelas di wajah remaja yang tengah berdiri di depanku. Namun sesaat ekspresi ragu itu menghilang, membuatku mengrenyitkan kening.

"Seseorang yang sudah lama tinggal disini, saya tidak begitu mengenalnya." Jawab Rani.

"Setelah datang ke kamar mengurusku apa yang kau lakukan?" Tanyaku kembali. Sebenarnya aku hanya ingin tahu saja dan sedikit menyelidiki. Pasalnya Rani yang telah lama tinggal disinipun tak begitu memahami kondisi beserta orang- orang disini.

Terlihat raut cemas di wajah Rani. Kali ini apa? "Jawab pertanyaanku Rani!" Ucapku lembut tapi penuh penegasan.

"Say... saya akan kembali ke kamar, dan saya akan keluar bila bertugas kembali."

"Maksudmu kau hanya akan keluar kamar jika akan melayaniku saja?" Aku sedikit tercengang namun kucoba menetralkan ekspresiku. "Apakah kau hidup sama sepertiku? Menjadi seorang tawanan?"

Cklek

Tap... tap... tap, seorang laki- laki bertopeng berjalan mendekati kami. Rani tampak ketakutan segera ia membereskan piring lalu pamit undur diri. Siapa dia sebenarnya? Lalu dimana Iblis itu?

Gulungan rantai yang biasa di pasangkan di kakiku kini berada di tangannya. Hawa dingin menusuk membuatku merinding. Kupalingkan wajahku ke arah lain dan...,


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status