Leo dan Arnold sedang berdiri di ruang tamu. Keduanya sudah berpakaian rapi dengan tuxedo hitamnya.
Benar, Leo mengajak Arnold untuk ikut serta bersamanya dan Tessa pada undangan koleganya malam ini. Awalnya Tessa melarang Leo untuk mengajak Arnold ikut dengan mereka. Tessa mengatakan, jika ia hanya ingin pergi berdua'an saja dengan Leo. Namun Leo mengatakan, kalau Arnold akan kesepian di rumah sendirian. Dia pun membujuk Tessa agar Arnold bisa ikut bersama mereka. Malas berdebat dengan Leo yang keras kepala itu, akhirnya Tessa pun mengizinkannya. Sebenarnya Tessa tak ingin melihat Arnold lagi di hadapannya. Pikirannya menjadi kacau pasca ciuman itu. Tessa ingin melupakan hal itu dan merahasiakannya dari Leo, karena akan percuma saja kalau dia mengatakan perbuatan bejat ayah tirinya itu pada Leo. Suaminya itu mungkin takkan percaya. Di samping itu, Tessa juga tak ingin membuat Leo kecewa pada pria yang selalu ia banggakan itu. Ayah mertua jahat dan mesum! Tessa mengumpat sembari berjalan menuruni anak tangga. Dia segera memalingkan pandangan dari tatapan buas Arnold padanya. Bibir kemerahan Arnold tersenyum smirk melihat Tessa yang sedang berjalan anggun menuruni undakan anak tangga. Gaun pres body dengan warna hitam begitu pas membalut tubuh proporsional Tessa. Tampak cantik dan seksi. Arnold sampai meneguk liurnya berulang kali. Terlebih wangi parfum Tessa yang membuat hatinya bergetar. Dia tak tahan melihatnya. "Darling, kamu cantik sekali!" Leo segera menyambut Tessa yang baru saja tiba di hadapannya. "Terima kasih, Honey." Tessa tersenyum sangat manis pada Leo. Persetan dengan Arnold yang tak berkedip melihatnya, "dasimu," lanjutnya seraya merapikan dasi kupu-kupu yang melingkar pada kerah kemeja Leo. "Terima kasih, Sayang." Leo tersenyum gemas padanya. Ekor mata Tessa melirik pada Arnold yang berdiri di samping Leo. Dengan perasaan acuh, Tessa segera mengangkat kedua tumit lalu mengecup kilas bibir suaminya. Arnold segera memalingkan wajah tampak kesal melihatnya. Crazy! Tessa berciuman dengan Leo di depan matanya? Awas saja! Arnold mengepalkan buku-buku tangannya. Tessa pasti sengaja berciuman dengan Leo di depannya. Apa maksud wanita itu? Apakah dia ingin menegaskan, bahwa dirinya hanya milik Leo? Omong kosong! Lihat saja nanti. Tessa pasti akan bertekuk lutut di hadapannya, Arnold bersumpah dalam hati. "Baiklah, Sayang. Ayo kita berangkat!" Leo segera menggandeng Tessa menuju pintu keluar. Arnold segera menyusul mereka dengan perasaan geram dalam hati. Namun, tiba-tiba dia melihat seorang wanita berseragam pelayan sedang berdiri di tepi teras. Lusi? Arnold membulatkan sepasang matanya melihat ke arah wanita paruh baya di sana. Wanita itu segera pergi setelah melihatnya. Dia tampak ketakutan melihat Arnold menatap tajam. Mau kemana dia? Arnold segera mengejar wanita bernama Lusi itu. "Tunggu! Sedang apa kamu di sini? Jangan bilang kalau kamu bekerja di rumah ini." Arnold segera bertanya saat dirinya berhasil menghadang Lusi. "Maaf, Tuan. Sejak Nyonya Scoth tiada, Tuan Muda mengajak saya untuk tinggal dan bekerja di mansion ini," jawab Lusi gemetaran. Jemarinya meremas apron putih yang menjadi lapisan seragamnya. "Baiklah, tapi kamu ingat. Jangan sampai Leo mengetahui rahasia ku. Kalau kamu berani mengatakan pada Leo, aku akan menculik anak gadis mu itu. Mengerti?" Arnold mencondongkan wajahnya pada Lusi. "Tidak, Tuan! Saya tidak akan mengatakannya! Tolong jangan apa-apakan putri saya." Lusi hampir menangis ketakutan. "Sstttt ... diam dan cepat pergi dari hadapanku. Pergi!" Arnold mendorong bahu Lusi dengan kasar. Lusi pun segera pergi menuju dapur sembari mengusap kedua pipinya yang basah. "Dad!" Arnold segera menoleh pada Leo saat pria itu memanggilnya. Dia menyisir rambutnya ke belakang dengan jemari kanannya, lantas menyapu pandangan diam-diam. Sepertinya Leo tidak melihatnya bicara dengan Lusi tadi. Arnold segera mempercepat langkahnya menuju pada Leo. "Wow! Ini untukku?" Tessa tampak kaget sekaligus senang saat Leo menunjukkan satu unit mobil sport di pelataran mansion. "Tentu saja, Darling. Mobil ini hanya untukmu. Untuk istriku yang paling cantik!" Leo tak kalah bahagianya melihat Tessa begitu senang akan hadiah yang ia berikan. Satu unit mobil sport jenis Lamborghini Huracan dengan warna orange. Sangat cocok untuk Tessa yang menyukai dunia glamour. "Terima kasih, Sayang!" Tessa segera memeluk Leo sambil tersenyum senang. Arnold yang baru tiba di sana hanya memalingkan wajahnya melihat kemesraan Tessa dan Leo. Menyebalkan! Hanya satu unit mobil saja apa hebatnya? Sial! Arnold sangat kesal dibuatnya. "Ah, Dad? Bagaimana menurutmu mobil baru ini? Aku memesannya khusus dari Jerman." Leo melepaskan pelukannya, lantas bertanya pada Arnold yang kini berdiri di sampingnya. "Bagus! Mobil yang sangat bagus dan mewah!Sesuai kesukaan Tessa," jawab Arnold. Bibirnya tersenyum smirk pada Tessa. Namun, Tessa segera membuang wajahnya jauh-jauh dari tatapan mesum ayah tiri Leo itu. "Kamu benar, Dad! Tessa memang sangat menyukai sesuatu yang istimewa dan berbeda. Iya kan, Darling?" Leo menoleh pada Tessa setelah bicara pada Arnold. "Hm, itu benar." Tessa tersenyum gemas pada Leo. "Baiklah, ayo kita naik mobil ini menuju pesta Tuan Willbowrn! Bagaimana, apa kamu tidak keberatan kalau kita memakai mobil ini sekarang?" Leo menatap Tessa dengan lembut. Sebenarnya Tessa tak ingin mobil barunya itu ditumpangi juga oleh Arnold, tapi dia tak ingin berdebat dengan Leo. Lagi pula, Leo sangat keras kepala. Daripada terjadi perdebatan antara dirinya dan Leo, akhirnya Tessa pun setuju. Sungguh menyebalkan harus satu mobil dengan pria bejat itu. Tessa segera memalingkan wajahnya dari Arnold seraya memasuki mobil. Sepanjang perjalanan Tessa tampak tidak ceria. Dia hanya memalingkan wajahnya pada kaca mobil. Sedangkan Leo dan Arnold yang duduk di bagian depan terus saja mengobrol. Leo mengemudikan mobil dengan santai sembari mendengarkan cerita Arnold. Sedangkan Arnold diam-diam terus memperhatikan Tessa dari kaca spion di atasnya. Tessa sangat cantik malam ini. Arnold tersenyum seringai melihatnya. Tak lama kemudian mereka pun tiba di Hotel Victoria, di mana kolega Leo yang bernama Tuan Willbowrn mengadakan pesta. Leo segera membukakan pintu mobil untuk Tessa. Dia menyambut sang istri dengan mengulurkan tangannya dengan tubuh agak membungkuk. Tessa menyambutnya dengan tersenyum manis, lantas segera merangkul lengan kiri Leo. Keduanya berjalan menuju lobi hotel. Arnold yang berjalan di belakang mereka tampak seperti orang bodoh saja. Dia mengepalkan buku-buku tangannya, kesal. Dia sudah tak sabar ingin membalas Tessa dan Leo. Arnold tidak akan melepaskan Tessa malam ini! Setibanya di wilayah pesta, ia segera membaur dengan para tamu. Tuan Willbowrn sebagai tuan rumah segera menyambut Leo dan Tessa. "Bagaimana kalau kita berdansa saja?" ajak Tessa pada Leo. "Ide bagus, Darling. Ayo!" Leo segera menggandeng Tessa menuju lantai dansa. Arnold hanya berdiri sambil berbincang dengan Tuan Willbowrn. Mereka membicarakan bisnis. Tuan Willbowrn tertarik untuk menanam saham pada perusahaan Leo yang sedang dikelola oleh Arnold di Austria. Sial! Leo dan Tessa berdansa begitu mesra. Seolah seluruh Ney York hanya milik mereka. Arnold mencengkeram gelas kokain dalam genggaman. Ingin rasanya dia maju dan langsung menarik Tessa dari genggaman Leo, lantas melempar wanita itu ke tengah ranjangnya. Api yang sedang berkobar dalam jiwanya amat sulit untuk dijinakkan. Arnold kepanasan sekaligus kesakitan melihat kemesraan Leo dan Tessa.Paginya Leo segera terbang ke Toronto - Kanada. Dia juga mengajak William, Mia dan Alex untuk menemaninya. Pikirannya sangat kacau karena mencemaskan Tessa.Semalaman dirinya tak bisa tertidur. Kenapa Nyonya Willson menangis saat menghubunginya? Apa yang sebenarnya terjadi? Leo mengusap wajahnya lalu menoleh pada William yang sudah terlelap di sampingnya. Mereka sedang duduk di dalam pesawat saat ini.Pukul empat sore akhirnya jet pribadi pun mendarat di bandara utama Toronto - Kanada.Leo berjalan sembari menggendong William. Dia sangat senang melihat putranya tampak menikmati perjalanan jauh pertamanya itu. Sementara Mia dan Alex berjalan di belakang Leo. Keduanya juga sangat mencemaskan Tessa.Mobil Limousine putih menjemput Leo di bandara. Nyonya Willson yang mengirim mobil itu untuk menjemput menantu dan juga cucunya. Mobil mewah itu akan membuat perjalanan mereka nyaman menuju kediaman Nyonya Willson di daerah puncak.Sepanjang perjalanan Leo tak banyak bicara. Sementara Mia
Hari berikutnya Nyonya Willson membawa Tessa ke Toronto, Kanada. Leo berusaha mati-matian agar Nyonya Willson tidak membawa Tessa. Namun apalah daya, sang ibu mertua sudah bulat pada keputusannya. Bahkan Nyonya Willson melarang Leo untuk ikut ke Kanada.Hari-hari pun terus berjalan. Sudah hampir enam bulan Tessa koma. Dengan kondisinya tak juga berangsur membaik, akhirnya Nyonya Willson membawanya pulang ke mansion miliknya. Di sana Tessa tetap mendapatkan perawatan medis yang intens.Sementara Leo sedang menikmati hidupnya yang sudah seperti di dalam neraka. Dimana penyesalan selalu membuatnya terpuruk dalam sisi gelap hidupnya tanpa Tessa. Nyonya Willson melarang dirinya untuk melihat kondisi Tessa selama enam bulan terakhir.Hanya William yang membuat Leo tetap kuat untuk bertahan dan terus menjalani hidup yang terasa hampa. Dia selalu mendoakan Tessa dalam kepedihan yang sedang mendera jiwanya. Leo berharap Tessa segera bangun dari koma."Bagaimana dengan kondisi Tessa?"Alex
Siang itu sedang turun salju. Mobil ambulans melaju kencang membawa Tessa menuju rumah sakit. Leo duduk di dalam mobil ambulans. Wajah kuyu pria itu tampak memprihatinkan. Tangan Leo menggenggam jemari Tessa. Hati dan pikrannya diliputi rasa takut yang luar biasa.'Apakah Tessa akan baik-baik saja? Tidak, dia pasti akan baik-baik saja!' bathin Leo tak bisa tenang.Ini semua karena kesalahannya!Ya, Tessa seperti ini karena salahnya! Andaikan dirinya mau sedetik saja menahan emosi dan mendengar penjelasan Tessa malam itu, pasti semuanya tidak akan seperti ini.Leo menggelengkan kepalanya dengan air mata yang berderai. Wajah pucat Tessa yang dia pandangi. Dia sudah salah besar pada istrinya itu. Dia sangat menyesal telah mengusir Tessa dari rumahnya malam-malam, sampai akhirnya hal buruk ini menimpa istrinya."Aku tak pantas dimaafkan, Tessa. Semua ini karena salahku. Namun, aku mohon ... kamu harus bertahan. Paling tidak demi putra kita, William ..." Leo mengecup jemari Tessa dengan
Pesta besar-besaran sedang belangsung di kediaman Hisaki pagi itu. Para tamu dari dalam dan luar negeri tampak sudah memadati pesta. Hisaki Shimada memang seorang Bos Yakuza. Namun, dia juga dikenal sebagai pebisnis yang sukses.Pesta besar itu menghabiskan sampai ratusan juta yen. Persetan dengan semua itu. Baginya menikahi Tessa adalah suatu anugerah yang sangat indah dalam hidupnya. Dia sangat bahagia pagi ini.Tuxedo hitam dengan dasi kupu-kupu tampak begitu gagah membalut tubuh atletis Hisaki. Semua tamu tak henti memuji-muji ketampanan pria itu.Sebagai seorang bos besar dari komplotan para Yakuza, Hisaki memang terlalu tampan dan masih amat muda untuk menaklukan dunia hitam para gengster. Pun demikian dia begitu memesona di mata para wanita, entah kenapa Tessa tak juga jatuh hati padanya.Ah, sudahlah!Persetan dengan semua itu. Hisaki bersulang dengan para koleganya sambil tertawa bahagia. Dia tak ingin merusah mood yang baik di hari ini dengan memikirkan hal yang tidak pen
"Lepaskan aku, Hisaki! Aku tak mau! Hentikan!"Teriakan dan rintihan Tessa menyeruak seisi ruangan luas kamar utama di sebuah mansion mewah. Baru saja dirinya merasa tenang dan akan tertidur, tiba-tiba saja Hisaki datang dalam keadaan mabuk berat.Pria itu langsung menanggalkan pakaian dan memaksa Tessa untuk bercinta. Meski Tessa berusaha menolaknya, tapi dia tak bisa menahan tenaga Hisaki yang jauh lebih kuat darinya. Terpaksa dirinya melayani nafsu liar pria itu."Oh, Tessa ..."Hisaki berdesah puas setelah ledakkan kenikmatan yang baru saja dia rasakan. Sementara Tessa hanya memalingkan wajahnya dari senyum kepuasan Hisaki.Dengan tubuh ringkihnya Hisaki segera berguling ke kasur kosong di samping Tessa. Dia pun segera terlelap. Hisaki sudah tak sabar menunggu pagi tiba. Dia ingin segera menikahi Tessa. Kenikmatan itu sudah membuatnya kecanduan dan gila secara bersamaan.Tessa segera bangkit dari ranjang kusut itu. Ia mengusap kedua pipinya yang basah, lantas berjalan menuju ka
Siang itu di kantor Scoth Company Group.Leo dan Alex yang terlihat sedang duduk di sebuah mini bar yang berada di ruangan CEO. Keduanya sedang menikmati sebotol red wine. Wajah dua orang pria itu tampak sedang dilanda dilema yang rumit.Bagaimana tidak? Tessa telah hilang entah kemana. Leo dan Alex sudah mencarinya ke beberapa tempat. Bahkan mereka juga sudah menghubungi pihak kepolisian dan tim khusus untuk membantunya mencari Tessa.Namun, Tessa tak juga ditemukan dimana rimbanya. Wanita itu seolah hilang bak ditelan bumi.Leo sangat frustasi memikirkan Tessa. Dia juga tak henti menyalahkan dirinya yang sudah mengusir istrinya itu dari rumah. Kini yang ada di kepalanya, bagaimana jika sudah terjadi hal buruk pada Tessa? Dia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai hal itu yang terjadi."Aku sudah menemui Noah untuk melacak keberadaan Tessa. Namun, Noah berkata dia tak bisa melacak keberadaan Tessa. Noah mengatakan, jika ada kemungkinan besar Tessa tak ada di seluruh Am