Selena segera mengenakan masker lalu mengikuti Arnold masuk ke dalam rumah sakti.
Kali ini, Selena tidak banyak bertanya, sebagai orang yang sudah terikat kontrak dia harus mengikuti apapun keinginan dari pihak pertama tanpa tapi. Wajah saja William menyuruhnya untuk tes kesuburan, karena dia harus melahirkan anak untuknya. Mereka menggunakan lift dan menekan tombol angka 5. Selena terus mengekor di belakang Arnold, sampai tiba di ruangan dokter Angga spesialis Obgyn. Benar saja, William sudah berada di dalam ruangan itu dengan wajah datarnya. "Silahkan masuk Bu." Arnold mempersilahkan Selena masuk dan dia menunggu di luar ruangan. Pria yang memakai jas dokter itu tersenyum hangat pada Selena, lalu mempersilahkannya duduk di kursi sebelah Pak William. "Perkenalkan Saya Dokter Angga, dokter yang akan membantu kalian untuk segera memiliki seorang anak." "Saya Selena Eveline." Ucap Selena sembari mengulurkan tangannya. "Angga, kamu harus ingat kalau semua ini harus di rahasiakan." Suara bariton William terdengar tegas saat berbicara pada Dokter Angga. Rupanya, William dan Dokter Angga berteman. Mulanya William bersikap santai kepadanya. "Tentu William, bukankah kita sudah membicarakan hal ini? Aku tidak akan membicarakan pada siapapun rahasia sahabatku." Selena hanya bisa diam dan memperhatikan dua pria itu bicara. Satunya penuh senyum sedangkan yang satu hanya diam tanpa ekspresi. "Baik Selena, kita akan melakukan pemeriksaan kesuburan. Mari ikut saya." Tanpa di suruh untuk kedua kalinya, Selena mengikuti Dokter Angga ke sebuah ruangan pemeriksaan. Dari USG dalam, pemeriksaan darah dan gigi semuanya di lakukan. Hasilnya semua bagus, rahim Selena sehat dan subur, tidak ada riwayat penyakit menular, dokter Angga meyakinkan William jika Selena bisa hamil dalam waktu dekat. Dalam proses pembuahan nanti, di harapkan Selena agar santai dan berbahagia agar berpengaruh baik kepada calon bayi mereka. Proses pembuahan alami bisa mereka lalukan, tapi tiba-tiba William menolak. "Kita lakukan program Bayi tabung saja, agar peluang berhasil hamil jauh lebih besar." Ucap William dengan wajah tegasnya. "Wil, kita bisa mencoba pembuahan alami terlebih dahulu, kondisi Selena dalam keadaan sehat dan subur." William malah menggeleng, tak sedikitpun menatap Selena saat pertama kali Selena tiba di rumah sakit sampai sekarang. "Kita lakukan Bayi tabung." Lirih namun tegas, Angga mendesah, dia tidak bisa berbuat apa-apa jika sahabatnya itu sudah memberikan keputusan. "Tidak apa-apa dok, lagi pula saya lebih nyaman jika kehamilan saya nanti dilakukan dengan cara Bayi tabung." Melihat peluang bagus agar dia tidak harus bertemu apalagi 'melayani' William, tentu itu suatu kesempatan emas untuknya. Anggap saja dia menyewakan rahim untuk memberikan seorang anak tanpa harus menyerahkan dirinya. "Baiklah, kalau kedua belah pihak setuju untuk melakukan Bayi tabung, kita akan lakukan itu." Semua sudah bersepakat untuk melakukan proses Bayi tabung. Mulai besok, Selana bisa langsung memulai tahap awal dalam proses Bayi tabung. Sebelum pergi, Selena meminta bicara empat mata dengan William. "Pak William, bisakah kita bicara empat mata?" William memberikan kode agar Arnold terlebih dulu menunggu di mobil. "Mari pak, kira bicara sembari duduk saja." Ajal Selena untuk duduk di kursi tunggu. "Apa yang ingin kamu bicarakan?" Suara bariton dan dingin itu entah kenapa selalu membuat Selena takut. "Hmm.. begini pak, ada beberapa hal yang ingin saya katakan." "Silahkan katakan." "Mengenai perjanjian semalam, disana tertulis saya berhak meminta uang berapapun yang saya butuhkan." "Katakan saja berapa yang kamu butuhkan." "Saya butuh 11 milyar, apakah bisa di berikan sebelum 3 bulan dari sekarang?" William dengan wajah datarnya menatap Selena, "Hanya segitu yang kamu butuhkan?" Selena menganggukkan kepalanya, Selena sengaja meminta uang lebih dari jumlah hutangnya. Rocky bilang bahwa hutang itu akan terus berbunga, setidaknya Selena harus memegang uang lebih dari 10 milyar. Jika ada sisa, bisa dia gunakan untuk modal usaha bersama kedua orangtuanya. "Apakah nominalnya terlalu besar, Pak?" tanya Selena merasa ragu. 'Kamu minta 100 milyar pun akan saya berikan, 11 milyar bukanlah apa-apa untuk saya." William menjeda ucapannya."Asalkan kamu sudah positif hamil kamu baru bisa mendapatkan uang itu. Tatapan mata elang seolah ingin menerkam Selena. "Jika kamu tidak hamil juga, jangan harap kamu akan mendapatkan uang itu." Setelah mengatakan itu dengan tegas, lebih tepatnya seperti sebuah ancaman untuk Selena. "Apa sudah mengerti yang saya katakan?" Selena kembali mengangguk, dia harus berusaha keras agar bisa segera hamil sebelum waktu 3 bulan ini. "Jika tidak ada yang ingin kamu katakan lagi, saya harus segera pergi karena ada rapat penting yang harus saya hadiri." William hendak beranjak pergi, namun Selena mencegatnya. "Tunggu Pak Wiliam." Selena memegang lengan William. "Bolehkah hari ini saja saya ingin bertemu dengan teman saya?" "Kamu ingin menemui siapa?" "Lily, ada banyak hal yang harus saya tanyakan padanya." William terlihat menghembuskan nafasnya. "Pergilah bersama Arnold, lalu kembali ke Apartemen segera." Seulas senyum terukir di wajah Selena, dia harus bertemu dengan Lily, ada banyak hal yang harus dia tanyakan. "Baik Pak. Terimakasih sudah mengizinkan saya." Sesuai perintah William, Selena pergi bersama Arnold. Menuju Apartemen Lily. Hanya butuh waktu 30 menit perjalanan untuk sampai di rumah Lily. Selena menekan bel Apartemen temannya itu, tak lama Lily membukakan pintu. "Selena!" Pekik Lily senang campur khawatir. "Syukurlah kamu baik-baik saja." Lily segera memeluk Selena, dia begitu merasa khawatir saat di beritahu bahwa Selena di culik. Namun, Selena seolah menahan emosi kepasa Lily. "Tolong jelaskan padaku semua ini." Lily jelas bingung kepada temannya yang tampak marah itu "Maksudmu?" Lily segera menarik Selena ke dalam, kali ini Arnold menunggu di mobil. "Kamu bilang, aku hanya harus jadi sugar Baby, tapi kontrak yang aku terima itu berbeda!" "Maafkan Aku , Na." Lily nampak murung. "Uang yang kamu butuhkan itu cukup besar, jika hanya sebagai Sugar Baby kamu tidak akan bisa melunasi hutangmu." "Jadi kamu emang menjebakku, Li!" Lily menggeleng, "Dengarkan Aku, Na. Ada konglomerat yang membutuhkan anak, mereka bisa memberikanmu berapapun yang kamu butuhkan, tidak ada salahnya jika aku mengenalkan mereka kepadamu. "Mereka?" Selena merasa heran dan penasaran. Sedangkan Lily terus menjelaskan dengan baik, ada beberapa hal rahasia yang Selena baru tahu.Di kantor W&M Group... Diruang kerjanya, William tengah melihat berkas yang Audrey berikan, kening William mengekerut karena begitu terkejut saat membaca isi laporan itu. Sebuah laporan keuangan yang Audrey rekap secara mendetil, di laporan itu jelas sekali keuangan perusahaan berada di situasi yang krisis karena ulah Paman dan sepupunya. Hans dan Stevan diam-diam melakukan korupsi dan pencucian uang perusahaan tampa sepengetahuannya. Dan hal itu sudah terjadi beberapa tahun, tetapi baru kali ini terbongkar setelah Audrey melakukan audit secara mendetail dan mencurigai transaksi yang janggal. William menggeretakkan giginya rahangnya mengeras. "Dimana Pak Hans dan Stevan sekarang berada?" "Mereka sedang di ruangan pemeriksaan perusahaan, Pak," jelas Audrey pada William. "Kami berjaga-jaga agar mereka tidak kabur menghindari Pak William." Segera William bangkit dan merapihkan jasnya. "Kamu ikut dengan Saya, Saya akan memberikan mereka hukuman yang pantas mereka terima
Di ruangan VVIP, William dengan setia menunggu istrinya yang tengah tertidur pulas. Wajah Selena nampak pucat, tubuhnya juga terlihat lebih kurus daripada sebelumnya. Perjuangan istrinya untuk memberikannya keturunan memang luar biasa. "Maafkan Aku yang tidak bisa menjagamu, Baby." lirih William sambil memegang tangan Selena. Selena tengah tertidur, tubuhnya merasa sangat lemah, hingga sangat membutuhkan istirahat. Panggilan telepon dari kantor terus masuk ke ponselnya karena sejak tadi dia abaikan. Tapi kali ini William jawab karena merasa memiliki tanggung jawab terhadap perusahaan yang selama ini dia pimpin. "Halo, Audrey.. ada apa?" tanya William sesaat menjawab panggilan Audrey yang menjabat sebagai Direktur perusahaan. "Pak Wil, kami membutuhkan kehadiran Bapak saat ini juga, karena Pak Stevan membuat kekacauan kembali." Audrey lalu menceritakan semua detailnya kepada William, walau terlihat tenang sebenarnya William sangat geram kepada saudara sepupun
Di ruang tunggu, William nampak sangat cemas menunggu Angga yang tengah memeriksa kondisi istrinya. Pagi ini, tiba-tiba Selena mengalami flek, setelah kemarin cukup lama menangis setelah pulang dari taman. Begitu Angga berbalik dan berjalan menuju pada William, tentu William segera bertanya. "Bagaimana keadaan istriku? Apa dia baik-baik saja?" Angga sedikit heran atas pertanyaan dari William. "Kamu tanya keadaan istrimu saja, tidak dengan calon bayimu, Wil?" "Bukankah jika ibunya baik, calon anak kami tentu akan baik juga?" "Tidak Wil," Angga menggeleng. "Kondisi calon bayimu terancam!" William sangat terkejut tapi berusaha bersikap tenang. "Maksudmu?" "Selena hampir keguguran, Wil! Jika flek tadi terus terjadi dan tidak berhenti bisa-bisa..." Angga menghentikan ucapannya karena Selena mulai menangis. Hormon hamil dan kejadian akhir-akhir ini memang membuat Selena cukup sensitif. "Bisa-bisa apa, Ga?" William tidak sabar mendengar melanjutkan ucapannya Angga.
Brenda segera mengambil pakaiannya dan memakainya, raut wajah Brenda terlihat biasa saja padahal baru saja dia melakukan hubungan intim yang cukup bergairah bersama Angga. "Istirahatlah dulu disini, kamu pasti lelah," Angga mencoba untuk membujuk Brenda dan memegang lengan Brenda. "Kita berdua bisa bermalam disini." Tanpa ragu Brenda segera menepis tangan Angga dengan begitu ketus. "Jangan sentuh Aku lagi!" Tentu Angga menjadi sangat heran dengan perubahan sikap Brenda yang drastis, padahal baru saja wanita itu menjerit penuh kenikmatan saat mereka berdua mencapai puncak klimaks bersama. "Ada apa denganmu, Brenda? Apa Aku melakukan kesalahan padamu?" Angga mencoba untuk mencaritahu perubahan sikap Brenda yang tiba-tiba seperti itu. Brenda menatap Angga dengan sangat tajam dan begitu terlihat sebuah kebencian di sana. "Jangan Kau pikir kita memiliki hubungan spesial hanya karena kita telah melakukan Sex!"Angga menggeleng karena tidak mengerti maksud Brenda. "Tapi kita melakukan
Ternyata Angga dan Brenda bukannya berangkat menuju restoran, mereka malah mengunjungi sebuah hotel bintang 5 yang mewah. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Brenda menghubungi Angga dan memintanya untuk tidur dengannya. "Angga, maukah kamu tidur denganku?" Saat mendengar itu, Angga tercenung, dia tidak tahu harus berkata apa? Tetapi 'jhonny' kecilnya tiba-tiba memberikan respon yang seirama dengan permintaan Brenda. "Kita melakukan ini hanya sekali, one night stand!" ucap Brenda lagi di ujung telepon.Angga kembali meneguk air liurnya dengan susah payah, membayangkan tubuh sexy Brenda yang selama ini menjadi fantasinya. "Baiklah, kita pergi ke hotel Permata di depan sana." "Oke," Brenda menutup teleponnya dan terus mengikuti mobil Angga ke hotel Permata. Seulas senyum penuh misteri menghiasi wajah cantik Brenda. Di hotel permata kini mereka berdua bersama, Brenda tengah duduk di atas lemari kecil sedangkan Angga tengah menikmati liang surgawi milik Brenda. "Aahhh..." Brenda
Setelah pertemuan yang menegangkan dengan William dan juga Selena, Robert segera meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamarnya. Charles menyusulnya dan mencoba untuk tetap menghibur Robert agar tidak terlalu marah kepada putranya dan juga Selena. Kini hanya tinggal Brenda dan juga Angga di sana. "Bisakah Aku mengantarmu pulang, Brenda?" Angga menghentikan langkah tepat di sisi Brenda yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Tidak, Terimakasih." Brenda menjawab dengan santai sembari tetap menatap layar ponselnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya kepada Angga. Angga tetap berusaha mengajak Brenda berbicara walau mendapatkan respon yang tidak baik. "Brenda, bukankah kamu masih mengenalku?" Angga mencoba bertanya lagi seolah mencari cara agar Brenda memperhatikannya.
William membawa istrinya pergi meninggalkan kediaman Massimo. Betapa kecewa hati William pada sikap dan arogansi keluarganya terutama Kakeknya yang tidak pernah berubah. Dahulu ketika dirinya memilih Sofia, William dan Sofia pun tidak kalah banyak menemui rintangan, walau akhirnya Kakeknya menyetujui karena tahu latar belakang Sofia yang berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh. Namun itu semua tidak cukup membuat Robert bisa menerima Sofia sepenuh hati. Sikap dan sifat Sofia yang lembut dan penuh kasih malah membuat Robert merendahkan mendiang istri pertamanya itu. Robert bilang istrinya tidak memiliki ambisi untuk mendukung William, segala macam tekanan Kakek berikan termasuk tentang kelahiran seorang pewaris. Hingga membuat Sofia frustasi dan malah mendapat penyakit yang berbahaya yang merenggut nyawa istri pertamanya itu.
Brenda tersenyum penuh ejekan kepada Selena, seolah dia tengah merasa akan memenangkan sebuah kompetisi. Situasi William dan Selena yang terpojok, membuat Brenda seperti memiliki kesempatan untuk merebut William dari pelukan Selana. Kini mereka berlima sudah duduk di sofa ruang tamu keluarga Massimo dengan suasana yang menegangkan. "Apa yang ingin Kakek tanyakan?" William membuka suara dengan setenang mungkin. Robert menatap tajam cucu kesayangannya itu seperti hendak menerkamnya. "Jelaskan pada kami kenapa Gadis itu tidak ada di datar pasien IVF, William!" Suara Robert bahkan menggelegar sampai memenuhi rumah besar itu. "Sudah pasti kek, karena Selena adalah pasien khusus, Angga tidak ingin publik mengetahui identitasnya," William terlihat santai mengahadapi Robert . "Bukankah akan berbahaya jika publik mengetahui lebih awal tentang identitas Selena yang sebenarnya?" Brenda tanpa pikir panjang langsung ikut berkomentar. "Memangnya identitas Selena yang sebenarnya a
Ponsel William tidak berhenti bergetar saat pasangan suami istri itu tengah bersiap untuk menemui Robert. Selena yang melihat ponsel William berdering langsung mengambilkannya dan memberikan kepada suaminya. "Mas ini Dokter Angga, jawablah dulu." "Akhirnya dia menjawab juga panggilanku!" Sambil meraih ponsel lalu mengangkat telepon dengan menjauh dari Selena. "Halo Ga, kenapa Kamu bisa selalai ini membiarkan Kakek dan Ayahku ke rumah sakit tanpa mempersiapkan rencana!" William langsung memberondong pertanyaan kepada Angga dengan nada ketus. Saat ini William sangat kesal kepasa sahabatnya itu yang di nilainya tidak becus untuk menutupi rahasianya. [Maaf Wil, Aku sedang sibuk karena ada seminar dan Resepsionis yang seharusnya bilan