Hari mulai petang. Lalu lalang orang tampak memadati jalan kota New York. Jelas, ini adalah jam pulang kantor. Pasti semua orang ingin segera tiba dan berkumpul kembali dengan keluarga tercinta.
Mobil Lamborghini dengan warna merah tampak sedang melaju santai memasuki gerbang mansion Leo. Mobil sport itu lantas menepi di depan teras mansion. Seorang pria berpakaian formal segera keluar dari pintu depan mobil. Pria itu lantas membukakan pintu mobil untuk Leo. "Tolong cuci mobilnya, dan siapkan Rolls Royce hitam. Aku akan berangkat tiga jam lagi," perintah Leo pada pria di sampingnya. "Baik, Bos." Pria itu sedikit membungkuk pada Leo, lantas kembali memasuki mobil. Leo menyingkap lengan jasnya. Baru pukul empat sore. Masih ada waktu untuk bermain dengan Tessa, pikirnya sambil tersenyum tipis, lantas segera berjalan menuju pintu masuk rumah. "Selamat sore, Tuan." Beberapa pelayan yang berpapasan dengannya segera menyapa dengan ramah. Leo hanya mengangguk sembari tersenyum tanpa menghentikan langkahnya memasuki rumah. Dia sudah tak sabar ingin menemui Tessa. Oh, iya. Tessa pasti terkejut melihatnya pulang lebih awal hari ini. Dan lagi, Leo baru saja membelikan satu unit mobil sport untuk Tessa. Leo harap istrinya itu sudah tidak marah lagi padanya. "Leo? Kamu sudah pulang rupanya." Arnold yang sedang duduk sendiri pada ruang tamu segera bangkit melihat Leo melintas. "Hai, Dad! Ya, aku pulang cepat hari ini," jawab Leo sembari memasang senyum ramah untuk Arnold. Meski hanya ayah sambung, tapi Leo sangat menghormati Arnold. Walau pada awalnya Leo tidak setuju saat ibunya mengatakan mau menikah lagi dengan pria itu. Leo sendiri tak tahu siapa Arnold sebenarnya. Yang dirinya tahu Arnold adalah orang kepercayaan ibunya di kantor. Leo bahkan tak tahu di mana tempat tinggal Arnold sebelumnya, karena ibunya hanya pernah mengajaknya menemui Arnold di sebuah apartemen mewah yang ada di Austria. Apartemen itu pun pemberian ibunya untuk Arnold. Memang aneh! Kadang Leo pun menaruh sedikit curiga pada Arnold. Bahkan, pria berusia 35 tahun itu hampir menjadi tersangka kematian ibunya. Tapi Arnold berhasil membuktikan jika dirinya tak bersalah atas kematian tragis yang menimpa, Nyonya Clara Scoth, ibunya Leo setahun yang lalu. Leo yakin, Arnold memang tak bersalah. Bahkan pihak kepolisian pun sudah menutup kasus kematian wanita berusia 47 tahun itu. Sampai kini kematian Clara Scoth masih menjadi misteri. "Omong-omong di mana Tessa? Kenapa dia tidak menemanimu di sini?" tanya Leo sambil mendaratkan bokongnya pada sofa di samping Arnold, lantas menyalakan api rokoknya. "Entahlah, aku tak melihatnya dari siang tadi," jawab Arnold, lantas memalingkan wajahnya ke lain arah. Dia takut Tessa akan mengadu pada Leo atas perbuatannnya tadi. Sial! Kenapa dia melakukan hal itu pada Tessa? Leo pasti akan melemparnya ke jalanan kalau sampai mengetahui hal itu, karena perusahaan yang dia jalankan di Austria itu pun adalah perusahaan ibunya Leo. Arnold mulai berkeringat dingin. "Dad, minggu depan aku akan berangkat ke Aussie untuk melihat kinerja perusahaan baruku di sana. Mungkin Tessa tak bisa ikut denganku. Lagi pula, Tessa akan merasa bosan kalau sendirian di hotel nantinya." Leo menyalakan api rokoknya, lantas menyodorkan bungkus rokoknya yang masih terisi penuh ke hadapan Arnold. "Lantas?" Arnold meraih satu batang rokok yang disodorkan oleh Leo padanya. Leo menghembuskan asap rokoknya, lantas menoleh pada Arnold yang sedang menyalakan api rokoknya. "Dad, aku sangat mencemaskan Tessa meski banyak pelayan di sini. Bisakah kamu tetap di sini untuk menjaga Tessa?" ucapnya kemudian. Arnold tersenyum tipis lantas menyesap pada batang rokoknya. Nikmat ia rasakan kini. Senikmat ciumannya dengan Tessa tadi. Leo akan berangkat ke Aussie untuk waktu yang cukup lama. Oh, astaga. Bukankah ini adalah kesempatan emas baginya? Tentu! Dia bisa leluasa mendekati Tessa saat Leo tak ada, bukan? Arnold memejamkan matanya sejenak. Menikmati rasa hangat yang ditimbulkan dari batang rokoknya sembari mengingat rasa ciumannya dengan Tessa. Luar biasa. "Bagaimana, Dad?" Leo menatap heran pada Arnold yang tampak sedang melamun. "Ah, iya, tentu saja. Aku pasti akan menjaga Tessa. Kamu tak perlu cemas." Arnold sedikit tersentak saat Leo menepuk satu bahunya. "Bagus kalau begitu," ucap Leo tersenyum puas. Keduanya pun kembali menikmati batang rokoknya sembari mengobrol seputar urusan kantor. Tessa sedang duduk pada sofa di kamarnya. Sepasang mata begitu fokus pada layar ponselnya. Bukan, kali ini bukan permainan game yang sedang dipandangi, melainkan sebuah artikel yang sedang ia baca. Kebetulan artikel itu melintas begitu saja pada layar ponselnya. 'Hubungan Suami-Istri yang buruk' Tulisan yang tertera pada artikel itu sukses membuatnya tertarik dan ingin membaca artikel itu sampai selesai. Barangkali ia bisa mendapatkan informasi untuk masalah Leo dari artikel itu. Benar, Leo tak bisa terus seperti ini. Tessa merindukan Leo yang dulu. Pria tampan yang begitu buas saat di atas ranjang, tapi semua itu kini telah hilang. Percintaan yang buruk! Itu yang Leo berikan padanya sekarang. Leo tersenyum gemas melihat Tessa yang sedang asyik dengan aktifitas ponselnya. Lagi-lagi bermain game! Leo menggelengkan kepalanya, lantas berjalan menuju pada wanita cantik di sana. Tessa hanya mengenakan lingerie tipis dengan warna dusty saat ini. Tampak begitu kontras dengan warna kulitnya. Leo tersenyum geli melihat raut wajah Tessa kali ini. Istrinya itu tampak sangat serius menatap pada layar ponselnya. Entah apa yang sedang ia pandangi. Tessa sampai tak menyadari kalau Leo sudah duduk di sampingnya. "Hm, rupanya bukan game yang sedang kamu pandangi. Apa itu? Sebuah artikel? Sini, aku juga mau melihatnya." Leo segera merampas ponsel pintar yang sedang Tessa genggam. "Kembalikan, Leo!" Tessa berusaha merebutnya lagi. Namun, Leo berhasil menahannya dan membaca artikel itu. Tessa menggigit bibir bawahnya cemas. Leo pasti tersinggung atas artikel yang sedang dibacanya itu. Leo meletakan ponsel Tessa pada meja di hadapannya, lantas ia bersandar lesu sembari membuka simpul dasinya. "Tessa, pasti kamu kecewa padaku sekarang," ucap Leo tanpa mau menoleh pada Tessa. "Leo ..." Tessa menggelengkan kepalanya dengan sepasang netranya yang berkaca-kaca. "Tak apa, Tessa. Aku justru senang. Kamu peduli padaku, sampai-sampai menelusuri artikel seperti itu," tukas Leo sembari menarik dasinya, lantas melemparnya pada meja di hadapan mereka. Tessa menelan salivanya. Leo pasti sangat marah padanya. Bodoh! Kenapa ia biarkan Leo membaca artikel itu. Tessa sangat menyesal sekarang. "Leo ... " Tessa mengusap kedua pipinya, lantas bersandar pada dada bidang suaminya itu. "Darling, Alex mengatakan kalau dia punya kenalan seorang dokter spesialis. Alex ingin mengenalkan aku pada dokter itu. Bagaimana menurutmu?" tanya Leo setelah hening barang sejenak. Dia mengusap lembut pada rambut panjang Tessa. "Aku setuju saja. Semoga dokter itu bisa membantu masalah kita, ya." Tessa menanggah pada wajah Leo. Leo tersenyum gemas melihatnya, lantas dia segera menurunkan wajahnya pada Tessa. "Bagaimana dengan ciumannya?" tanya Leo usai menyudahi lumatannya pada bibir basah Tessa. "Masih sama. Ciuman yang sangat nikmat," jawab Tessa bersemangat. Leo tersenyum puas karenanya,"Apakah kita bisa bercinta sekarang? " tanyanya kemudian. Tessa hanya mengangguk sembari tersenyum menggemaskan di mata Leo. "Tessa, Tuan Willbowrn mengundang kita pada pestanya malam ini. Apa kamu mau menemaniku?" Leo mengecup pucuk kepala Tessa yang tengah meringkuk di sampingnya. "Tentu saja, Tuan Scoth. Aku 'kan istrimu," balas Tessa seraya mencubit hidung Leo dengan gemas. Leo tertawa kecil sembari menepis tangan Tessa dari hidungnya. Kemudian dia menarik tubuh polos Tessa ke dalam pelukannya. "Aku sangat mencintaimu, Leo." Tessa semakin merapatkan tubuh polosnya pada Leo dalam selimut. Aneh sekali! Kenapa percintaannya dengan Leo terasa begitu hambar. Bohong, Tessa mengatakan ciuman Leo terasa nikmat tadi. Bahkan dia tidak merasakan apa pun. Ciuman Arnold yang lebih nikmat dan mampu memantik api gairah dalam dirinya. Crazy! Kenapa Tessa teringat akan ciumannya dengan Arnold tadi pagi? Tidak! Leo adalah pria yang sangat dia cintai, bukan Arnold! Tessa segera menepis pikiran bodohnya itu.Setelah merasa lebih tenang, Lusi segera melepaskan pelukannya dari tubuh kekar Leo. Dia memegang kedua bahu pria di hadapannya itu. Matanya yang basah menatap dalam-dalam ke manik-manik birunya yang tampak sendu."Tuan Muda," ucap Lusi dengan lirih. Dia menahan tangisnya mati-matian.Leo mengernyitkan dahi, heran. "Bibi, katakanlah! Kenapa Bibi sampai jatuh ke kolam? Aku rasa Bibi bukan orang yang ceroboh, kan?" Leo memegang kedua tangan Lusi yang masih memegangi kedua bahunya. Matanya mengunci tatapan wanita itu."Tuan Muda, Nyonya Tessa. Dia--"Lusi berusaha sekuat tenaga untuk mengatakan apa yang sudah dilihatnya. Arnold dan Tessa, mereka menjalani hubungan ilegal di belakang Leo."Tessa? Ada apa dengan Tessa? Katakan!" Leo mulai panik karena Lusi menyebut nama istrinya.Dia mencemaskan Tessa."Nyonya Tessa--" Lusi terisak-isak. Kalimatnya tergantung begitu saja.Melihat sikapnya yang aneh, Leo keheranan tak karuan."Leo! Kamu sudah pulang? Hei, apa yang sedang kamu lakukan di tep
Tessa dan Leo masih berdiri berhadapan. Keduanya saling bertatapan. Arnold mulai muak melihat semua itu, dia pun ikut berdiri menengahi mereka."Ada apa ini? Kenapa kalian ribut? Ayo kita lanjutkan sarapannya," tukas Arnold dengan wajah tanpa dosa."Tessa, kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku!" Leo menunjuk wajah Tessa dan berlalu meninggalkan meja makan dengan kesal.Tessa segera menyusul. "Leo!""Baiklah, ayo kita sarapan sendiri saja." Arnold kembali duduk dan menikmati sarapannya dengan santai. Persetan dengan Tessa dan Leo yang sedang berseteru itu."Leo, dengarkan aku! Ada apa denganmu? Mengapa kamu marah-marah tak jelas?" Terhuyung-huyung Tessa mengejar langkah panjang Leo yang sudah tiba di teras depan mansion."Leo, kumohon jangan begini. Ada apa denganmu?" Akhirnya Tessa berhasil mengejar Leo. Ia segera mendekap punggung pria itu."Lepaskan, Tessa!" Leo dengan kasar menepis tangan Tessa darinya. Kali ini wajahnya tampak sangat kesal pada wanita di hadapannya itu."L
Diluar hujan deras malam itu. Petir menyambar-nyambar bangunan megah Mansion Leo. Tessa dan Arnold sedang berdiri berdua di dalam kamar. Arnold tak henti meliarkan bibirnya pada tengkuk leher Tessa hingga menggigit bahunya gemas."Hentikan, Dad--aku tak tahan lagi," racau Tessa dengan matanya yang terpejam tak menentu.Arnold merengkuh tubuh polosnya dari belakang. Memainkan lembah cinta Tessa dengan sentuhan intim."Dad--" Tessa semakin menginginkan lebih. Namun, sepasang matanya tiba-tiba melihat bayangan Leo yang sedang berdiri di luar jendela kamar. Ia membulatkan manik birunya kaget. Kilat petir menegaskan bayangan Leo di sana.Ya, itu Leo!"Leo!" pekik Tessa segera mendorong tubuh Arnold darinya. Dia segera meraih selimut putih guna membalut tubuh polosnya. Dengan langkah cepat ia segera keluar kamar mengejar Leo."Leo, dengarkan penjelasanku dulu! Ini tak seperti yang kamu kira. Aku ..." Tessa hampir gila melihat Leo tampak sangat murka padanya."Leo, katakan sesuatu! Aku sa
Leo menyapu pandangan di sekitar kamar mencari Tessa. Di mana istrinya itu? Apakah di kamar mandi? Leo segera memutar langkahnya menuju pintu kaca di sudut ruangan. "Darling!" Teriaknya berharap Tessa akan menjawab. Namun sepertinya Tessa memang tak ada di kamar. Brak!Suara apa itu? Leo sangat kaget sekaligus cemas. Dia segera berlari menuju ruang ganti di mana suara gaduh itu berasal. Ya Tuhan ... apa yang terjadi? Leo sangat mencemaskan Tessa. "Tessa?" Leo membulatkan matanya melihat Tessa baru saja mau bangkit dari lantai di ruang walk-in closet. Entah apa yang terjadi. Tessa sepertinya baru saja terjatuh dari sofa. Dengan perasaan cemas luar biasa, Leo segera menghampiri wanita itu. "Darling, apa yang terjadi padamu? Apa kamu baik-baik saja?" Leo membantu Tessa untuk berdiri. Kemudian dia menggiring sang istri menuju pada sofa. "Aku tadi terjatuh dari sofa. Aku baik-baik saja, kok!" Tessa memberikan wajah manja pada suaminya. Dia tahu bagaimana caranya agar Leo luluh pad
Waktu terus berjalan. Arnold seharusnya sudah kembali lagi ke Austria untuk mengurus kantor Leo di sana. Namun pria penyuka red wine ini menolak saat Leo memintanya untuk kembali ke Austria. Arnold mengatakan, jika di sana ada asistennya yang bisa diandalkan untuk mengurus kantor.Tidak berpikiran buruk pada Arnold, Leo pun setuju saja. Leo pikir Arnold lebih baik berada di sini, karena ada yang menjaga Tessa saat dirinya tak berada di rumah atau sedang tugas di luar kota. Leonil Stratan Scoth! Terbuat dari apa sih hatinya? Kenapa dia tidak mencurigai Arnold yang lebih betah di mansion sepanjang hari daripada membantunya di kantor?Padahal, Leo sangat sibuk akhir-akhir ini karena perusahaannya sedang berkembang pesat. Sedangkan si brengsek Arnold malah sibuk menggarap sawahnya saat dirinya tak ada.Tessa yang malang tak bisa menolak gairah gila Arnold. Pria itu selalu mengancam kalau ia akan membeberkan video laknat itu pada Leo dan orang juga tuanya. Namun, belakangan ini Leo mema
Tessa menelan ludah kasar mendengar permintaan Leo. Pria di hadapannya itu adalah suaminya. Suami sah-nya! Dia tak mungkin menolak keinginan Leo akan tubuhnya. Meski sedang sangat letih, akhirnya Tessa pun mengabulkan keinginan Leo.Sungguh luar biasa. Leo mulai ada kemajuan. Sudah hampir satu jam berlalu, tapi Leo masih belum mencapai puncaknya.Tessa mengerang, bahkan meracau. Bercinta dengan pria yang sangat ia cintai memang jauh lebih indah dan bergairah daripada bersama si brengsek Arnold."Bagaimana, Darling? Apa ada perubahan?" bisik Leo sembari menggerakkan pinggangnya perlahan di atas tubuh polos Tessa."Luar biasa, Honey. Aku menyukainya!" pekik Tessa sangat senang karena kini Leo telah kembali."Baiklah, Sayang. Ayo kita selesaikan!" semangat Leo. Dia segera membalik posisi tubuh Tessa. "Leo ..." Tessa mengerang menikmati. Penyatuan itu pun bertahan sampai akhirnya Tessa dan Leo merasa sama-sama terpuaskan.Arnold yang sedang berjalan tak sengaja mendengar suara-suara lak